chapter 22

393 34 0
                                    


Berendam di jacuzzi membuat Fanya merasa lebih baik. Tubuhnya kembali segar, setelah hampir satu jam berendam. Fanya beranjak dari jacuzzi dan berjalan mengambil bathrobe. Saat menatap ke arah kaca, Fanya memperhatikan tubuhnya dari leher hingga ke dada, dia tercengang saat melihat tubuhnya dari kaca. Terlalu banyak kissmark dari aglan. Yang membuatnya bingung adalah di bagian leher. Apa yang harus ia kenakan nanti? Karena tanda kissmarknya tidak hanya satu. Terlalu banyak kissmark dilehernya. Fanya mendengus dan berjalan keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe yang tersedia. Dia berjalan keluar, kemudian mencari pakaiannya semalam. Aglan menculiknya ke villa ini jadi dia tidak membawa apapun ke sini.

Fanya memperhatikan kamarnya yang sudah sangat rapih dan tidak ada sisa atau pun barang-barang yang berceceran. Lalu kemana bajunya? Tidak mungkinkan dia pulang dengan bathrobe? Di saat sedang kebingungan, tatapan Fanya teralihkan ke kasur. Kasur itu juga sudah rapi dengan seprai baru dan tidak ada jejak semalam di kasur itu. Tapi tetap saja pipi Fanya masih merona saat melihat kasur itu. Dia mencoba untuk mengalihkan tatapannya dari bayangan sendiri dan mengambil satu dress selutut bertangan panjang yang tergerai di sana. Beserta dengan pakaian dalam yang berada di bawah dress. Fanya menggigit bibirnya menahan tawa. Entah kapan dan bagaimana suaminya itu bisa membelikan ini semua.

Memakai dress yang Aglan belikan untuknya, dia menaut dirinya di cermin dan sedikit memberi riasan pada wajahnya. Dia tak membutuhkan blush on, karena tanpa benda itu pun suaminya bisa membuatnya seperti udang rebus. Sekali lagi Fanya menatap dirinya di cermin. Bayangan kemesraan suaminya sungguh membuatnya merona. Pipinya kembali memerah membayangkan cumbuannya. Sentuhannya. Kecupannya. Juga kehangatannya.

"Sayang, kamu sudah selesai?" Suara Aglan membuyarkan lamunannya. Ia mengangguk pelan. Mengambil tas tangannya dan berjalan keluar. Aglan berdiri di depan pintu seakan menunggunya keluar. Suaminya itu tersenyum menatap wanita cantik dihadapannya. dan melangkah mendekati Fanya, lalu merangkul pinggangnya posesif.

"Kenapa kamu terlalu cantik?" tanya Aglan dengan nada menggoda." Aku takut akan ada lelaki lain yang akan lirik kamu." Godanya lagi.

"Apaan sih?! Siapa juga yang mau sama cewek yang hobi makan?" elak Fanya.

"Aku," jawab Aglan santai. Fanya hanya tertawa dengan perkataan Aglan.

"Udah ah gombalnya nanti kesiangan," Aglan tertawa kecil, sambil menggenggam tangan Fanya dan berjalan keluar. Mobil mereka sudah berada di depan lobi dengan seorang penjaga villa yang terlihat menunggu mereka di depan. Aglan melirik Fanya yang menatap jendela. Dengan santai Aglan menarik Fanya kedalam pelukannya. Membuat Fanya sedikit terkejut. Namun ia tak bisa membohongi rasa bahagia yang menyusup di hatinya.

♥♥♥

Sepanjang perjalanan pulang dari Villa, keduanya lebih banyak berbicara. Sesekali Aglan menyelipkan candaan dan gombalan membuat Fanya hanya tertawa dan tersipu malu. Aglan pun tak pernah merasa ragu untuk menautkan jemari mereka dan sesekali mencium tangan Fanya. Semenjak kedua orang tuanya pergi, Aglan tidak pernah merasakan lagi yang namanya keluarga. Orang tua Elmo pun berpisah dan menjalani hidup masing-masing. Hanya saja, dia terbentur dengan janjinya pada papa untuk menjadi anak yang pintar, sementara kakak sepupunya itu memilih untuk menjadi masalah dalam keluarga.

Aglan tidak pernah merasa yang dilakukan Elmo itu salah, karena dia merasakan apa yang di rasakan kakaknya itu. Kesepian. Terkadang dia pun mengikuti kakaknya itu ke acara party, atau bermalam di bar. Setidaknya dia tetap menjalankan tugasnya dengan baik, menjadi seorang mahasiswa jurusan MBA dan bekerja di perusahaan keluarga.

Bagi Elmo dan Aglan, mereka tidak pernah memusingkan siapa yang akan di angkat untuk menjadi pemegang perusahaan nanti. Tapi mereka tahu, orang tua Elmo menginginkan putranyalah yang naik menjadi pemegang perusahaan. Memikirkan keluarganya membuat Aglan melupakan wanita yang ada di sampingnya, dia tersenyum melihat Fanya yang sudah membuka kaca mobil dan membiarkan angin berhembus masuk.

"Aku suka wangi parfume kamu. Wanginya gak terlalu berlebihan." Ucap Aglan.

"Gita yang sering beliin aku, jo malone cherry blassom. Kebetulan juga aku emang suka sama wanginya, " jawab Fanya. Masih mengemudikan mobilnya, lelaki itu kembali menatapnya dan berkata, "Tapi aku lebih suka sama si pemakai parfumenya."

Fanya harus menahan tawanya karena perkataan suaminya," gombal banget sih! Liatin jalanan sana. Entar malah nabrak lagi." sambil menepuk lembut pipi lelaki itu. Aglan pun tak lagi mengelak dan kembali fokus pada kendaraan. Fanya merasa ada yang berubah di antara mereka sejak tadi pagi. Fanya merasa lebih rilex bersama Aglan, dia juga tidak berpikir Aglan hanya anak kecil lagi. Seakan dirinya sudah menerima suaminya sepenuhnya.

"Kalau lo belum nerima laki lo seluruh kekurangannya, susah buat lo untuk nerima seluruh kelebihannya," ucapan Kyla beberapa hari lalu seakan kembali tersirat di kepala Fanya. Dia menatap suaminya yang masih mengemudi dan memasuki tol Jakarta. Untuk ukuran wajah dan tubuh Aglan sangatlah sempurna. Tidak ada cacat apapun dalam dirinya. Dia juga sangat cerdas dan bisa mengatur seluruh pekerjaan dan kuliahnya dengan sangat teratur. Kekurangan yang ada di dirinya hanyalah karena dia lebih muda darinya. Sifat kekanakannya yang terkadang ia tunjukkan pada Fanya. Mungkin karena ia merasa kurang perhatian dari saat kedua orang tuanya meninggalkannya. Dan di tambah kelakuan usil dan pemaksanya. Fanya masih menatap Aglan yang ada di sampingnya. Pria itu terlihat fokus pada setir mobil dan sesekali jemarinya menggenggam jemari Fanya.

"Aku ingin mencintai kamu, seperti kamu mencintai aku," ucapan Fanya membuat suaminya itu menoleh dengan wajah terkejut. Dia benar-benar tidak menyangka dengan yang Fanya katakan.

Aglan tersenyum dengan perkataan istrinya, tanpa berkata apapun ia mengecup buku-buku jari Fanya. Setiap manusia pasti menginginkan satu cinta dalam hidupnya. Entah dalam bentuk apapun itu, dan Aglan berharap cinta Fanyalah yang akan memudarkan seluruh kesepian yang ia rasakan selama ini. Keduanya hanya saling tatap tanpa berkata apapun. Sampai klakson mobil di pintu tol, membuat mereka tersadar dan tertawa karena kebodohan mereka.

*****

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang