Part 4

4.4K 257 18
                                    

Siapa dia, Mas? Apakah dia pembantu baru di sini?" tanya wanita yang berada di samping suamiku.

____________

Mendapat pertanyaan seperti itu bukannya mas Malik membelaku, dia malah menyuruhku membuatkan minum untuk mereka. Sakit rasanya bila tak dianggap oleh suami sendiri! Namun, tak ada yang bisa aku lakukan selain sabar dan ikhlas menjalaninya. Dua teh hangat di dalam gelas dan stoples biskuit kuberikan pada mereka, lalu aku pergi ke taman belakang.

Aku duduk termenung di taman belakang, bunga-bunga bermekaran yang semerbak harumnya menyentuh penciumanku.

Aku mencoba memejamkan mata, membiarkan angin menyapu setiap inci dari wajahku. Merasakan kesejukan yang menyeruak ke dalam kalbu dan melupakan sejenak masalah yang datang silih berganti di hidupku.

Aku paham ... aku ini siapa
Aku sadar ... aku tak banyak harta
Namun, apakah orang sepertiku tidak pantas untuk merasakan bahagia?

"Sedang apa kau di sini?" tanya seseorang yang suaranya terdengar tidak asing lagi di telingaku.

Aku tersenyum seraya pura-pura celingak-celinguk mencari seseorang.

"Lho, Mas. Kemana mbak cantik yang tadi? kok tidak bergelayut manja lagi di tanganmu." Aku mengucapkannya setengah kesal tapi puas telah berhasil membuat pipinya terlihat memerah, entah menahan marah atau malu.

"Jangan mengalihkan pembicaraan! Apa yang sedang kau lakukan malam-malam seperti ini di sini?" tanya mas Malik kembali dengan suara sedikit keras.

"Aku hanya sedang menikmati suasana malam di sini! Daripada di dalam harus melihat Mas Malik bermesraan dengan yang bukan mahram, mengotori mataku saja!" ucapku datar.

"Makanya jangan menjelekkan orang lain, kalau Mas sendiri masih gemar melakukannya!" Lanjutku kembali.

"Apa maksudmu? Aku tidak melakukan yang macam-macam dengan wanita tadi."

Aku mendelik dan tersenyum sinis kepadanya.

"Bukankah bersentuhan dengan yang bukan mahram saja itu dosa, Mas? Apalagi kalau berpeluk-"

"Jangan asal bicara! Seakan-akan dirimu suci saja, Aisya."

Untuk pertama kalinya dia menyebut namaku, terasa nyaman walaupun dia sedang berbicara tidak baik denganku.

"Aku tanya sekali lagi, apakah Mas pernah melihatku tidur bersama pria lain?" tanyaku lirih. "Kalau belum pernah, berarti, Mas tidak berhak berkata seperti itu padaku." Entah keberanian dari mana, aku berani berkata seperti itu kepadanya.

"Kau-"

"Mungkin Mas Malik mengira, aku menikah denganmu hanya karena harta, akan kubuktikan kalau itu semua tidaklah benar."

"Apa yang akan kamu lakukan?"

"Mas tidak perlu memberiku uang, Aisya akan mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan diriku sendiri."

Tanpa menjawab, kulihat mas Malik masuk kembali ke rumah. Namun, tekadku sudah bulat, besok aku harus mulai mencari pekerjaan. Aku tidak ingin terus-menerus dianggap wanita yang hanya menginginkan hartanya saja.

_________

Pagi-pagi sekali aku sudah menyiapkan sarapan, lalu membersihkan rumah dan menyiram bunga di taman. Setelah selesai semua, aku langsung membersihkan tubuhku dan bersiap untuk mencari pekerjaan. Aku harus kuat, aku harus menunjukkan kalau aku bukanlah wanita yang lemah dan mudah menyerah.

Kupakai gamis yang terkesan sederhana, dipadukan dengan jilbab berwarna merah marun. Tak perlu berias yang mewah, hanya bedak tipis dan pewarna bibir yang cukup untuk menutup bibirku yang terlihat sedikit pucat.

Lantunan Cinta Aisya (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang