10

193 25 5
                                    

Sean :Sa, nyokap nyuruh jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean :
Sa, nyokap nyuruh jalan.

Maka di sini lah Asa berada. Di salah satu mall yang cukup jauh dari rumahnya, maupun rumah Sean. Alasannya sih satu; supaya nggak ketemu teman masing-masing. Sebelumnya Asa sudah berniat untuk menjemput Sean di kediamannya, namun rencananya itu ditolak. Sean meminta agar mereka bertemu di mall saja.

Asa menunggu kedatangan Sean lumayan lama. Sekitar satu setengah jam hingga cewek berkulit putih itu muncul dengan setelah casual.

"Sorry lama," ucapnya ketika melihat Asa yang tampak cukup jengkel dengan kengaretannya. "Lo udah pesen tiket?"

"Lecek banget tuh muka. Ditutupin make up sedempul apapun nggak mempan."

Sean menyumpah pelan. Asa memang tercipta dengan jiwa brengsek di setiap jengkal tubuhnya. Maka, tidak heran jika segala sesuatu yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sampah. Sean sudah hafal kelakuan laki-laki itu, tapi masih suka kesal tiap kali mendengar perkataannya secara langsung.

"Lo udah pesen tiket belom, asu?" tanya Sean penuh penekanan.

"Ya belom lah!" balasnya nyolot. "Lo kan nggak bilang mau nonton film apa."

"Gue suka film kartun."

"Hadeh, bocah." Asa menggerutu. "Gue nggak suka kartun sih. Tapi kalo lo mau ya ayo."

Sean tersenyum mendengarnya. "Yaudah, gih sana beli tiketnya."

Asa mendengus kesal, namun tetap berjalan menuruti kemauan Sean. Mengantre tiket bersama orang-orang yang tidak dikenalnya. Kebanyakan dari mereka berdua atau malah ramai-ramai, sangat kontras dengan Asa yang mengantre sendirian. Sebenarnya Asa mau minta Sean untuk ikut mengantre menemaninya, tapi gengsi lah. Udah mana muka Sean juga lagi galak-galaknya, yang mana bikin Asa ngeri. Takut Sean ngamuk.

"Mas."

Asa menoleh kaget ketika gerombolan cewek seumurannya yang mengantre tepat di belakang Asa itu menepuk bahunya sebanyak dua kali. Awalnya Asa kira ada yang salah dengannya, menyerobot antrean misalnya. Tapi kekehan pelan dari rongga bibirnya tidak bisa lagi dia tahan saat dengan lagak malu-malu, salah satu dari mereka mengasongkan ponsel.

"Boleh minta nomer hapenya?"

Asa baru ingin menolak mentah-mentah, berbarengan dengan kemunculan Sean yang mengamit sebelah tangannya lalu melemparkan aura permusuhan kepada gerombolan tersebut. "Enggak boleh. Lo boleh minta nomer cowok mana aja, tapi yang ini udah jadi punya gue."

"Maaf, Kak, kirain masnya nggak punya pacar. Abisnya daritadi ngantre sendirian." Cewek itu beralasan kemudian menepuk pelan paha teman di sampingnya, memberi kode untuk undur diri dari hadapan Sean dan Asa.

"Belum apa-apa udah posesif."

"Cot, bacot."

Asa menatap Sean keheranan. "Lo barusan ngapain dah?"

"Harusnya lo bilang makasih karena gue udah nyelametin nyawa lo dari itu rombongan manasik haji!"

"Orang gue mau-mau aja ngasih nomor, kok. Ceweknya cantik gitu," ujar Asa berbohong.

"Dih!" Sean menghempaskan tangan Asa yang sejak tadi dia genggam. "Najisin banget dah lu. Sok ganteng!"

"Gue emang ganteng."

"Lo kira semua cewek suka sama lo!"

"Semua cewek suka sama gue."

"Kecuali gue."

"Tapi lo dijodohin sama gue." Asa ketawa melihat tidak ada balasan apapun lagi dari Sean. Tangan cowok itu bergerak mengambil tangan Sean, menyelipkan jemarinya di sela-sela jari kurus Sean, menggenggamnya erat. "Marah-marah mulu lu. Sini pegangan, nanti ilang"

Setelah beres memberi tiket, mereka memutuskan makan. Studio bioskopnya baru dibuka dua jam lagi karena mereka mengambil jam midnight. Asa teringat akan ucapan Valdo mengenai Sean yang tidak mau makan itu tentu saja tidak membuang waktu, dia beralasan perutnya lapar, belum diisi dari tadi siang.

"Mau makan apa?" Sean bertanya.

"Mau yang pedes-pedes."

"Mulut gue nih pedes," celetuk Sean.

"Serius dulu, anjir." Asa melirik sebal cewek di sampingnya.

"Apa dong? Beli bakso mamang yang jualan di depan mall aja yuk," ajaknya random bikin Asa mengerutkan kening. Nggak jelas banget tunangan gue, bangsat, pikir Asa.

"Gue terserah lu, tapi pengen richeese."

Cobaan banget dijodohin sama cowok begini, ya Tuhan, batin Sean. "Katanya terserah gue?"

Asa tersenyum geli. Lalu mengacak-acak rambut Sean saking gemasnya dengan cewek itu. "Sekarang nasi dulu. Pulangnya kita makan bakso, ya."

"Siap!" Gadis itu nyengir, sedetik kemudian tertawa pelan. Tawa yang menular pada Asa. "Tapi anterin gue beli jedai dulu ya ke Stroberi. Lupa bawa. Rambut udah nggak enak banget pengen dijepit."

Nyatanya membeli jedai adalah kebohongan belaka. Apa yang dilakukan Sean saat ini tidak lain dan tidak bukan; memborong semua hal tidak penting yang berada di Stroberi. Janji makan richeese juga dilupakan begitu saja.

"Gelap mata banget lo, tolol." Asa memaki setelah berdiri cukup lama menunggu Sean mencomot setiap hal yang menarik matanya. Tangannya menenteng burger jumbo dan juga sebungkus kentang goreng serta segelas soda yang dia beli selagi cewek patah hati itu sibuk mengelilingi toko pernak-pernik lucu tersebut.

"Berisik banget, Sa."

"Udahan, kek. Lo cuma punya satu kepala, dua kuping, dua tangan, sama sepuluh jari, Kak. Ngapain beli banyak-banyak?"

"Bingung mau beli yang mana."

"Yang paling lucu menurut lo."

"Lucu semua."

Asa mendengus pelan. "Iya sih, satu-satunya hal yang nggak lucu di sini ya cuma lo, nyeremin."

"Belom aja itu mulut gue jait."

"Lo belum makan."

"Iya, bentar."

"Daritadi ngomongnya gitu terus."

"Sabaarrr."

"Kentangnya abisin dulu, kek. Capek gue meganginnya." Asa berdecak.

"Ntar napa sih. Lagian, katanya mau makan nasi, ngapain beli kentang segala. Gue nggak mau ah, nanti kenyang duluan."

Asa akhirnya menyerah. Dimakannya kentang goreng tersebut.

"Kok kentangnya diabisin?"

Lantas, Asa mendongak. Mentap Sean lurus, raut wajahnya menunjukkan tanda peperangan. "Katanya tadi nggak mau?!!"

"Nggak maunya sekarang!"

"Lah yaudah!"

"Tapi, nanti mauu!!"

Asa menarik napas dalam-dalam. "Lo pulang aja dah mending."

Kak SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang