Hari kian berganti, tidak lupa Zahra bersyukur sebab Allah masih memberikannya kesempatan untuk berbuat lebih baik lagi dari hari kemarin.
Seperti hari biasanya, Zahra selalu datang lebih awal daripada teman-teman sekelasnya. Namun, dia tidak mau membuang-buang waktu, dia selalu menggunakan waktu luang itu untuk membaca. Entah itu novel ataupun buku pelajaran yang akan dibahas oleh guru nantinya.
Baginya, waktu itu bagaikan pedang. Jika kita menggunakannya dengan baik, pedang itu akan membantu kita untuk melawan musuh-musuh kita nantinya. Dan apabila kita tidak menggunakannya dengan baik, pedang itu justru akan menusuk kita dan hanya berakhir dengan penyesalan.
Zahra membaca lembar demi lembar buku tebal yang bercover 'SIAP; Solusi Instan Ala Pelajar MA/SMA' dengan serius.
"Hai, Zahra!"
Suara melengking dari Luna sukses membuat Zahra terkejut.
"Luna, nggak baik teriak-teriak gitu. Suara wanita juga aurat, lho." Via yang berjalan di belakang Luna memberikan sedikit wejangan kepadanya.
Gadis itu menampilkan deretan giginya, lalu menangkupkan kedua tangan di depan dada untuk meminta maaf.
"Romantisan mulu ama bukunya, Zah. Nggak bosen apa!" tukas Luna lalu mengambil posisi duduk di samping Zahra.
"Buku itu 'kan jendela dunia Lun, kamu bakal banyak tau setelah membaca buku."
"Iya, iya. Oh, ya, ada kabar hot tau!" mata Luna terlihat berbinar. Zahra yang melihatnya tampak curiga.
"Ada murid baru lho, cowok! Ganteng lagi, huwa! Andai saja aku belum punya pacar," jelas Luna dengan senyuman merekah.
'Kan! Sudah Zahra tebak sebelumnya. Gadis itu pasti terlihat excited saat membicarakan tentang kaum adam. Padahal jelas-jelas dia ketahui, jika topik seperti ini tidak berpengaruh sama sekali kepada kedua sahabatnya.
"Ih, kok pada diam si, kasih komentar gitu kek." Luna mencebik. Sahabatnya itu memang lempeng perihal laki-laki.
"Terus kita harus gimana, Lun? Bilang 'wah' gitu? Atau ... gimana?"
"Nggak asik kalian, ah! Dia ganteng banget lho, Zah. Kita liat dia waktu di depan ruang TU, ya nggak Vi!?" Luna menyenggol lengan Via. Memberikan kode untuk Via membantunya meyakinkan Zahra.
"Aku nggak liat dia, Lun." Pernyataan singkat Via sukses membuat hati Luna tersentil. Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Zahra yang melihat Luna seperti itu mendadak tertawa.
Skakmat Luna!
🍁🍁🍁
"Aldo."
"Iya, Bu?" tanya Aldo saat guru di hadapannya membolak-balikkan laporan hasil belajar Aldo dari sekolahnya dulu.
"Nilai Fisika kamu ... tinggi semua, ya." Mata Bu Fitri tampak berbinar saat melihat nilai Fisika murid barunya itu rata-rata di atas sembilan puluh.
Kedua pipi Aldo terlihat memerah. Dia hanya terkekeh untuk membalas pertanyaan dari Bu Fitri.
"Kamu mau ikut Olimpiade Fisika?"
"Saya pikirkan dulu, Bu," jawab Aldo. Sedari dulu, dia tidak pernah mau mengikuti kompetisi atau lomba apapun. Semua itu membuat hidupnya tertekan. Sebab prinsip hidupnya adalah 'hidup itu sulit, maka jangan dipersulit.' Dan mengikuti lomba termasuk melanggar prinsip hidupnya. Padahal secara intelligence, dia sanggup untuk menjawab soal fisika apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat Sebelum Akad [TERBIT]
SpiritualSepanjang hidupnya, Zahra ingin menjadi wanita yang taat. Segala keindahan rasa merah jambu selalu berusaha dia tepis. Hingga akhirnya, dia tidak pernah menyangka, jika kecelakaan kecil yang dia alami di depan kantor mengantarkannya pada cinta segit...