"Minum dulu."
Shandy menyodorkan sekotak susu rasa mocca yang selalu tersimpan di bawah jok motornya hingga kardus susu berwarna coklat itu sedikit penyok sana sini pada Sean. Shandy tidak mengajak Sean berbicara, apalagi bertanya macam-macam meski rasa ingin tahunya sudah ada di ujung lidah, yang dia lakukan hanyalah membiarkan Sean menikmati waktunya sendiri.
"Shan," panggil Sean tiba-tiba setelah beberapa menit berlalu dengan sunyi. Sean melirik Shandy yang sedang mengemut permen di jok motornya, sementara Sean terduduk di trotoar jalan.
"Apa, Kak?"
Sean diam lagi. Shandy adalah orang yang paling jarang memanggil Sean dengan sebutan 'kak'. Tiap kali Shandy melakukannya, Sean selalu merasa tidak nyaman. Karena diantara semua anggota X1, Shandy yang paling tidak dekat dengannya. Tapi hubungan mereka berdua bukan tipe yang saling diam ketika berada di satu ruangan. Sean berisik, Shandy juga begitu. Mereka masih saling berbicara dan melempar umpatan. Hanya saja, Shandy terlalu mandiri dan dewasa sehingga dia tidak bisa menganggap Sean sebagai kakaknya, tidak seperti yang lain, yang bisa dengan seenaknya menempel manja dengan Sean.
Pertama kali Shandy memanggil Sean dengan sebutan kakak itu pada saat malam tahun baru. Setelah enam bulan mereka berteman, setelah semua teman-teman Saga sudah pernah memanggil Sean dengan panggilan kakak puluhan bahkan ratusan kali, setelah mereka menghabiskan waktu ribuan detik.
Shandy kebagian memotong sayur. Kisahnya seperti pada drama-drama umumnya, entah bagaimana, jari Shandy sudah berdarah teriris pisau.
"Eh, aduh, duh, adududududuhhh." Shandy meringis kesakitan.
"Heh, lo kenapa?" tanya Sean khawatir. Di dapur hanya ada Sean yang sedang membuat sebaskom es. Yang lain berada di taman belakang, memanggang daging dan bermain kembang api.
Tidak menjawab. Shandy malah mengibas-ngibaskan jarinya yang teriris pisau di udara, tanpa sadar di belakangnya ada Sean yang mencoba melihat keadaan Shandy dengan cemas. Terjadi begitu saja. Tanpa sengaja, tangan Shandy mengenai wajah Sean dengan keras hingga cewek itu memekik.
"Aduh!"
"Eh, Sean, maap. Nggak sengaja." Shandy panik. Sebelah tangannya yang tidak berdarah berusaha menurunkan tangan Sean yang menutupi wajahnya. "Sakit gak? Coba liat."
"Mana tangan lo yang berdarah?" Sean menarik Shandy ke wastafel sembari tangannya yang lain masih mengusap-usap jidatnya yang terkena gampar. "Kalo sakit bilang ya."
Shandy sebenarnya ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya ketika air bersih itu mengucur, mengenai luka di jari telunjuknya yang menganga, tapi melihat kecemasan yang tergurat jelas di wajah Sean membuatnya urung. Dia tidak bisa membikin Sean lebih khawatir lagi dengan berteriak sakit.
"Bentar, gue ambilin obat merah dulu."
Sean mendudukkan Shandy di kursi mini bar. Tidak berapa lama, cewek dengan daster selutut itu balik lagi, menenteng kotak P3K. Dengan cekatan Sean mengoleskan obat merah lalu membungkus jari Shandy menggunakan hansaplas bergambar kura-kura ninja berwana hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak Sean
Teen FictionAdik Seandra Hartadi itu cuma satu, tapi yang manggil dia kakak jumlahnya sampai tiga belas orang.