05

288 41 1
                                    

Sean nggak pernah suka yang namanya upacara. Baginya, upacara itu capek, panas, bikin pusing dan keringetan yang mana harus Sean hindari kalau tidak mau bedaknya luntur. Biasanya Sean akan melipir ke UKS, tidur dengan nyenyak di ruangan sepi nan sejuk yang hanya diisi beberapa orang, itu pun kalau ada yang sakit atau pingsan. Pernah sekali dia kebablasan tidur hingga jam istirahat kedua, jam dua belas siang, waktu dimana orang-orang menunaikan ibadah solat dzuhur dan makan siang, membuat Mika panik bukan main. Tas kekasihnya itu ada di bangku, sementara pemiliknya entah di mana. Ratusan panggilan dan pesan yang dikirim tidak mendapat satu jawaban pun. Mika sampai harus mendatangi gedung SMK untuk menemui Saga perihal itu.

Namun, Saga yang sudah hafal di luar kepala kebiasaan kakaknya itu dengan santai dan kelewat tenang menyarankan Mika untuk mengecek ruang UKS SMA. Tanpa tunggu lama, Mika berlari kencang menuju UKS, perasaannya langsung lega luar biasa begitu melihat tubuh perempuan bernama belakang Hartadi itu terbaring meringkuk menghadap tembok, meski masih ada sedikit cemas mengetahui Sean berada di UKS.

"Kamu sakit?" Mika mengelus pelan rambut Sean, membuat Sean si empunya mengerjap terbangun. Hal pertama yang Sean lihat ialah wajah penuh keringat Mika yang memandangnya dengan sorot mata khawatir.

"Hngg? Nggak. Kok kamu di sini?" balasnya dengan suara parau khas orang bangun tidur. Badannya bergerak duduk tanpa dikomando.

Mika menyodorkan segelas air putih yang tersedia di atas meja kecil samping brangkar ke depan bibir Sean, memintanya untuk minum. "Aku pikir kamu ilang."

Sean menggeleng. "Aku di sini dari pagi."

"Seriusan kamu nggak sakit?"

"Enggak."

"Terus tadi upacara nggak?"

"Enggak."

"Tuh kan kamu pasti lagi sakit."

"Ih, enggak."

"Kalo nggak sakit, kenapa nggak upacaraaa???" Mika sedikit merengek, benar-benar meminta penjelasan sejelas-jelasnya dari Sean.

Sean tertawa kecil. "Aku nggak suka upacara, Mikaaa. Dari awal masuk SMA, aku ikut upacara bisa diitung pake jari."

Oh? Mika baru tahu. Memang, upacara Produce X 101 itu dipisah, murid laki-laki di sebelah kanan sementara murid perempuan di sebelah kiri, mereka dipisahkan oleh barisan para guru. Peraturan ini dibuat agar upacara berjalan hikmat.

"Tapi, Sean, aku nggak mau lagi ngeliat kamu ada di UKS selama upacara. Aku mau kamu di lapangan. Bareng anak kelas, bareng aku."

Ah, sial. Susah juga punya pacar ketua OSIS begini.
























"Adek lo, tuh."

Yudistira Calvin atau biasa dipanggil Yuvin, teman sekelas sekaligus anggota PMR yang kedapatan bertugas mengurus orang sakit di area belakang barisan upacara perempuan itu mencolek pelan bahu Sean. Untuk kesekian kalinya sepanjang sejarah, Sean mengikuti ritual hari Senin karena dipaksa Mika dengan alasan ini adalah upacara terakhir anak kelas dua belas. Mika ingin memastikan upacara terakhir ini akan berkesan di hati Sean seumur hidupnya, karena upacara pagi itu benar-benar upacara terakhir mereka selama dua belas tahun bersekolah. Setelah ini, mereka tidak akan lagi merasakan suasana upacara.

Memikirkan hal itu membuat Sean sedikit sedih. Dalam hati mengiyakan ucapan Mika, kegiatan rutin yang biasa dia lakukan di hari Senin selama dua belas tahun itu tidak akan lagi dia laksanakan. Sean merasa, kelas dua belas ini cepat sekali berlalunya. Sean tidak ingin lulus buru-buru, Sean sayang teman-temannya, Sean suka keadaan rusuh kelasnya, dan Sean ... tidak ingin semuanya berakhir.

Kak SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang