Typo mohon di maafkeun, kalau bisa mention please..
"Aku belum kepikiran buat berkomitmen! Aku masih ingin lebih jauh meniti karir." April menatap wajah teduh Alan dengan penuh rasa bersalah. Padahal dengan penuh keyakinan dan keseriusan lelaki itu ingin menjadikannya teman hidup. Jari jemari keduanya bertautan saling memberi kekuatan.
"Apa kamu masih ragu?" Tanya Alan. Tatapan setajam mata pisau itu menelisik jauh netra milik April yang sayu.
"Nggak, aku nggak ragu sedikitpun sana kamu. Tapi ... aku belum siap untuk berkomitmen dalam ikatan pernikahan. Aku takut nantinya kandas di tengah jalan. Pantang bagi aku memainkan hal sakral!" April masih berusaha menolak Alan dengan lembut. Ia tak mau lelaki itu kecewa nantinya. Sementara, cinta keduanya telah terpahat terlalu dalam.
"Aku nggak bilang mau memainkan hal sakral ini. Aku ingin kita membangun bahtera rumah tangga yang bahagia sayang. Soal karir aku nggak bakal larang kamu untuk bekerja setelah menikah nanti. Kita masih bisa seperti ini" Alan mencium punggung tangan April. Getaran hangat menjalar di seluruh tubuh April. Masih terus mencoba membujuk rayu.
Alan mendekatkan wajahnya mencium bibir April singkat lalu memeluknya erat. Tak ada satupun kalimat keluar dari bibir April. Kenyamanan ini terlalu berharga, sayang untuk ia lewatkan.
"Percayalah sayang. Yakinkan hati kamu untuk menjalani semua ini. Aku nggak paksa kamu tapi aku akan tetap tunggu jawaban kepastian itu. Tapi aku mohon jadikan aku pilihan terakhir mu." April melepas pelukkannya menatap kembali lelaki berjas hitam itu.
Tatapan penuh cinta itu selalu terlihat membara jika mereka sedang berdua. Perlakuan hangat pun selalu ia berikan. Kenyamanan itu semakin terasa cinta April semakin menggunung namun entah mengapa untuk menjalani yang namanya bahtera rumah tangga April masih enggan.
"Aku janji nggak bakal tinggalin kamu. Kamu boleh pegang janji aku. Aku juga mohon sama kamu terus yakinkan aku hingga waktun mengikat kita pada tali pernikahan nanti." Ujar April lalu mengelus rambut-rambut halus yang mulai tumbuh di wajah Alan.
"Andai sekarang aku sudah punya istri, pasti akan ada yang cukur setiap rambut-rambut ini jika mulai tumbuh. Dan ... nggak makan di luar kayak tadi." Tersirat sindiran disana. April sedikit terkekah mendengar perkataan Alan.
Tak seperti biasanya, hari ini April tak membawakan bekal untuk Alan karena tadi pagi mati lampu membuat April malas untuk memasak lantaran gelap di rumah ia tak mempunya genset.
Tadi Alan sempat ngambek karena kecewa April tak membawakan bekal untuknya. April katakan di rumah nya mati lampu namun Alan tak juga mau mengerti. Akhirnya April berinisiatif membujuk Alan untuk makan di restoran saja. Cukup lelah April membujuk akhirnya Alan pun mau walau berat hati lantaran perutnya yang sudah berdemo minta di isi.
"Yaudah yuk ke toilet!" Ajak April dengan menggenggam lengan kekar Alan. Ia dapat merasakan sindiran lelaki di depan nya itu di tujukan untuknya.
"Kamu mau apa? Jangan macam-macam ya walau sedikit lagi memasuki kepala tiga tapi aku masih perjaka. Please jangan kotori keperjakaan ku!" Tawa April pecah. Merasa lucu dengan ucapan sang kekasih. Terkadang Alan memang selalu lebay seperti itu.
"Hello, aku juga masih perawan. Jadi jangan coba kotori keperawanan ku!"
Detik itu juga tawa keduanya pecah saling bersahutan memenuhi ruangan. Alan pun merangkul pinggul April memasuki toilet yang ada di dalam ruangan.
Dengan telaten April memberi kream ke seluruh permukaan wajah Alan agar memudahkan saat nanti sesi mencukur. Setelah itu April pun mulai mencukur wajah Alan searah dari arah atas. Ini sudah ke beberapa kalinya ia melakukan ini. Jadi sudah sedikit terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
#MY BASTARD BOS
General FictionKisah cinta Alan dan April memang begitu rumit, dan memang itu semua adalah perjalan hidup. Benci bisa menjadi cinta dan begitupun sebaliknya. Alan, siapa yang tak mengenalnya pria tampan dengan seluruh kekayaannya membuat ia dinkelilingi seluruh w...