Chapter 13

659 62 3
                                    

Aglan mengajak Fanya ke pantai, mereka duduk di bebatuan dan membiarkan angin memainkan rambut mereka. Perlahan menceritakan kecelakaan yang di alami orang tua Aglan,"Gue merasa bersalah. Hari itu gue meminta mereka pulang, karena bukan hanya hari ulang tahun gue, tapi gue juga menang dalam lomba sains di sekolahan. Gue ingin merayakan dengan mereka. Seharusnya mereka pulang besok pagi, tapi karena telepon dari gue mereka memaksakan pulang dengan mobil dari Yogya. Sampai papa ngantuk di jalan karena dia baru aja selesai rapat. Dan lewat dari jam dua belas gue dapet kabar, kalau mereka kecelakaan beruntun. Tiga mobil saling menghajar satu sama lain dan mereka meninggal di tempat."

Fanya tak bisa menahan air matanya. Dia menutup mulutnya dan berusaha membasuh air mata yang jatuh di pipi. Aglan mendekati Fanya dan membasuh air mata wanita itu seraya berucap," gue cerita bukan ingin lo merasa iba sama gue. Gue cuma mau lo tau, bagi gue lebih baik kita mencintai sekarang. Karena kita gak tau apa akan ada hari esok." Ucapnya.

"Mungkin buat lo terlalu berat untuk mencintai gue. Karena di mata lo, gue hanya anak kecil di mata lo. Tapi kenapa gak lo liat dari sisi lain? Kenapa gak lo liat gue sebagai pria yang pantas berdiri di samping lo? Menjadi satu-satunya pria yang melindungi lo dan pantas untuk lo cintai," Fanya semakin membeku dengan perkataan Aglan. Dia tak bisa berkata apapun dan hanya bisa terdiam.

Aglan pun hanya tersenyum dan berucap," gue yakin suatu hari nanti, lo bakal jatuh cinta sama gue," Dan tanpa permisi laki-laki itu mencium bibir Fanya. Laut seakan menjadi saksi, deburan ombak di bebatuan seakan bersorak. Dan angin seakan mengantarkan degup yang sama sekali Fanya tidak bisa artikan. Degup yang membuatnya takut dan khawatir, pada akhirnya degup itu akan membuat hatinya akan terluka.

♥♥♥

Matahari sudah berganti dengan bulan dan cincin bulat itu pun seakan melambangkan malam. Fanya masih memperhatikan cincin di tangannya. Setelah mengantarkannya pulang, Aglan tak langsung pergi. Dia pun ikut masuk dan bertemu dengan ayah dan bunda. Dan dengan sangat formal, dia meminta Fanya dari kedua orang taunya. Mereka tidak mengatakan alasan yang membuat mereka memutuskan untuk menikah. Tapi keyakinan Aglan seakan menular pada kedua orang taunya. Orang-orang selalu bilang, orang tua memiliki insting lebih kuat. Mereka tahu apa saja yang baik untuk anaknya. Bahkan ayah dan bunda pun tidak keberatan dengan usia Aglan. Apa itu artinya Aglan benar-benar yang terbaik untuknya?

Fanya mendengus dengan keras dan bangun dari kasurnya. Dia menaruh cincinnya di meja dan beranjak ke kamar mandi. Lebih baik dia mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Mungkin itu bisa membuatnya berpikir lebih baik.

♥♥♥

Fanya berjalan di lorong kantor. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat dan beberapa karyawan sudah terlihat di lorong. Fanya menyadari tatapan beberapa karyawan, gossip sialan yang entah darimana datangnya sudah menjadi santapannya sehari-hari. Jadi dia tak pernah mempedulikan dan lebih baik menulikan telinga. Karena sebanyak apapun dia berteriak dan melabrak, tetap saja ada yang berkata, kalau dia ada main dengan bos yang tidak lain suami sahabatnya sendiri. Fanya sedikit berlari menuju pintu besi. Dia berulang kali melirik jam tangan dan sedikit panik karena ia sudah telat sepuluh menit. Walau ia dekat dengan Elmo, bukan berarti ia bisa seenaknya. Dia tetap karyawan di sini. Fanya sudah bersiap untuk masuk ke dalam pintu besi, namun seseorang menarik tangannya untuk mundur. Karena kalau tidak ia bisa terjepit pintu besi itu. Fanya berbalik dan melihat Aglan berada dihadapannya.

"Lo gak liat kalau pintu itu mau ketutup?" tanya Aglan dengan sedikit cemas.

"Lo ngapain di sini?" tanya Fanya. Aglan menatap Fanya yang mengalihkan pertanyaannya. Dia sudah gerah dengan bisikan-bisikan sialan yang ia dengar sejak masuk ke kantor ini. Manusia memiliki racun yang lebih mematikan dari seekor ular.

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang