BAB 5.1 - Di Kedutaan Perancis

62 3 0
                                    

Ada satu masalah yang cukup menguras tenaga, waktu, dan uang, yaitu pengurusan administrasi pernikahan kami.

Sebagaimana yang tadi sudah diterangkan oleh istriku tercinta, Alyssa.

"Jadi namamu Alyssa Flannery Hee?" tanya Ketua RT itu kepada istriku sambil menyandar di sofa biru ruang tamunya itu, dia merokok, meskipun sekarang mentari sudah mulai redup, tetapi nafsu merokoknya belum redup, bahkan masih membuncah, aku hanya berusaha memaklumi, dan aku tidak rela istriku terkena asap rokok laki-laki lain, untung saja di sana ada kipas angin, jadi asap rokok tersebut tidak mengenai istriku.

Setelah istriku mengangguk, Pak RT itu bertanya kepadaku, "Bagaimana kamu bisa mendapatkan istri secantik ini?" godanya. Aku jadi malu-malu bangga gimanaa gitu hehe.

"Yaa wajar, Pak. Orang seganteng saya ini memang takdirnya dapat istri secantik ini. Hahaha." jawabku sambil tertawa, diikuti oleh tawa Pak RT.

Alyssa bingung melihat kami berdua tertawa, "Apa yang kalian tertawakan?" tanyanya bingung.

Aku dan Pak RT saling pandang, terdiam, "Tidak apa-apa kok," kataku.

Dia cemberut melihatku, aku terpaksa mengatakan yang sesungguhnya, tentunya dengan bahasa Inggris.

Dia terkekeh mendengarnya, "Sayang, sejak kapan kamu bisa narsis begini. Haa?"

"Faktanya aku memang ganteng, haha," jawabku terkekeh juga, Pak RT geleng-geleng aja melihat kami berdua.

"Kalian memang cocok sekali," katanya dalam bahasa Inggris yang agak terbata-bata.

Kemudian, Pak RT memberikan kepada kami selembar surat pengantar yang telah beliau bubuhi tanda tangan, "Minta tanda tangan Pak RW di sini," ujarnya menunjukkan blangko kosong yang ada di surat itu, "Setelah kamu mendapatkan tanda tangan Pak RT. Kamu harus membawa surat ini ke kantor kelurahan, jangan lupa melampirkan fotokopi KTP, akta kelahiran, dan kartu keluarga. Setelah diproses, kamu akan diberikan surat N1, N2 dan N4 untuk proses di kecamatan nanti."

"Wah, terimakasih banyak ya, Pak," lalu aku menjabat tangannya, lalu minta diri. Istriku tidak menjabat tangannya, dia hanya menelungkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, "Biar bagaimana pun, aku tidak rela istriku disentuh oleh laki-laki yang tidak mahramnya," ujarku kepada Alyssa ketika malam pertama kami.

Dia lingkarkan tangannya di leherku, "Tubuh ini hanya untukmu, dan seluruhnya for yourself and your eyes only."

Hari berikutnya, kami pergi ke Pak RW dan mendapatkan tanda tangan darinya, beliau tampak bahagia sekali dengan pernikahan kami.

"Bapak sangat bangga dengan adanya orang Indonesia yang menikah dengan orang Perancis, dan dia tinggal di wilayah otoritas Bapak," ujarnya tersenyum.

"Bapak pikir, mungkin Alyssa nantinya bisa mengajarkan bahasa Perancis kepada anak-anak di sini," pintanya dalam bahasa Inggris yang baik. Tentu saja baik, Pak RT ini tamatan S1 prodi sastra Inggris.

"Jangankan anak-anak di sini, Pak. Suaminya saja belum diajarkan. Hehe," kataku sambil melirik dia. Alyssa tertawa mendengarnya, "Kalau suamiku sudah mempersunting orang Perancis, dia pasti akan bisa berbahasa Perancis."

"Kabar baiknya, Izzuddin telah mempersunting orang Perancis seanggun kamu," sela Pak RW membuat Alyssa tersipu.

"Izzuddin, jaga istrimu baik-baik ya!" ujar Pak RW.

"Insya Allah, Pak. Dengan sekuat tenaga."

Setelah tanda tangan didapatkan, kami meluncur ke kantor kecamatan.

Ketika tiba di sana, sudah ada Pak Camat yang menunggu kami. Jarang-jarang ada Pak Camat rela menunggu kedatangan warganya.

Beliau mempersilahkan kami masuk ke kantornya, "Silahkan masuk."

Pengantin PeradabanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang