- EMPAT BELAS -

118 19 1
                                    

"Gimana, ukh? Susah, nggak?" tanya Mella sambil mengaduk rata seporsi mie ayam dalam mangkuknya.

"Lumayan, ukh. Anti gimana?"

"Anaa cuma jawab 60-an, ukh. Daripada salah, terus nilainya dikurangin 'kan, ya. Mending nggak usah anaa jawab,"

Zahra mengangguk pelan, menyetujui perkataan Mella. "Yuk makan!" ajaknya sambil menuangkan saus serta kecap sebagai bahan pelengkap mie ayamnya.

Bu Fitri memang menyuruh para siswanya untuk beristirahat atau membeli makanan terlebih dahulu, sebelum nantinya mereka kembali ke sekolah. Dan berakhirlah di sini. Kedua gadis itu sedang berada di cafetaria, hendak mengisi perut mereka setelah hampir 2 jam bergelut dengan susunan angka, serta kata, yang menguras separuh tenaga.

Keduanya hikmat menikmati seporsi mie ayam itu, rasa lapar ditambah dengan kuah kental khas mie ayam itu, semakin menambah selera makan.

Dalam waktu sepuluh menit, kedua mangkok berisi mie ayam itu telah ludes, habis dimakannya.

"Alhamdulillah ...,"

"Oh ya ukh, rencana 'baksos'-nya masih lama, 'kan?" tanya Mella setelah menyeruput es teh manis di hadapannya.

"Iya, nih. Masih beberapa bulan lagi, menjelang kenaikan kelas sepertinya, ukh."

"Baksos? Bakso sapi?" tanya seorang cowok dari arah belakang, membuat Zahra dan Mella tersentak kaget.

"Astaghfirullah!"

"Emang gue setan, segala pake istighfar?" tanya Aldo tidak terima.

Mella terbahak, lucu juga melihat ekspresi Aldo seperti itu, "Sodaranya kali, hahaha."

"Dih, sok tau!"

Zahra berdecak, "Makanya, lain kali itu ucapkan salam dulu, Aldo!" tegurnya pelan.

Aldo manggut-manggut, "Oke, assalamu'alaikum, Rara ... kamu?" tunjuk Aldo pada gadis di sebelah Zahra.

"Mellani Monika. Just call me Mella not Lala, right!?"

Tidak seperti Zahra yang terlihat gugup ketika berhadapan dengan laki-laki, maka Mella jauh lebih santai. Karena dulunya, dia berteman dengan banyak laki-laki. Dia juga tidak pernah membatasi pertemanan dengan seorang laki-laki, tapi tetap menjaga batasan.

Tidak membatasi, tapi tetap menjaga batasan.

"Okey! Boleh 'kan gue duduk disini?" tanya Aldo hanya sekadar basa-basi. Karena, kalau mereka tidak boleh-pun, Aldo akan tetap duduk di sana.

Mella terkekeh, "Sure," balasnya yang langsung  berimbas pelototan tidak terima dari Zahra.

"Disini rame, ukh. Tenang aja," papar Mella saat melihat ekspresi Zahra kesal.

Zahra mendengus pelan, "Hm."

"Oh ya, yang tadi, 'baksos' itu beneran bakso sapi?" tanya Aldo sekali lagi. Sungguh, jiwa ke-kepoan nya benar-benar mencuat.

Mella tergelak ringan. Merasa lucu dengan ekspresi Aldo, sarat akan ketidak tahuan. "Hahaha, ya enggaklah! Kamu itu ada-ada aja!"

Kening Aldo mengernyit samar, "Terus apa?"

"Biarkan nona Zahra yang menjelaskan, silakan nona."

Huffft.

Zahra mendongak, menatap penuh tanya ke arah Mella. Meminta penjelasan. Gadis itu hanya tersenyum penuh lalu mengangguk.

Kenapa harus aku?

"'Baksos' itu ... singkatan dari bakti sosial, Do," balas Zahra singkat, sesekali melirik ke arah Aldo lalu menunduk kembali.

Sekat Sebelum Akad [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang