chapter 3

575 64 5
                                    

hai... hai... semuanya. mumpung lagi liburan, aku akan kasih hadiah untuk semuanya dengan ngepost 'brownies' dan 'berdamai dengan waktu' dua kali dalam sehari sampai tanggal 31 desember, untuk menemani kalian para readers setia selama holiday. Jadi, selamat menikmati dan happy reading 😘😘😘

Jam sudah menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh. Fanya bersiap-siap untuk pulang. Sedikit ada keuntungan bekerja di kantor teman sendiri, jadi dia tidak perlu susah untuk izin. Tapi itu bukan berarti Fanya Sering memanfaat status pertemanan mereka. Dia hanya memanfaatkannya di saat terdesak seperti ini. Gita memintanya untuk menginap malam ini bersama Kyla dan Lexa. Jadilah dia harus pulang lebih dulu untuk mengambil pakaian dan pergi ke rumah gita. Bayangkan saja, dia bekerja di daerah barat, harus pulang ke pusat dan pergi ke selatan. Fanya merasa mengarungi lautan samudera. Ini pun jika dia hitung-hitung, dia baru akan sampai di rumah Gita pada pukul delapan malam. Bayangkan saja dari pusat ke selatan. Membayangkan lautan mobil saja sudah membuatnya muak.

Fanya berjalan dengan tergesa-gesa di lobby kantor. Dia harus segera pergi atau ia akan terjebak di kemacetan. Tapi saat ia melihat lelaki itu berdiri di pintu depan kantor bersandar pada dinding. Fanya merasa dia tidak akan bisa menjalankan rencananya dengan cepat. Anak laki-laki itu memainkan kunci mobil di tangannya. Dan senyumnya sungguh membuat Fanya merasa kesal. Karena setiap melihat senyumnya, ia selalu membayangkan sentuhan lelaki itu di pipinya. Fanya menghela napas untuk menghilangkan degup jantungnya. Mungkin itu hanya perasaan tidak nyaman yang ia rasakan setiap kali bertemu dengan anak kecil itu. Elak Fanya pada perasaannya sendiri.

Fanya berusaha tak menghiraukan anak kecil itu. Ia tetap melangkah dan melewati Aglan. Namun, Fanya tercekat saat tangannya ditarik dengan sangat mudah. Dan saat ia sadari, tubuhnya sudah berada dalam pelukkan Aglan. Anak kecil itu mengurungnya di antara tembok pilar dan tubuh tegapnya. Mereka hampir tak berjarak. Tangan laki-laki itu berada di kiri kanan Fanya, membuatnya benar-benar tak bisa lari darinya.

"Ck, baru kali ini, ada perempuan yang ngehindar dari gue!" Ucapan Aglan terdengar seperti bisikan di telinga Fanya. Membuatnya bergidik ngeri. Suaranya teramat dekat dengan kupingnya, membuat Fanya merasa sangat tidak nyaman. Bagaimana dia bisa merasa nyaman, di saat jantungnya berdetak tidak jelas. Dan napasnya seakan tertahan karena merasakan hembusan napas laki-laki di depannya. Apa dia sudah benar-benar gila?

Aglan menatap Fanya lekat. Wanita yang ia lihat di pernikahan kakaknya. Dan entah kenapa di saat hari itu ia sudah menetapkan kalau dia pasti akan menikahinya. Mungkin terdengar gila, tapi perasaannya itu tak bisa ia hindari. Walau pun penolakan terlihat jelas dari mata indah wanita ini dan itu membuatnya semakin menginginkannya. Dan bibir yang tak henti merutuk itu, rasanya ingin ia menciumnya dan memilikinya. Agar ia bisa memilikinya seutuhnya.

Aglan menarik Fanya ke dalam pelukannya. Tak memedulikan penolakan dari wanita di hadapannya, ia tetap mengurungnya dalam pelukan. Sebelah tangan Aglan menyentuh pipi chubby wanita di depannya. Dia sangat suka menyentuh pipi Fanya yang terasa lembut. Belum lagi rona merah yang terlihat jelas di sana. Bukan karena blash on yang berlebihan, tapi karena perasaan gugup yang di rasakan wanita di depannya.

Masih memainkan tangannya di pipi Fanya. aglan berucap,"Oke aunty, gue bakal lepas pelukkan gue, tapi dengan satu syarat, gue antar lo pulang, gimana?" Ucapnya, mata Fanya membulat. Semakin membuat Aglan gemas. Apa laki-laki ini sudah benar-benar gila?

"You wish, boy!" TolakFanya. Dia masih meronta, mencoba melepaskan tubuhnya dari lelaki di hadapannya. Tapi sayang pelukan lelaki itu sangat erat dipinggangnya. Dan lagi-lagi senyum menyebalkan itu menghiasi bibirnya. Membuat Fanya semakin kesal. Rasanya Fanya ingin menghantam kepala anak kecil ini dengan kayu untuk mengembalikan kewarasannya. Atau lebih baik dia yang harus disadarkan? Karena sejak tadi jantung dan napasnya sudah terasa tidak normal.

"Terserah. Gue sih gak keberatan temenin lo di sini sampai malem," Ucapnya, sambil mengeratkan pelukannya pada Fanya. wajah mereka semakin tidak berjarak dan perlahan wajahnya mendekati telinga Fanya dan berkata, "Dan gue bersedia meluk lo di gedung ini semalaman." Lanjutnya dan mengecup pipi Fanya lembut. Bukan di pipinya, melainkan di ujung bibir Fanya. Fanya menegang karena ciuman laki-laki itu. Ada gelenyar aneh di dadanya. Fanya menarik napas dan menghembuskannya. Mencoba menormalkan detak jantungnya.

"Oke! Gue ikut lo," Ucap Fanya. "Sekarang lepasin!" lanjutnya. Aglan tersenyum penuh kemenangan. Dilepaskannya pelukan di pinggang Fanya. Dan saat Aglan melepaskannya. Dengan cepat Fanya menendang tulang kering kaki Aglan.

"Makanya boy! Jangan kurang ajar sama yang lebih tua!" Ucap Fanya yang langsung berlari keluar dari gedung. Mobil biru wanita itu sudah menunggunya hampir lima belas menit.

Aglan menatap mobil biru itu pergi dan perlahan senyumnya mengembang. Dia semakin menyukai wanita itu. Aglan menggelengkan kepalanya merasa konyol pada dirinya sendiri. Seakan dia sudah memperingati dirinya sejak dulu, kalau pada akhirnya dia akan terluka karena penolakan wanita itu. Tapi Aglan seakan tidak mempedulikannya, ia sudah jatuh terlalu dalam dan yang ia inginkan adalah Fanya. Wanita yang sudah ia cintai sejak pertama kali ia melihatnya setahun yang lalu.

"I love you, aunty" Ucapnya.

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang