03

340 46 6
                                    

Valdo sedang terduduk santai di sofa depan televisi ketika Saga sibuk memilih film yang akan mereka tonton seharian ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Valdo sedang terduduk santai di sofa depan televisi ketika Saga sibuk memilih film yang akan mereka tonton seharian ini. Hari libur memang biasanya mereka habiskan bersama di rumah jika tidak memiliki kegiatan bersama teman ataupun kekasih, khususnya Sean yang semenjak masuk kelas dua belas selalu ditinggal Mika bimbel setiap hari Minggu. Saking tidak ada kerjaannya, gadis itu kini bahkan sedang berkutat di dapur dengan beberapa buah tomat segar dan sebuah blender.

"MBAK, INI PISAUNYA BEKAS MOTONG APAAN DEH??"

Teriakan nyaring Sean terdengar seantreo rumah, membuat Mbak Wenda, asisten rumah tangga mereka, yang sedang menyiram tanaman hias Mama di taman belakang segera menghampiri.

"Kenapa, Kak?"

Sean menatap Mbak Wenda, tanpa mengatakan apapun, tangannya mengangsurkan segelas jus tomat yang baru saja dibuatnya. Dengan bingung, Mbak Wenda menerima gelas berisikan jus tomat itu, lalu menyesapnya. Beberapa detik kemudian mata Mbak Wenda melebar, sekarang ia mengerti kenapa anak majikannya itu terlihat ingin menangis. Jusnya rasa campuran buah tomat dan bawang putih.

"Ya Allah, Kak, tadi teh saya motong bawang putih, pisaunya lupa nggak dicuci lagi," kata Mbak Wenda sambil tertawa melihat ekspresi Sean yang kelewat lucu. Bibirnya manyun, matanya berair namun terselip percikan kesal di sana. Ingin rasanya Sean masukan bawang merah dan cabai keriting, biar jadi bumbu balado sekalian.

"Ih, Mbaaaaakkkk," rengeknya sambil menghentak-hentakkan kaki. "Mana Sean bikinnya segelas gede."

Melihat bagaimana kekecewaan tercetak jelas dalam raut wajah Sean, Mbak Wenda jadi tidak enak sekaligus merasa bersalah.

"Maaf ya, Kak. Saya lupa banget, beneran deh."

Sean mengangguk lemas. "Nggak papa, Mbak. Buang aja lah. Rasanya aneh, nggak enak juga."

"Ih, jangan dibuang. Sayang. Simpen aja di kulkas. Nanti saya bikin ayam balado."

Sean terhenyak. Jus tomat gagalnya itu beneran dijadikan bumbu ayam balado?

"Terserah, Mbak Wenda, aja deh." Sean mengalah. Dia berniat membereskan kekacauan dapur yang ditimbulkannya, tetapi Mbak Wenda melarang. Biar Mbak Wenda yang urus saja, katanya.

Di ambang pintu dapur, terdapat Saga dan Valdo yang diam-diam mengintip. Saga terkekeh geli, sementara Valdo cemberut.

"Yah, batal minum jus tomat dong?" Valdo mendongak, menatap Saga yang menumpukan badannya diatas punggung Valdo.

Saga melirik. "Makan mulu otak lo. Kagak ada bedanya sama si Sean."

"Dih, nggak makan mah mati."

"Chat Ariel. Bilang, Sean lagi BM jus tomat sama seblak depan komplek gitu. Anak X1 lagi pada otw ke sini."

"Lah? Kok pake segala ada seblak depan kompleknya sih, Om? Kan, Kak Sean cuma mau jus tomat?"

"Seblaknya gue yang pengen."

"Kenapa Bang Ariel? Bang Asa aja."

"Asa udah gue suruh beli ceker merecon."

Dengan begitu saja, senyum Valdo mengembang. Kakinya bergerak cepat menuju ruang keluarga, mengambil ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana, intinya sih dia menjalankan perintah Saga dengan sangat baik.

"Apaan tuh main hape sambil senyum-senyum? Lagi chat sama pacar lo, ya?!"

Valdo tersentak kaget kala tangan Sean terjulur cepat ingin mencomot ponselnya, namun tentu, Valdo lebih gesit. Seperti berada dalam film-film action, Valdo mengambil satu langkah lebar ke belakang dan memutar tubuhnya, menyembunyikan benda berukuran persegi itu dalam dekapan.

"Apa sih Kak Sean kepo!"

Sean berdecak pura-pura marah, berkacak pinggang, memasang wajah seram. Valdo yang tadinya mau kabur jadi mengurungkan niatnya. Cowok itu nyengir.

"Grup chat X1, Kak Seaaan," katanya imut. Tangan panjangnya melingkari perut Sean, pipinya ditempelkan di pundak sang tante. Dengan posisi tetap seperti itu, Valdo menggiring Sean duduk di sofa. Pundaknya rada pegal karena harus membungkuk, menyeimbangkan tingginya dengan Sean.

"Drama banget lo berdua. Entar berantem, baikan, marahan lagi, terus peluk-peluk," komentar Asa yang secara tiba-tiba sudah ada di ruang keluarga, menyaksikan adegan manis tunangan dan calon keponakannya.

Sean melirik sinis. "Ngapain lo di sini? Rumah gue lagi nggak menerima tamu. Pulang sana!"

Asa menatap Sean malas. Lalu beralih kepada Valdo, memintanya menjawab pertanyaan. "Kasih tau."

"Om Saga yang undang, Kak."

"Ck, maaf, Mas, ini acara keluarga. Kembaran saya kayaknya khilaf ngundang situ. Jalan buat ke pintu keluarnya masih hafal, kan ya?"

"Bukannya Bang Asa juga keluarga kita ya? Kan nanti, Bang Asa jadi suami Kak Sean," celetuk Valdo polos.

Sean melotot. "Ngomong sekali lagi kayak begitu, gue usir lo dari sini."

Respon Asa berbeda. Dia malah tertawa, seolah-olah membenarkan perkataan Valdo barusan. Ya, memang tidak salah juga. Mereka bertunangan. Tahap berikutnya apa lagi kalau bukan menjadi pasangan suami-istri.

"Udah dateng? Cepet bener. Titipan gue mana?"

Tiga pasang mata itu langsung terfokus kepada Saga yang berjalan santai dari arah dapur dengan setoples kacang goreng di pelukan. Kakinya berbalut sepasang sendal beruang berwarna cokelat milik Sean yang baru saja dia colong dari kamarnya. Sendal rumah itu tampak sangat imut di kaki Saga. Terlebih ukurannya yang mini membuat sebagian besar telapak kakinya masih menyentuh lantai.

"Nih."

Saga tersenyum, lalu meraih kantong plastik hitam jumbo—benar-benar besar—berisi tumpukan sterofoam ceker merecon yang aroma pedasnya sudah menguar di udara secara samar-samar sejak tadi. Dia mengeluarkan dua kotak ceker pedas, dibantu Valdo.

"Lo beli ceker buat sekelurahan apa gimana, Sa? Banyak banget ini siapa yang mau makan?" Sean berjengit, sempat merasa bodoh juga karena tidak menyadari tentengan Asa ketika baru masuk tadi.

Asa mendudukkan dirinya di samping Sean, menggantikan sosok Valdo. Tangannya bergerak meraih remote tivi, mengganti salurannya ke acara kartun. "Anak-anak."

"Anak-anak mana anjir?"

Mata cowok itu menatap manik Sean, dalam. "Anak-anak kita."

"Geli, goblok." Kaki Sean secara spontan menendang paha Asa, membikin sedikit jarak diantara mereka.

"Anak X1, lah. Pertanyaan lo lagian ada-ada aja. Ya kali tiba-tiba gue beli buat makan bareng anak pengajian masjid komplek lo. Ngotak dikit."

"Asik ngomongnya panjang."

"Ck."

"Ya kali aja lo lagi mau sedekah bagi-bagi makanan gitu."

"Kalaupun mau bagi-bagi makanan, nggak ceker merecon juga dong, Kak Seandra?"

"Ya udah iya gue salah. Marah-marah mulu, dih."

"Lo bikin emosi."

Kak SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang