BAB 2.1 - Krisis Kepribadian

74 1 0
                                    

"Kabar gembira!!" itulah teriakku keras-keras di kamar. Sangat menggembirakan. Aku baru saja menerima pesan dari teman buleku, dia akan ke Bukittinggi, pergi jalan-jalan bersama keluarganya.

"Kapan?" tanyaku.

"Hari Minggu, aku hanya sehari di sana." jawabnya.

"Tidak kusangka kamu akan kesini."

"Ini hadiah untukku, karena menjadi lulusan terbaik di sekolah."

"Kenapa kamu memilih Indonesia?"

"Karena ada kamu, Hahaha," dia terkekeh.

Dia mulai lagi, yaa begitulah, kadang kami sudah seperti teman akrab saja, meskipun perkenalan kami berawal dari debat keagamaan.

"Izz, kamu akan ke bukittinggi juga, Kan?"

"Insya Allah,"

"Jawab yang pasti dong?"

"Iya, agamaku mengajarkan untuk menyerahkan urusan kepada Tuhan, jadi kita tidak bisa asal janji, kita harus mengatakan, 'Jika Tuhan mengizinkan,' apabila membuat janji."

"Aku percaya dengan itu."

"Kami di Eropa, diajarkan untuk tepat janji."

"Iya."

Ketika sedang berjalan-jalan di sekitar indekos, aku bertemu dengan Mira. Dia berjalan sendiri menuju kosannya. Kebetulan kosan kami searah. Kosanku berada tepat di samping sekolah, sedangkan kosan dia 5 rumah setelah indekosku.

"Mir," panggilku.

Dia bergegas menghampiriku, "Nah, untung aku bisa ketemu kamu langsung."

"Ada apa memang?"

"Ituloh, soal kegiatan hunting tourist."

"Eeeh. Aku kan diskors? Jadi ga bisa ikut."

"Siapa bilang? Miss tetap memintamu untuk pergi."

"Ke Bukittinggi, kan?" tanyaku tersenyum. Ahaa. Aku dapat ide.

"Tapi kamu tidak ada kelompok, jadi kamu harus mencari turis dan mewawancarainya seorang diri.

"It's doesn't matter!!"

Setelah dia beranjak pergi, aku segera masuk ke kosan, untuk memulai sumedi dalamku. Aku berencana akan merenung sedikit tentang masalaluku, tentang kejadian-kejadian yang sudah kulewati. Aku ingin dapat ide, yah, ide untuk menulis status. Hehe.

Akhir-akhir ini masalah nikah muda sangat menarik perhatian teman-temanku. Ada apa? Hal ini berawal dari sekelompok orang yang mengatakan dirinya 'hijrah', atau istilah sekarangnya 'jomblo fi sabiilillah'. "Allahuakbar," komentarku terkekeh.

"Kata orang, nikah itu jangan ditunda-tunda," nasihat seorang teman.

"Nikah itu adalah ibadah paling enak dan paling lama. Yakni seumur hidup."

Siang itu, beberapa teman tampak sedang serius menyimak pembicaraan antara Bayu dan Akbar. Ada apa? Aku mendekat, ingin tau juga.

Ketika aku tiba di forum mereka, "Nah, ini dia, untung kamu datang, Iz," seru Bayu.

"Ada apa memang?"

"Begini, coba kamu jelaskan, kenapa nikah muda itu penting!" pintanya.

"Ha? Nikah muda?" kataku sambil menarik sepucuk kursi untuk duduk di dekat mereka. Semua mata tertuju kepadaku, mengisyaratkan ke-kepo-an.

"Soal nikah muda, aku rasa engga penting-penting amat."

"Bagaimana engga penting? Bukankah nabi menyeru kepada pemuda, manistathoo'a minkumul baa'ata fal yatazawwaj?"

Pengantin PeradabanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang