Father

13 0 0
                                    

Sepulang sekolah, sesampainya aku di kamar, aku mengambil foto keluarga yang diselipkan diantara pakaianku. Masih ada ayah yang berdiri tegak dengan senyum sabit serta kumis panjangnya. Walau nampak tumpukan kulit keriput telah memenuhi wajahnya tak mengurangi ketampanannya sama sekali. Berbalut kemeja putih bermotif kotak kotak, celana jeans panjang berwarna hitam pekat, dan ya, kopyah hitam telah melingkar di kepalanya yang semakin menambah aura seorang ayah dalam kegigihannya. Disebelahnya ada ibuku yang memakai sesetel baju batik kawung berwarna kuning kecoklatan, wajahnya menampilkan senyum yang cantik, rambut hitamnya yang halus telah tergelung rapi serta kedua tangan yang menggendong bayi kecil yang sedang tidur. Tak lain itu adalah Kaka, cucu pertama mereka. Dan jangan lupakan aku! Aku berada di tengah tengah mereka memakai baju biru dan rok biru jeans yang senada sedang tersenyum dengan rambut berponi yang hampir menutupi mataku. Heheee...aku selalu tersenyum melihat foto ini, satu satunya foto keluarga yang aku punya. Sayang sekali, kebersamaan itu sekarang sudah luntur, pudar seperti tulisan yang disiram air. Bahkan akan musnah bagaikan debu yang diterpa angin kencang. Sejak sepeninggal ayah sekitar 12 tahun yang lalu, kala itu ayah hanya sekedar ayah bagiku. Bodohnya aku waktu itu belum menyadari bahwa kasih sayang ayah sangat penting. Aku belum menikmati sepenuhnya setiap semua perhatian, kepedulian dan kasih sayang yang ia berikan. Aku sedih tidak bisa memanfaatkan kesempatan itu saat ayah masih hidup. Andai waktu bisa diputar kembali, pasti aku akan berlari untuk menikmati kebahagiaan bersama ayah dan ibu. Suara hati lain telah berkata padaku, aku harus bisa mengiklaskan ayah, aku harus bisa bahagia dengan ibu kakak dan orang yang kusayangi. Sampai kapan aku akan terpuruk dalam kerinduan?

Esoknya, aku menjalani hidup dengan sebagaimana mestinya. Bersekolah tempatku belajar dan kulupakan sejenak rindu pada ayah. Setelah istirahat, bu guru yang mengajar matematika membagikan hasil ulangan dua hari yang  lalu. Saat aku menerima, kupejam sejenak mataku, kuhembuskan nafasku perlahan dan membukanya secepat kilat, dan benar, hasil tidak akan mengkhianati usaha. Aku mendapat nilai tertinggi di kelas, walau sebenarnya itu tak terjadi sekali namun sudah beberapa kali padaku. Aku merasa bangga, merasa tak terkalahkan dan tak dapat disaingi namunku lempar jauh jauh pikiran itu. Keangkuhan dan kesombongan akan menjatuhkanku dalam seketika jika aku terlarut dalam menyelaminya.

Aku tidak sepintar yang kalian pikirkan.
Masih ada yang lebih pintar diluar sana.
Sebenarnya aku bodoh, apalagi dalam kewajibanku di rumah
Bahkan aku jarang mengunjungi dapur hanya untuk sekedar memotong bawang

Aku menunduk malu ke bawah. Kepintaranku bukanlah apa apa. Tidak ada yang perlu disanjungkan selagi aku masih belum bisa memperbaiki diri. Seperti pembelajaran, tidak hanya menghafal teori tapi perlu diimbangi praktek. Tiang pun juga tak akan bisa berdiri apabila hanya diletakkan tapi kita juga harus menancapkannya ke tanah dalam dalam. Dengan begitu ia bisa berdiri tanpa perlu penyangga.


Ayah, aku teringat lagi dengan kata itu setelah salah seorang temanku berbincang bincang mengenai sifat ayah mereka. Entah kenapa setiap ada orang yang menyinggung tentang ayah, air mataku selalu saja ingin mengalir membanjiri seluruh mukaku. Ayah seandainya kau masih hidup, aku mungkin bisa bergabung dengan mereka dan menceritakan sosokmu. Aku juga bukanlah putri kecilmu yang kuat. Sekarang aku sudah besar seiring dengan pemikiranku, aku menjadi seperti kaca, aku retak jika tertekan, aku rapuh jika tersentuh, dan mudah terluka di setiap waktu ku mengingatmu. Bayang bayangmu selalu terlintas dipikiranku. Aku selalu memikirkanmu, tidakkah ayah sekali saja datang ke mimpiku? Mengatakan bahwa ‘Nak, ayah merindukanmu

Tinggal menunggu beberapa bulan lagi, aku akan lulus dan tamat SMK. Sedikit lagi aku pasti bisa lolos dengan nilai yang memuaskan. Aku ingin segera menggapai cita citaku di depan sana. Aku ingin mengejar hal yang sangat jauh itu!  Disini, di dalam hatiku yang dalam,niat serta do’aku kutujukan untuk membahagiakan orang tuaku, untukmu ibu, biarkan aku menjadikanmu  tali untuk menarik apa yang akan kucapai dengan do’a mu. Tetaplah disisiku, temani masa susah dan senangku. Untukmu ayahku, disana lihatlah aku sedang berjuang untuk menjadi wanita hebat. Aku pasti bisa! Keadaan ini akan membuatku belajar mengenai makna kehidupan serta mengambil hikmah dari setiap hal manis maupun pahit yang kualami. Kini aku jauh lebih tenang. Ayah, percayalah putri kecilmu ini akan semakin tumbuh menjadi pribadi tangguh lebih dari yang kau bayangkan. Kini do’a menjadi satu satunya alat komunikasi denganmu. Karena aku percaya Tuhan Maha Pendengar.

 Karena aku percaya Tuhan Maha Pendengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AYAH [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang