Suasana kelas sangat ramai, hal ini biasa terjadi saat guru yang mengajar berhalangan masuk. Ada yang mengadakan konser mendadak, ada yang memilih menata dua buah bangku untuk dijadikan alas tidur, ada juga yang memilih pergi ke kantin.
Berbeda dengan Zahra. Gadis itu menulis kata demi kata pada lembaran kertasnya yang kosong. Sejarah. Mata pelajaran yang selalu saja membuatnya pusing. Sudah hampir sepuluh menit waktu Zahra dihabiskan dengan aktivitas meringkas mata pelajaran itu.
Malam tadi, gadis itu tidak sempat untuk membuka bukunya, karena orang tuanya mengajak dia untuk pergi ke rumah kerabatnya, yang mempunyai hajatan.
Zahra menoleh ke samping. Sebelah bangkunya, kosong. Laki-laki yang selalu menganggu Zahra itu, ikut bernyanyi di belakang bersama murid laki-laki lainnya.
Getaran pada smartphone Zahra, membuat fokus gadis itu terbelah. Segera dia mengambil benda pipih itu. Sebuah pesan masuk. Terlihat pada layar lock screen-nya terpampang nama Huda di sana.
Dengan cekatan, Zahra memasukkan kata sandi smarthphone-nya.
Huda:
Bismillah,
Assalamu'alaikum, Zahra.
Sepulang sekolah nanti jangan langsung pulang, ya. Kita lakukan pertemuan sebentar.
Jazakillah khayr.'Kenapa mendadak?' pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak Zahra.
Biasanya, Huda selalu mengabari Zahra, dua atau tiga hari sebelumnya. Mengingat Zahra menjabat sebagai sekretaris di organisasi itu.
Zahra menghela napas pelan, sebenarnya dia merasa capai hari ini. Sejak pagi, pikirannya sudah dijejali berbagai macam pelajaran yang membuat otaknya serasa ingin meledak. Meski kelasnya terdapat AC, entah mengapa tubuh Zahra terasa panas.
Zahra to Huda:
Wa'alaikumussalaam, akhi.
InsyaaAllah Zahra hadir.
Wa anta kadzalik.Zahra to Abang ganteng:
Assalamu'alaikum Kak Rif!
Zahra pulang agak telat, Kak. Ada pertemuan Rohis bentar.Setelah mengetik beberapa balasan untuk Huda dan penjelasan kepada Rayhan. Zahra mematikan layar ponselnya, menyimpannya di dalam tas. Gadis itu menengadah, lalu menutup kelopak matanya sejenak. Merasakan hembusan dingin dari AC yang menerpa wajahnya.
"Lo kenapa, Ra? Kelihatan capek gitu. Mau dibantuin nyatat nggak?"
Seketika Zahra membuka mata, melirik seseorang yang duduk di sebelah bangkunya.
Sejak kapan laki-laki itu duduk di sampingnya?
Merasa diabaikan, tidak membuat Aldo kesal. Lagi-lagi Aldo tersenyum ke arah Zahra.
"Sini, biar gue yang nyatat! Masa dari tadi nggak beres, sih, Ra?!" Aldo menarik buku dari hadapan Zahra. Namun, tangan gadis itu menahan bukunya.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri, kok! Lagi pula, tinggal satu halaman lagi."
'Sekali aja, Ra. Gue mau bantuin lo!'
Aldo tersenyum sumbang. Zahra memang terlalu sulit untuk diraih, namun begitu, itulah yang membuatnya menarik di mata Aldo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat Sebelum Akad [TERBIT]
EspiritualSepanjang hidupnya, Zahra ingin menjadi wanita yang taat. Segala keindahan rasa merah jambu selalu berusaha dia tepis. Hingga akhirnya, dia tidak pernah menyangka, jika kecelakaan kecil yang dia alami di depan kantor mengantarkannya pada cinta segit...