BAB 5.0 - Di Kedutaan Perancis

72 2 0
                                    

Hari pertama yang mengesankan, tidur dengan laki-laki yang baru saja kutemui kemaren ini. Aku terlelap di dalam pelukannya hingga kami bangun, pukul 4.00 AM.

Kami berdua mencuci muka dan gosok gigi bersama-sama, "Kamar mandi yang cukup bersih."

"Kamu tidak mandi?" tanyanya kepadaku.

Kujawab spontan, "Dingin, Sayang," lalu dia peluk diriku erat-erat, seolah memberikan kehangan kepada tubuhku, bulu kudukku seketika naik, ada perasaan bahagia tersendiri, keindahan tersendiri.

"So soon. Kamu membuat diriku merasa seperti ratu, aku terbang, Yang. Terbang!" ceracauku meraih punggungnya untuk kupeluk dari depan. Mesra sekali. Ah, betapa beruntungnya diriku.

Kami berdua kemudian berwudhu, lalu mengganti pakaian dengan yang lebih rapi.

"Sayang, kamu akan ke mana?" tanyaku, melihat suamiku bergegas ke luar, "Padahal baru pukul 5 kurang, Sayang," sambungku.

Dia berhenti sejenak di depan pintu, melongok ke arahku, "Sayang, laki-laki muslim menunaikan salat wajib berjamaahnya di masjid."

Aku baru tahu mengenai ini, entah apa alasannya. Melihat wajahku bingung bertanya-tanya, "Itu bedanya laki-laki soleh dengan solehah," sambungnya terkekeh.

"Dasar!" jawabku ikut tertawa, dia kemudian menuruni tangga itu.

Tidak lama setelah suamiku berangkat, terdengar olehku suara sahut-sahutan dari berbagai penjuru masjid. "Allahuakbar, Allahuakbar ..."

"Apakah ini yang dinamakan dengan adzan?" tanyaku sendiri.

Benar-benar merdu, suara ini bahkan tidak pernah kudengarkan di Perancis, maupun di Finlandia. Sahut-sahutan ini bak seuntai permata nan indah yang bisa didengarkan. Sontak hatiku merasa sangat tenang, tentram, dan kekuatan imanku rasanya bertambah. Izuddin pernah mengatakan kepadaku, bahwa panggilan adzan ini merupakan panggilan cinta dari Tuhan untuk manusia, Tuhan memanggil kita dengan "Hayya 'ala al falaah!" yang artinya "Marilah meraih kemenangan."

Dia juga mengatakan bahwa, ketika salat, kita datang menghadap Tuhan, membawa sedemikian banyak masalah, jika salat kita benar, permasalahan hidup kita akan diselesaikan oleh Tuhan, akan diberikan jalan keluar olehnya, dalam kitab sucinya, The Noble Quran, Tuhan berkata, "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan istiqomah, Allah akan menyediakan jalan keluar atas segala permasalahannya."

Aku tersadar dari lamunan panjangku ini, ada yang kurang dari diriku, aku belum bisa membaca firman Tuhan, yakni Al Quran. Izzuddin mengatakan, "Jika membaca surat dariku saja sudah membuatmu merasa dicintai, bangga, dan sangat bahagia, lalu bagaimanakah rasanya jika kamu membaca surat dari Tuhan? Dari pencipta segalanya, pencipta diriku, dirimu, dan cinta kita."

Waktu bergerak melambat rasanya, seperti efek slow-motion. Kenapa Izzuddin lama sekali, ya? Aku merasa sangat bosan sendirian saja di indekos, padahal Izzuddin belum lama ini berangkat ke masjid.

Kudengar langkah kaki Izzuddin menaiki tangga, hatiku berdetak gembira, suamiku sudah pulang. Tapi benarkah itu suamiku? Kumelangkah dan mengintip dari jendela, kulihat pujaan hatiku bergegas naik. Sepertinya dia tidak sabar ingin segara bertemu denganku, menghabiskan masa-masa honeymoon-state kami ini. Uwuuu sayang.

Dia masuk, kuraih tangannya dan kucium dengan penuh hormat. Dia pantas mendapatkan penghormatan yang setinggi-tingginya dariku, dari istrinya ini.

"Tidak bersiap-siap ke sekolah?" tanyaku sambil duduk di sampingnya, karena di kamar yang ukurannya sedang ini tidak ada sofa, jadi kami duduk di atas ranjang saja.

"Aku kan sedang diskors selama dua pekan, Yang," jawabnya sambil menghela nafas panjang.

"Kamu pasti senang, 'kan?" selidikku sambil tersenyum nakal.

Pengantin PeradabanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang