00

785 59 2
                                    

Mau tau apa rasanya jadi saudara kembar manusia teraneh bernama Sagara Hartadi? Coba tanya Seandra yang seumur hidupnya sudah dihabiskan bersama Saga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau tau apa rasanya jadi saudara kembar manusia teraneh bernama Sagara Hartadi? Coba tanya Seandra yang seumur hidupnya sudah dihabiskan bersama Saga. Bayang-bayang masa kecil yang penuh air mata karena nakalnya Saga masih teringat jelas diingatannya. Kepala barbie cantiknya yang patah, jahitan boneka teddy bear super besarnya yang rusak, mainan dokter-dokterannya yang dibuang ke dalam kolam renang, bahkan kelinci kesayangannya yang dilepas begitu saja dengan alasan, "Sean, kasian dia. Hewan tuh harusnya hidup di alam, nggak boleh dikandangin. Nanti dia mati."

Gimana kalau bapak Saga yang terhormat saja yang dibuat mati, hm?

Ditambah lagi enam tahun Sekolah Dasar dan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama yang Sean juga harus abadikan bersama Saga. Berbagai masalah pernah Saga lakukan, yang paling parah ialah membawa sekotak rokok menthol ke sekolah. Mengetahui jenis rokok yang dibawa oleh sang kembaran membuat Sean bangga, sebab menurutnya, selera rokok Saga boleh juga.

Tapi ada satu hal yang membuat Sean bersyukur dipersatukan dengan Saga saat SMP. Sean tidak bisa membayangkan apa jadinya jika tidak ada Saga. Mungkin bermalam di sekolah.

Hari itu adalah hari keempat di mana Sean dan Saga menjadi anak kelas tujuh. Seragam yang digunakan yaitu batik khas sekolah biru dengan bawahan berwarna putih. Sejak pagi, perut Sean sudah tidak enak. Rasanya sakit sekali. Dia bahkan mengatakan hal itu kepada Saga yang duduk di sebelahnya sebanyak empat kali dalam satu jam terakhir.

"Apa sih?"

"Sakit perut."

"Siapa suruh makan seblak level seratus semalem."

"Sakitnya nggak gitu."

"Tadi pagi sarapan nggak?"

"Iya. Nasi goreng, roti bakar stroberi-cokelat, sama bubur kacang ijo. Kan tadi makannya sama lo."

"Lo makan banyak banget, sih. Makanya, jangan rakus. Seorang muslim berkata, berhentilah makan sebelum kenyang."

"Haduh, sakit banget."

"Eh, jangan nangis. Berisik. Nanti dimarahin. Udah-udah, tuh liat tuh, Pak Siwon udah ngeliatin, ssuutt."

Posisi duduk Sean dan Saga itu di pojok, paling belakang sebelah kiri yang mana tempatnya sangat terpencil dan jarang sekali dikunjungi guru. Jadi mereka bisa berbincang sepuasnya asal volume suara dikecilkan. Saga menepuk-nepuk paha Sean pelan, menyalurkan sebagian rasa tenang kepada perempuan yang lahir sepuluh menit lebih dulu ketimbang dirinya.

Nyatanya, sampai bel pulang sekolah berdering, Sean masih terbujur lemas di kursi, tanpa ada pergerakan. Jajanan-jajanan yang hampir memenuhi mejanya itu dibelikan oleh Saga karena tidak tega melihat Sean yang pucat pasi. Sebelumnya tidak pernah terjadi hal seperti ini. Diam-diam, Saga merasa panik. Takut terjadi sesuatu dengan Sean.

"Sakit apa sih? Nggak panas, juga."

Sean menatap Saga dengan matanya yang sayu. Dilihatnya Saga yang sedang membereskan alat tulis Sean, memasukkan pensil, pulpen dan beberapa stabilo ke tempat pensil kemudian di lempar dengan asal ke dalam tas. Ingin rasanya Sean berteriak marah, namun tenaganya sudah terkuras habis untuk meringis seharian ini.

Kak SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang