chapter 5

501 60 0
                                    

hai... hai... semuanya. mumpung lagi liburan, aku akan kasih hadiah untuk semuanya dengan ngepost 'brownies' dan 'berdamai dengan waktu' dua kali dalam sehari sampai tanggal 31 desember, untuk menemani kalian para readers setia selama holiday. Jadi, selamat menikmati dan happy reading 😘😘😘

Fanya turun dari mobil Aglan dan berjalan ke dalam rumah. Rumah Gita sudah ramai. Nico, suami Alexa menyesap kopi yang dibuatkan istrinya. Dengan bahagia ia memangku putranya yang baru saja tertidur. Sedangkan Ramond sedang asik bermain dengan Chalista yang baru saja terbangun. Tanpa berkata apa-apa, Fanya berjalan masuk dan mengambil segelas sirup yang sudah Gita sediakan. Tangan Fanya masih gemetar, dan dengan cerobohnya ia menumpahkan sirup itu ke tubuhnya.

Fanya memaki dengan suara pelan. Karena ia sadar rumah ini sedang di penuhi anak-anak. Dia mendengus dan berjalan ke dapur. Ia butuh air lebih banyak dan lap untuk membersihkan bajunya. Otaknya benar-benar sudah gila, dia tidak bisa berhenti memikirkan ciuman itu. Fanya sadar! Lo bukan anak ABG yang bisa terbuai cuma karena sebuah ciuman. Rutuk Fanya dalam hati. Dia mencoba manarik napas sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya dengan keras. Dia harus menjaga kewarasan otaknya. Baru saja perasaannya sedikit lebih baik. Laki-laki itu melangkah masuk ke dapur dan berjalan mendekatinya.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Fanya galak. Aglan tersenyum dan menatap Fanya. Dia menyukai sikap sok galaknya itu, membuatnya menjadi semakin lebih menggemaskan. Membuat Aglan semakin ingin kembali memeluknya dan memilikinya. Lelaki itu berjalan mendekatinya. Entah sadar atau tidak Fanya berjalan mundur menjauhinya. Namun itu malah membuat dirinya terpojok. Dan dengan mudah Aglan mengurungnya. Ia tersenyum puas melihat kucing betina yang terperangkap.

"Masih galak juga," Ucap Aglan, seraya kedua tangannya mengurung Fanya. Wajah keduanya saling bertatapan. Fanya harus menahan degup jantungnya yang sudah tidak normal. Sepertinya dia harus pergi ke dokter jantung untuk memeriksanya, mungkin ada masalah dengan jantungnya. Bukan karena laki-laki di depannya ini. Tatapan Fanya jatuh pada bibir Aglan. Bibir lelaki itu yang mengingatkannya akan ciuman panas keduanya tadi. Ciuman panas yang tak pernah ia rasakan. Bibir laki-laki itu terasa amat lembut dan seakan tahu caranya bermain. Shit!! Fanya memaki dalam hatinya.

"Lo macem-macem, gue teriak!" Gertak Fanya. Dia berusaha mengancam anak kecil itu. Tapi jangankan takut, Aglan malah tersenyum semakin lebar.

"Teriak aja, biar orang tahu kita saling mencintai," Balasnya Aglan menyebalkan. Fanya tak bisa lagi berkata, bukan karena dia mendadak jadi bisu. Tapi karena wangi maskulin yang menyeruak ke dalam hidungnya dan hembusan napas laki-laki itu terasa amat dekat dengannya. Fanya berulang kali harus menelan ludahnya dan mencoba bernapas dengan normal. Tapi rasanya semua fungsi tubuhnya seakan mati. Dia bukan hanya harus memeriksa jantungnya, tapi juga seluruh anggota tubuhnya.

Aglan tersenyum melihat Fanya yang seperti menjadi kucing betina yang jinak. Dia terdiam tanpa berkata apapun. Tangannya terulur membelai rambut panjangnya dan menautkannya di kuping. Lalu tangannya berjalan pada pipi dan membelainya lembut. Tatapan Aglan tidak bisa lepas dari bibir Fanya yang masih terlihat memerah karena lumatan panas tadi. Dia tak bisa menahan diri. Ia sungguh gila akan bibir dan tubuh wanita ini. Sudah cukup lama dia harus menahan diri untuk tidak menemuinya. Dan kini di saat kuliahnya sudah hampir rampung. Rasanya tidak masalah jika ia mulai mendekatinya. Tubuh wanita ini sangat membuatnya bergairah. Ingin rasanya menarik gadis ini dan memilikinya seutuhnya. Tapi ia bukan bajingan seperti Elmo. Cukup kakak sepupunya itu yang mendapat predikat bajingan di keluarga ini. Dan ia harus bisa mengontrol gairahnya.

Aglan memperhatikan Fanya semakin gugup. Mata wanita itu menyiratkan ketakutan, penantian dan juga rasa penasaran. Kenapa dia harus takut? Apa karena pria bajingan yang meninggalkannya? Aglan bersumpah tidak akan pernah melakukan apa yang dilakukan bajingan itu. Dia akan tetap berada di sampingnya. Mencintainya dan memeluknya

"Lo.... sebenarnya lo mau apa sih?" Bentak Fanya. Wanita itu seakan mengumpulkan keberaniannya yang tersisa untuk menggertak Aglan. Namun laki-laki itu seakan tidak takut dengan bentakannya. Wajahnya malah semakin mendekat, hampir tanpa jarak. Fanya menutup matanya dan meyakinkan dirinya untuk bernapas. Dia benar-benar bisa gila kalau seperti ini terus.

"Mau gue," bisiknya lembut. Bisikan itu seakan menghembuskan napas Aglan yang terasa di kupingnya. Lagi-lagi membuat bulu halus Fanya meremang, "Gue mau lo jadi milik gue." Fanya mengerutkan kening tak percaya. Dia memelototkan matanya pada ank kecil itu.

"Ja...jangan bencanda! Gue... lebih tua dari lo!" Ucap Fanya seakan mengingatkan anak kecil itu.

Aglan seakan tidak peduli dengan perkataan Fanya dan berucap,"umur bukan masalah! Tapi tergantung bagaimana kita menjalaninya, aunt" Jawabnya, Fanya semakin tersiksa dengan napas Aglan teramat dekat dengannya. Matanya tetutup rapat. Seakan mencoba mencerna apa yang dikatakan anak kecil itu.

Dan saat ia sedang berpikir dengan keras. Lagi... bibir itu kembali mencumbunya. Bibir laki-laki itu seakan menuntunnya dan menuntut agar Fanya membalas ciumannya. Fanya seakan meyakinkan dirinya kalau ini adalah sebuah kesalahan. Tapi otaknya tidak bekerja dengan normal. Dia tidak bisa menolak pada ciuman laki-laki itu dan dengan perlahan ia membalas ciuman Aglan dan mengalungkan tangannya di leher Aglan. Ciuman keduanya seakan saling melepas sebuah keputusasaan. Aglan yang putus asa menunggu wanitanya, sedangkan Fanya putus asa karena dia status lajangnya. Dan tak ada yang bisa memberikannya ciuman sepanas anak kecil ini. Keduanya seakan meminta saling melepaskan seluruh keputusasaan. Lumatan keduanya terasa sangat menggoda. Lembut namun menuntut. Fanya membuka bibirnya menyambut lumatan Aglan. Otaknya tak bisa bekerja. Ia menginginkannya dan membutuhkannya.

"Fan..." Fanya dan Aglan tersentak saat mendengar suara Gita yang berjalan masuk ke dalam ruangan. Namun perkataan Gita terhenti saat melihat dua orang di depannya terlihat kacau. Untuk seorang Gita tidak sulit untuk menebak apa yang mereka lakukan.

Merasa risih dengan tatapan kakak iparnya itu, Aglan membuka pintu kulkas dan mengambil satu botol air es, "Gue mau ambil air." Ucap Aglan santai dan pergi.

brownies ( new version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang