chapter 21

386 39 0
                                    

Mobil Aglan memasuki sebuah villa. Villa yang cukup luas dengan pekarangan yang dihiasi bermacam bunga. Aglan menuruni mobil dan disambut beberapa wanita paruh baya, yang bekerja sebagai penjaga villa bersama suaminya di sana. Wanita itu membukakan pintu untuk Fanya dan Aglan. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Cahaya bulan dengan hiasan lampu taman membuat suasana villa terlihat romantis.

Fanya masih mengikuti langkah Aglan. Kakinya menuju halaman belakang. Sebuah halaman luas, satu meja kecil yang dihiasi dengan lilin dan dua kursi. Aglan menggeser kursi untuk Fanya dan mempersilahkann untuk duduk. Fanya hanya tersenyum dengan candle light dinner ala suaminya ini. Aglan duduk menghadap Fanya. Sepertinya bibi sudah menyiapak semuanya, seperti hidangan makanan, meja makan, dan ember kecil yang berisi satu botol champagne.

Selama mereka makan tatapan Aglan seakan tidak bisa teralihkan dari istrinya. Bibirnya yang menyesap champagne, tawanya dan setiap cerita yang ia bagikan dengan Aglan. Dia benar-benar mencintai wanita yang duduk dihadapannya. Tidak ada kebohongan sedikit pun dihatinya. Bukan hanya rasa ingin memilikinya seutuhnya. Ia juga ingin menjaga dan meyakinnya untuk mencintainya juga. Sebesar ia mencintainya.

Usai makan bibi membawakan menu dessert untuk mereka. Fanya dan Aglan menikmati dessert dengan pembicaraan kecil. "Waktu Gita masih tinggal di Bali, aku jadi sering banget nabung buat nemuin di sana. Kyla dan Lexa juga sering ikut. Dan setiap kali kita ke sana, Gita sering banget bikin masakan yang enak-enak," Aglan menatap Fanya yang masih terus bercerita.

Entah dia sadar akan tatapan Aglan yang berbeda, atau sudah kehabisan kata-kata. Fanya pun terdiam dan menghabiskan dessertnya. Melihat istrinya itu membuat Aglan selalu ingin menggodanya, "cepat habiskan dessert kamu, karena aku juga ingin segera mendapatkan dessert aku." Fanya mengerutkan kening dengan perkataan suaminya. Bukankah di mejanya itu sudah ada dessertnya?

Melihat wajah Fanya yang terlihat bingung, Aglan pun menjelaskan," dessert aku adalah kamu." Tanpa menunggu waktu lama Fanya merasa pipinya semakin memerah dan dia benar-benar merasa semakin gugup. Padahal, beberapa waktu lalu dia sudah bisa menghilangkan kegugupannya dengan menceritakan hal-hal tidak penting.

Fanya memandang bulan dari balik jendela. Suasana villa ini sangatlah indah. Halaman belakang yang berada di lantai atas dan kolam renang di lantai bawah. Suasana pegunungan yang terasa sejuk. Fanya membiarkan pintu jendela itu terbuka dan membiarkan angin memainkan rambutnya.

♥♥♥

Usai makan malam Aglan membawa Fanya ke kamar. Fanya berjalan ke kamar mandi lebih dulu, bukan hanya untuk membersihkan tubuhnya. Tapi juga untuk menghilangkan kegugupannya. Berendam di jacussi dengan air hangat berharap menghilangkan sedikit kegugupannya. Namun, untuk saat ini sepertinya tidak akan berguna. Karena degup jantungnya yang terus berdetak tidak normal. Beranjak dari jacussi, Fanya mengambil handuk yang ada di lemari bawah wastafel dan melilitkan di tubuhnya.

Keluar dari kamar mandi dia melihat Aglan yang seakan sudah menunggunya. Baru saja pria itu berniat untuk mendekat dan mencium bibirnya, Fanya segera mengelak dan berseru," mandi dulu, sana!" rasanya Fanya ingin tertawa melihat wajah frustasi lelaki ini. Tapi dia harus menahannya. Setelah Aglan masuk ke dalam kamar mandi, Fanya mengambil kaos Aglan yang seperti biasa ia taruh asal, dan Fanya memakainya. Dia dan Aglan tidak membawa persiapan apapun. Aglan hanya memberi kabar pada bibi dan meminta disiapkan seluruhnya.

Baru saja Fanya memakai kaos Aglan, dengan tiba-tiba pria itu memeluknya dari belakang dan mengecup lehernya. "Kamu yakin?" tanya Aglan yang masih memeluk Fanya dari belakang. Masih merasakan ciuman Aglan yang membuatnya sulit bernapas, Fanya mencoba untuk berbicara, "Aku sudah menjadi istri seseorang, bukankah sudah seharusnya orang itu memiliki aku secara utuh?" mendengar jawaban istrinya itu, membuat Aglan membalik tubuh istrinya dan memberikan ciuman padanya.

Keduanya seakan tenggelam dan saling memagut satu sama lain. Aglan mendorong tubuh Fanya ke tembok dan memberikan ciuman yang lebih bergairah. Keduanya sama-sama terlena, seakan melepaskan rasa frustasi yang mereka rasakan. Saat Fanya rebah di kasur dan tangan mereka saling bertautan, keduanya seakan terbang dalam uforia mereka. 

*****

Matahari bersinar dengan sangat terang. Sinar matahari itu pun memasuki jendela yang lupa Aglan dan Fanya tutup semalam. Fanya menutup wajahnya dengan tangan, merasa terganggu dengan matahari yang terasa amat mengganggu. Dengan malas Fanya mengucek matanya dan mencoba untuk membuka matanya yang terasa amat berat. Entah ia tidur jam berapa semalam. Mengingat itu membuat Fanya merona, ia mengingat bagaimana Aglan mencium bibirnya. Membelainya. Bahkan ia merasakan betapa Aglan mencintainya. Fanya menggigit bibirnya dan benar-benar malu. Dia menoleh dan ia tidak melihat Aglan.

Fanya mengeratkan selimut dan berusaha untuk bangun dari selimut. Namun sepertinya tubuhnya masih terasa sangat lelah. Kegiatan semalam seperti menguras seluruh tenaganya. Oh astagah! Fanya menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Dia benar-benar merasa sangat malu dengan pikirannya sendiri. Otaknya sudah kembali menjadi gila. Fanya menggelung rambutnya asal dan matanya seakan mencari suaminya, laki-laki yang membuatnya bangun hingga siang.

Tidak berapa lama pintu kamar terbuka dan memperlihat Aglan yang masuk dengan membawa nampan sarapan. Dia membawa satu gelas susu, sandwich dan telur. Aglan menaruh nampan di kasur dan duduk dihadapan Fanya.

"Gimana? Masih ada yang sakit?" tanya Aglan. Fanya tidak bisa menjawab. Rasanya Fanya ingin mencubit Aglan setiap kali dia menggodanya. Aglan tertawa kecil dan memberikan roti lapis yang dia buat sendiri untuk Fanya.

"Aku bikin banyak, kalau tenaga kamu belum kekumpul bisa aku ambilin lagi." Ledek lagi. Dengan kesal Fanya merutuk, "Jangan ngeledek terus deh, Glan!"

"Kenapa? Aku kan cuman nawarin sandwich," ucap Aglan tanpa rasa bersalah. Istrinya itu tidak lagi menjawab, hanya memberikan tatapan sinis pada suaminya. Membuat Aglan tertawa senang. Dia mengecup bibir Fanya untuk menghilangkan mayonaise yang tertinggal di bibir istrinya itu. Fanya memilih untuk mengacuhkan Aglan dan menyantap sarapannya. Sikap menyebalkan dan iseng Aglan itu benar-benar membuat Fanya kesal. Dia hanya bisa menghela napas dengan sikap menyebalkan suami brondongnya itu.

"Kamu sangat cantik," ucap Aglan dengan tiba-tiba. Fanya tahu itu hanyalah gombalan, tapi cara Aglan mengucapkannya membuat Fanya tak bisa menghalau rona merah di pipinya. Aglan tersenyum dan menyampirkan rambut Fanya yang hitam pekatnya di telinganya. Fanya harus menunduk untuk menyembunyikan wajahnya, Aglan itu memiliki pesona yang sangat kuat. Bahkan senyumnya saja membuatnya tidak bisa berkutik. Dengan tiba-tiba Aglan mengangkat wajahnya dan mengecup bibir istrinya. Candunya. Kebahagiaannya. Dan pusat dari seluruh penderitaannya. Entah kapan bibir manis itu mengucapkan kata cinta padanya. Agar mereka tidak hanya melakukan hubungan intim hanya karena sebuah status, tapi karena cinta. 

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang