chapter 4

516 62 0
                                    

hai... hai... semuanya. mumpung lagi liburan, aku akan kasih hadiah untuk semuanya dengan ngepost 'brownies' dan 'berdamai dengan waktu' dua kali dalam sehari sampai tanggal 31 desember, untuk menemani kalian para readers setia selama holiday. Jadi, selamat menikmati dan happy reading 😘😘😘

Aglan masih memandangi kepergian Fanya dan rasanya untuk hari ini dia harus beristirahat dan mencobanya lagi hari esok. Baru saja ia melangkah untuk pergi, suara panggilan di ponselnya. Aglan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan melihat nomor kakak iparnya di layar ponsel.

"Kenapa kak?" tanya Aglan.

"Glan, Elmo Masih di kantor?" tanya Gita.

"Iya, kak. Kenapa?" balas Aglan. Kakak iparnya itu seperti terdiam dan kemudian kembali bertanya, "Kalo Fanya?" tanya Gita.

"Baru aja balik, kak. Kenapa?" Aglan semakin bingung dengan kakak iparnya itu. Sebenarnya yang dia cari sebenarnya siapa?

"Aduh, dia pasti telat lagi, deh!" Rutuk Gita.

Aglan seperti mendapatkan sebuah jalan. Gita menjelaskan pada Aglan, kalau dia dan teman-temannya merencakanan menginap di rumah malam ini. Karena kemarena Fanya marah pada teman-temannya dia melupakan rencana mereka dan tidak membawa pakaian ganti. Jadi Fanya harus pulang dulu untuk mengambil perlengkapan.

"Emang rumahnya dimana?" tanya Aglan. Gita menjelaskan alamat rumah Fanya di Jakarta pusat. Tidak terlalu sulit untuk Aglan memahami rute jalan. Terkadang kita tidak akan tahu bagaimana semesta membantu. Jadi, jangan di buang saat kesempatan itu datang. Aglan segera mematikan ponselnya dan segera memasuki mobilnya dan pergi menjemput kesempatannya yang semesta berikan.

Aglan memandang rumah Fanya, dia baru saja sampai karena jalan ke rumah wanitanya sangat rumit dengan traffic yang seperti jalan neraka. Aglan memandang rumah mungil dengan pagar berwarna hitam. "I got you, aunt!" Bisiknya.

****

Fanya terbangun pukul enam malam. Karena kelakuan anak kecil sialan itu membuatnya sakit kepala dan sesampainya dia di rumah Fanya langsung tertidur. Dia berjalan keluar dari kamarnya dan mencium wangi masakan bunda membuat perutnya kembali berbunyi. Baru saja Fanya berjalan menuruni tangga untuk melihat masakan bunda, suara ponsel membuatnya membatalkan niatnya. Gita? Fanya menepuk keningnya, ia lupa kalau malam ini ia akan bermalam di rumah Gita bersama sahabatnya. Fanya segera kembali ke kamarnya dan mengambil seluruh barang-barang untuk menginap di rumah Gita. Sebelum jalan juga dia menyempatkan diri untuk mandi terlebih dahulu. Wangi strawbery menguar dari tubuhnya. Tidak lupa Fanya merias wajahnya dan berjalan keluar, bersamaan dengan itu ponselnya kembali berdering.

"Ya Git, gue on the way." Ucap Fanya memotong ocehan yang akan Gita keluarkan. Tanpa mendengar ucapan Gita, Fanya mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam tas. Namun saat Fanya menuruni tangga dan melihat kea rah ruang tamu. Seorang laki-laki duduk di bangku sofa bersama ayah dengan satu papan catur di meja. Ayah terlihat senang karena baru kali ini ada yang menemaninya. Mungkin, karena selama ini tidak ada yang bisa menemaninya bermain catur di rumah. Bunda juga menyajikan kue brownies untuk Aglan.

Fanya bisa melihat kebahagiaan di wajah bunda dan ayah. Entahlah, mungkin karena Fanya tidak pernah membawa seorang laki-laki ke rumahnya. Dan kali ini ada seorang laki-laki bodoh yang datang dan seakan mereka berharap lebih pada seorang anak laki-laki yang umurnya jauh di bawah Fanya. Apa ayah dan bunda tidak menyadari umurnya?

"Hai, aunt," Sapanya dengan senyum manis saat menyadari kehadiran Fanya. Dia merasa benci dengan panggilan cowok itu padanya. Seakan mengejeknya karena umurnya yang sudah sangat tua. Fanya mendengus pelan dan bingung bagaimana lelaki itu mengetahui rumahnya? Lelaki itu dengan santai memakan brownies buatan ibunya dan meneguk habis tehnya. Fanya tak suka dengan senyum laki-laki itu, yang seakan mengejeknya.

"Ngapain lo ada di sini?" tanya Fanya.

"Kak Gita nyuruh gue untuk jemput lo, karena tau lo pasti bakal telat," Jawabnya. Fanya rasanya ingin mencekik sahabatnya itu yang seenaknya saja memberitahukan rumahnya pada anak kecil ini.

Aglan beranjak dari sofa dan berpamitan pada ayah dan bunda dengan sangat sopan,"Om Tante, kami jalan dulu ya. Takut kemalaman." Dengan santai ia menarik tas pakaian Fanya dan menggenggam tangannya. Fanya mencoba melepaskan tangan lelaki itu. Namun lelaki itu terlihat keras kepala dan tetap mengandeng tangannya.

"Bun, aku nginep rumah Gita ya. Soalnya Elmo mau pergi ke Australia. Jadi aku temenin dia dua malam ini," Pamit Fanya. Fanya sudah berniat untuk kembali menendang tulang kering anak laki-laki ini lebih keras dan pergi dengan mobilnya. Tapi Aglan berhasil menghindarinya dan membawanya ke mobil. Membukakan pintu untuknya dan mempersilahkannya untuk masuk. Kalau saja dia tidak ingat janjinya dengan Gita, dia memilih untuk tetap berada di rumah daripada harus ikut dengan laki-laki gila ini.

Sebelum pergi Fanya sempat memperhatikan bunda dan ayahnya yang tersenyum geli dan melambaikan tangan. Ia pun dengan pasrah pergi dengan lelaki aneh yang terus menggodanya. Duduk di mobil keduanya tak saling bicara. Menghadap ke jendela, Fanya mengacuhkan Aglan yang sedang menyetir. Wangi mobil itu terasa seperti wangi tubuh Aglan. Sangat maskulin dan manis. Dan perjalanan dari rumahnya ke rumah Gita, kurang lebih satu setengah jam. Dan dia harus tersika dengan wangi parfum lelaki ini selama satu setengah jam.

Melewati jalan sudirman yang seperti jalanan neraka, Fanya berulang kali mendesah setiap kali mobl BMW merah milik Aglan terhenti karena macet. Dia ingin cepat-cepat sampai dan lepas dari rasa yang gak nyama ini. Kali ini mobil Aglan terhenti kaena lampu merah. Fanya kembali menghela napas dan semakin tidak sabar. Aglan memperhatikan punggung wanita yang mengacuhkannya. Wanita itu terlihat tidak nyaman bersamanya, karena traffic yang parah, karena mereka berdua ada di mobil, atau karena dia merasa gugup? Aglan tersenyum sendiri dengan pemikirannya.

"Aunt!" Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Fanya berbalik dan matanya menyiratkan marah padanya. Baru saja ia ingin protes akan ucapan Aglan. Dengan cepat lelaki itu membekap bibirnya. Tubuhnya terdorong ke jok mobil, merasakan lumatan yang sangat menyiksa dari bibir laki-laki itu. Lumatannya sangat lembut, namun seakan menuntut Fanya untuk membalasnya. Detik awal Fanya hanya terdiam dan terpaku seakan dirinya masih terkejut juga berusaha menghindar dari rasa nikmat bibir laki-laki itu. Tapi sedikit kemudian, dia seakan terlena pada kelembutannya. Fanya mengalungkan tangannya di leher Aglan dan membalas ciuman Aglan. Seakan mendapatkan lotre yang sangat besar, Aglan mengalungkan tangannya di pinggang Fanya lebih erat dan menciumnya lebih dalam sampai-sampai keduanya tidak sadar membuat kemacetan.

Suara klakson mobil yang saling bersahutan seakan menyadarkan keduanya dari buaian. Aglan dengan berat hati melepaskan ciuman wanita itu. Rasa manis pada bibir wanitanya, membuatnya merasa enggan untuk menjauh dan ia ingin merasakan manis itu lebih jauh. Aglan menatap Fanya yang mencoba menormalkan napasnya. Dia suka melihat rona merah di pipi Fanya. Membuat wanitanya itu semakin menggemaskan. Aglan mengecup sekilas bibir Fanya, membuat wanita itu mengangkat kepalanya dan menatapnya kesal.

"Gue suka bibir lo." Ucap Aglan." Manis." Lanjutnya. Fanya tak menghiraukan ucapan anak kecil itu dan mencoba untuk tidak lagi menatapnya. Dia benar-benar sudah gila, bagaimana bisa ciuman seorang anak kecil bisa membuatnya kehilangan akal sehatnya? Pacar-pacarnya yang lalu tidak pernah membuatnya seperti itu. Rasanya Fanya ingin menjedotkan kepalanya agar akal sehatnya kembali normal.

mohon maaf yaaa... karena ada kesalahan teknis, jadi aku post ulang. Semoga semua tetap suka sama ceritaku 

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang