23. WIT - Perawatan

54 4 0
                                    

Hari hari mulai berlalu. Sudah sekitar tiga bulan sejak kejadian penculikan itu. Boby masih hidup, ia hanya sedang terbaring koma dirumah sakit selama itu. Tania sendiri sedang dalam masa perawatan. Mentalnya kembali terganggu setelah kejadian itu. Selain itu, fisiknya juga harus dirawat akibat perbuatan Ema dan Dony yang melukai beberapa bagian tubuh Tania.

Semua keluarga merasa sedih tapi sekaligus senang. Senang karena semuanya selamat, tak ada korban jiwa. Tapi mereka sedih, terutama keluarga Narendra dan Wijaya.

"Aku kangen Abang..." Lirih anak kecil itu ketika ia menatap langit biru di atasnya.

"Tania! Kamu kenapa keluar sendiri sih bikin kakak panik aja." Anak kecil itu Tania, dan yang baru saja tiba adalah Jessica.

Tania tersenyum saat kakak perempuannya memakaikan jaket padanya. "Abang udah bangun?" Tanya Tania yang membuat Jessi terdiam.

Keduanya sedang berada di taman salah satu rumah sakit ternama di Amerika. Ya, Tania separah itu hingga harus dirawat di luar negeri. Begitu pula Boby yang harus dirawat diluar negeri, tepatnya di Australia.

"Belum." Jawab Jessi pelan.

Tania masih tersenyum. Tapi lama-kelamaan air matanya mengalir. "Ini semua salah Tania kak," mendengar perkataan Tania, Jessi langsung mendekap Tania dengan erat.

"Bukan salah Tania. Emang ini adalah takdir. Gak usah salahin diri kamu sendiri." Kata Jessi.

"Tapi emang ini salahku!" Nada bicara Tania mulai tinggi.

Terkadang, atau bahkan sering Tania berbicara sendiri dan mulai meracau menyalahkan dirinya sendiri. Tania mengalami sakit mental yang parah bukan hanya karena ia sangat merasa bersalah kepada Boby karena abangnya itu tertembak karenanya. Tania juga trauma karena kejadian penculikan itu, yang ia ditampar, di sayat, di gores oleh benda benda tajam. Bahkan karena saking traumanya, ketika ia melihat suster yang membawa peralatan yang tajam, ia akan menjerit histeris.

Dokter yang merawat Tania mengatakan, kemungkinan anak itu akan mengidap skizofrenia jika terus seperti itu. Tapi itu hanya kemungkinan terburuk yang terjadi, selebihnya itu tergantung Tania sendiri bagaimana menghadapi sakit mentalnya.

"Ssssstt. Tania mau sembuh?" Tania Mengangguk di dalam dekapan Jessi.

"Kalo Tania mau sembuh, Tania jangan nyalahin diri Tania sendiri. Tania jangan biarin pikiran pikiran kamu yang nyalahin kamu itu berkeliaran begitu aja, kamu lawan. Kalo kamu udah sembuh kita nanti liat Abang kamu, kamu mau kan liat Abang?" Tania kembali mengangguk.

"Iya kak. Tania mau liat Abang." Dengan saling mendekap, mereka berdua menangis sedih.

***

Di tempat lain, seorang pemuda tengah terbaring lemah di kasur rumah sakit dengan banyak selang selang di beberapa bagian tubuhnya. Pemuda itu tak lain adalah Boby, Boby Narendra.

"Bang. Lo kapan bangun sih? Lo kok betah banget tiduran disini. Cih lemah banget sih lo bang." Bayu Narendra, adik dari Boby.

Ketika Boby akan dibawa ke Australia, Bayu ngotot ingin ikut. Tapi tentu saja ayah dan bunda melarangnya, karena tentu saja Bayu harus sekolah.

"AKU MAU IKUT! AKU MAU SAMA ABANG!" Teriak Bayu saat itu.

"Kamu harus Sekolah! Gak usah keras kepala!"

"GIMANA AKU BISA SEKOLAH YAH, DISAAT BANG BOBY SEKARAT?! GIMANA AKU BISA SEKOLAH SETELAH KEJADIAN ITU?!" Sambil berteriak, Bayu menangis.

Ya sebut saja Bayu lemah karena ia menangis. Tapi Bayu tak memperdulikan itu. Ia hanya ingin terus berada disisi Abangnya. Abang kesayangannya. Walaupun keduanya sering bertengkar, tapi disitulah adik kakak itu menjaga persaudaraan nya. Dibalik mereka yang selalu ribut dan bertengkar, disanalah ada sebuah kasih sayang yang tak terucap.

Hingga pada akhirnya ayah menyetujui itu.

"Lo beneran lemah banget bang. Tau gak udah berapa lama lo tidur disini?" Tanya Bayu pada Boby yang sedang terpejam.

"Lo udah tidur selama hampir tiga bulan bang. Gila! Lama banget kan?" Ruangan itu sepi. Tak ada suara selain isakan tangis Bayu. Kedua orang tua mereka tidak ada disana, entah berada dimana.

"Bang bangun. Lo gak kangen gue apa? Lo gak kangen ayah sama bunda? Lo gak kangen si Jessi mantan kesayangan Lo? Lo gak kangen Tania?" Isakan tangis Bayu semakin kencang saat Ia menyebutkan Tania.

Walaupun keluarga Narendra dan Wijaya berada di dua tempat yang berbeda, tapi mereka selalu saling mengabari. Bayu bahkan tau jika Tania menjadi parah setelah kejadian penculikan itu.

"Bang... Adik kesayangan kita sakit bang. Abang gak mau jenguk apa?" Bayu yang tadi menatap pada wajah Boby, kini sudah menutup wajahnya sendiri, sedih karena orang-orang yang disayanginya sedang berjuang melawan sakit.

"Abang gak mau hibur Tania? Katanya Tania sedih gara-gara Abang gak bangun bangun,"

"Bang, ayo bangun dong. Kita susulin Tania ke Amerika." Tangisan Bayu semakin menjadi, hingga ia menelungkup kan wajahnya di lipatan tangannya yang berada di samping Boby.

Terlalu larut dengan tangisannya, Bayu tak melihat pergerakan tangan Boby. Tak berapa lama, mata Boby yang sebelumnya tertutup kini terbuka.

Pemuda bermata sipit itu melihat sekelilingnya dengan diam. Ruangan berwarna putih, bau obat-obatan yang khas. Kemudian ia menghela nafas. "Rumah sakit." Batinnya berbicara.

Lalu, Boby melihat kesampingnya. Ada Bayu yang masih menangis disana. "Cengeng amat, sampe nangis sesenggukan gitu.", Ucap Boby dengan pelan.

Bayu tersentak dan langsung menegak. "Abang?!" Ia langsung memeluk sang Abang dengan erat.

"Woy sakit badan gue woy!" Jerit Boby tertahan.

"Maap bang. Lo udah bangun bang?!" Pertanyaan bodoh Bayu keluar begitu saja.

"Gue Belom bangun! Ini arwah gue." Jawab Boby sinis yang kemudian dibalas kekehan oleh Bayu.

"Gue seneng banget akhirnya Lo sadar bang. Gue panggil dokter dulu!" Bayu kemudian berlari keluar mencari dokter. Ia melupakan bahwa sebenarnya ia bisa saja memanggil dokter tanpa keluar ruangan, hanya dengan memencet tombol yang ada disamping Boby, dokter pasti langsung datang. Tapi karena terlalu bahagia karena abangnya telah sadar, ia melupakannya.

"Boby telah melewati masa koma nya, kini tinggal masa pemulihan dan perawatan saja." Ucap dokter saat itu.

"Bob, Bunda kangen banget sama kamu." Bunda menangis di pelukan Boby.

"Boby juga kangen sama Bunda, sama semuanya. Udah berapa lama Boby koma?" Tanya Boby saat Bunda sudah melepaskan pelukannya.

"Kamu udah hampir tiga bulan koma Bob." Jawab Ayah datar. Walau terlihat datar, jauh di dalam hatinya ia sangat senang putra sulungnya sudah melewati masa-masa koma itu.

Boby terkejut mendengarnya. "Tania?! Dia gak apa-apa?!" Boby langsung panik saat mengingat adik perempuannya.

Dengan sedih mereka semua menjelaskan kejadian selama Boby terbaring koma. Dari mulai ia yang di bawa ke Australia, hingga Tania yang juga dirawat di Amerika. Sepanjang cerita, Boby benar-benar kaget juga sedih disaat bersamaan. Ia ingat bagaimana keadaan Tania saat ia menemukannya ketika tragedi penculikan itu.

"Terus Ema dan Dony? Mereka gimana?"

"Mereka udah ditangkap. Mereka dibawah pengawasan ketat pihak kepolisian, rumornya mereka akan dihukum pancung, tapi ayah gak tau itu benar atau gak." Boby sedikit lega ketika ayah menjelaskan semuanya.

"B-boby mau ke Tania,"

Ketiga orang disitu berpandangan. "Kita ketemu dia kalo kamu udah sembuh total." Ucap final bunda yang diangguki yang lain, juga persetujuan Boby.

Who Is Tania? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang