JJJ Presents
Tanpa terasa waktu terus berlalu, Jimin menjalani aktivitasnya seperti biasa. Namun, sejak kejadian dua minggu lalu, kini Jimin seperti dihantui akan ucapan Jungkook. Bahkan kadang ia tidak memahami perasaannya sendiri. Ada banyak keraguan di sana. Akankah terus melangkah atau menyerah. Tetapi, tiap kali ia memandang wajah teduh Yoongi, kekasihnya, seakan semua keraguan itu sirna. Yoongi seperti mampu melunturkan semua keraguan akan perasaannya sendiri.
Selama dua minggu ini pula Jimin membatasi komunikasinya dengan Jungkook. Hanya sesekali saja tidak sengaja bertemu di kampus dan akhirnya salah satu dari mereka berdua berlalu begitu saja setelah berbincang sebentar. Tidak ada sesuatu yang serius. Jungkook sendiri seperti kurang tertarik berinteraksi dengan Jimin.
"Jimin aku datang." Suara Taehyung membuyarkan lamunan Jimin.
"Oh kau sudah sampai." Jawab Jimin sambil beranjak dari meja belajar dan segera menghampiri Taehyung yang sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya.
"Kau sedang apa, kau memikirkan apa?"
Jimin masih terdiam. Ia menimbang-nimbang akankah ia menceritakan keluh kesahnya kepada sang sepupu.
"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin bercerita. Tapi kau harus tau bahwa aku selalu siap mendengarkanmu." Ucap pria bersurai merah tua ini sambil merangkul bahu sempit sepupu mungilnya.
"Ini menyangkut hubunganku dengan Yoongi hyung. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku ragu apakah yang kulakukan ini sudah benar, tetapi disisi lain saat aku bersamanya, ia seperti menyihirku. Dia seperti memberiku keyakinan." Akahirnya Jimin menyuarakan apa yang ada dipikirannya.
"Apakah kau menyayanginya?"
"Tentu saja aku menyayanginya, dia kekasihku." Jawab Jimin dengan pasti.
"Lalu, apakah kau mencintainya?"
Jimin terdiam. Entah kenapa bibirnya seakan kelu untuk membantunya melontarkan jawaban atas pertanyaan Taehyung. Ia mengalihkan pandangannya ke segala arah yang penting tidak bertatapan dengan pemuda tampan di depannya itu.
Sepertinya Taehyung sudah mengetahui jawabannya jika melihat dari bahasa tubuh Jimin. "Saat kau bersamanya, apakah rasanya sama saat kau bersamaku?" tanyanya lagi untuk memperkuat segala hipotesanya.
Napas Jimin tercekat, pertanyaan Taehyung singkat namun mampu membuatnya menahan napas. Ia semakin ragu dengan perasannya sendiri.
"Temuilah Yoongi hyung, pastikan perasaanmu sekali lagi. Lalu ungkapkan apa yang kau rasakan. Berceritalah padanya. Entah nanti apa yang akan terjadi selanjutnya, semoga itu yang terbaik." Ucapan Taehyung barusan bagaikan sebuah pintu keluar yang tiba-tiba muncul disebuah labirin, dimana selama ini Jimin tersesat disana.
Jimin sedang duduk di meja belajarnya yang menghadap langsung ke arah jendela. Sejak satu jam yang lalu ia telah berada di sana sejak sepupunya terlelap diatas tempat tidurnya. Ia mengetuk-ngetukkan spidol hitam ke atas meja. Pikirannya melayang kembali mengingat pertanyaan Taehyung tentang apakah ia mencintai kekasihnya. Tentu saja pertanyaan konyol jika itu dilontarkan kepada seseorang atas perasaannya kepada kekasihnya. Tetapi berbeda dengan Jimin, bahkan ia sama sekali tidak bisa mejawabnya. Entah apa yang membuatnya menjadi takut menjawab pertanyaan itu.
Tiba-tiba Jimin tersadar setelah ponselnya bergetar tanda pesan masuk melalui aplikasi chatting yang ada disana. Siapa yang menghubunginya malam–menjelang pagi-seperti ini, sepertinya pesan pribadi karena beberapa grup obrolan yang tidak terlalu penting sengaja ia bisukan.
Jungkook
Melihat nama yang terteta di sana membuat dadanya bergetar. Segera ia buka pesan tersebut.
Jimin, aku sangat merindukanmu.
Sampai rasanya sesak sekali.
Aku minta maaf harus mengatakan ini.
Aku tidak bisa menahannya lagi.
Deretan pesan itu semakin membuat dada Jimin bergemuruh. Ia mengacak rambutnya lalu ia beranjak menuju tempat tidurnya, meninggalkan ponselnya begitu saja di meja dengan layar yang masih menampilkan ruang obrolan Jungkook.
Keesokan harinya Jimin bergegas pergi ke kampus karena ada kelas pengganti dengan jam paling pagi. Ia segera berpamitan kepada kedua orang tuanya sekaligus Taehyung yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Kenapa dia terburu-buru sekali?" tanya Taehyung kepada ibu Jimin.
"Ada kelas pengganti katanya." Jawab ibu Jimin sambil mempersiapkan bahan-bahan tteokbokki yang akan dijual hari ini.
"Ah, begitu rupanya. Baiklah hari ini aku akan membantu di toko paman dan bibi." Ucap Taehyung bersemangat yang membuat sepasang suami istri yang ada di sana tertawa.
Hari yang melelahkan, pikir Jimin. Bagaimana tidak melelahkan, ia harus menghadiri kelas pengganti sejak jam perkuliahan paling pagi setelah itu dosennya meminta bantuan untuk menyelesaikan laporan penelitian karena memang ia lumayan dikenal memiliki otak yang encer. Hingga sore ini baru saja Jimin keluar dari ruangan dosennya dengan lesu. Saat sampai di luar gedung fakultasnya, tak sengaja bertemu dengan Jungkook. Kedua mata itu saling menatap.
"Jungkook." Akhirnya Jimin lebih dulu menyupa lelaki di depannya itu.
"Jimin, kau baru pulang?" tanya Jungkook basa basi.
"Iya, aku baru saja selesai membantu Son ssaem dan timnya menyelesaikan laporan penelitian."
"Kau pasti lapar, kau terlihat lesu sekali."
Jimin menggeleng "Tidak, aku hanya lelah saja. Tenagaku sangat terkuras untuk berpikir." Jawab Jimin semakin menunjukkan bahwa ia sangat kelelahan. Namun, apakah ini hanya efek terlalu lelah mengerjakan laporan atau sekaligus efek dari kegelisahannya tadi malam.
Tak beberpa lama berbasa-basi, Jimin terlebih dulu pamit. Namun, Jungkook menahannya. Jimin menghentikan langkahnya. Ia bediri semakin dekat dengan Jungkook.
"Ada apa Jungkook?" tanya Jimin penasaran.
"Aku benar-benar minta maaf telah mengirimu pesan seperti itu tadi malam." Ucap Jungkook sambil menatap dalam manik hitam Jimin.
Jimin menelan ludahnya. Akhirnya dia menyinggung 'insiden' tadi malam, batin Jimin. "Tidak apa-apa, apa mungkin kau mabuk tadi malam hingga tidak sadar mengirimiku pesan seperti itu tadi malam." Ucap Jimin. "Seperti yang sering kulakukan dulu saat kita baru saja berpisah." Lanjutnya sambil terkekeh pelan-berusaha menghilangkan kecanggungan-.
"Tidak." Jawab Jungkook mantap. "Aku tidak sedang mabuk atau mengigau tadi malam. Tapi aku benar-benar minta maaf."
Jimin menganggu-angguk berusaha menetralkan degup jantungnya yan semakin tidak karuan. "Sudahlah, Tidak usah dipikirkan lagi." Ucap Jimin sesantai mungkin. "Kalau begitu, aku duluan ya." Pamit Jimin lagi yang hanya dibalas anggukan oleh Jungkook.
Namun, setelah beberapa langkah berjalan, Jimin berbalik menghadap Jungkook yang ternyata sudah akan bernjak meninggalkan tempat itu.
"Maaf!" ucap Jimin lantang sehingga Jungkook menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.
"Maaf, aku belum bisa membalas pesanmu." Lanjut Jimin. Manik hitamnya dan Jungkook terkunci satu sama lain. Sangat jelas disana tergambar suatu perasaan yang berusaha mereka tahan.
"Tidak apa-apa jika saat ini belum. Semoga suatu saat nanti kau membalasnya." Ucap Jungkook dalam hati.
Happy reading,
JimJimJams
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Call You Mine? [END]
FanfictionJimin merasa sangat bersalah atas kandasnya hubungan dengan Jungkook, berusaha move on dengan perjuangan yang tidak mudah hingga ia bertemu Yoongi. Namun saat Jimin akan memulai dengan Yoongi, tiba-tiba Jungkook datang dan memintanya kembali. Kookmi...