Ales: Tugas dari Kaela

80 8 0
                                    

Kota malam. Itulah sebutan dari sebagian kecil wilayah yang ada di Marla. Aktivitas malam disini sangat sibuk, lalu lalang orang serta toko-toko yang dihiasi lampu warna-warni redup di pintunya. Satu hal yang pasti, segala gemerlap yang ada dapat menarik sedikit sudut senyum dari wajah lelah yang mampir kesini.

Layaknya anjing kecil yang kehilangan induknya, orang-orang secara terang-terangan memandangnya aneh. Tentu saja karena satu hal, pakaiannya yang lembut dan mencolok. Siapa pula yang akan memakai warna biru cerah di tempat ini? Juga ditambah dengan pembawaannya, ini bukan tempat bagi orang-orang sepertinya.

"Apakah gerangan yang membawamu kemari, pemuda suci?"

Dia menoleh kepada eksistensi yang bergelayut di lengannya. Seorang wanita, dengan bibir merah, dan jubah yang diturunkan menampilkan pundak mulusnya. Tatkala matanya menangkap sebuah tulisan ia langsung tersenyum, "aku menunggu temanku."

"Astaga, jika temanmu kemari pastikan kau bertemu dengannya besok pagi," si wanita berbisik di telinganya, "tidak mungkin temanmu kemari tanpa bersenang-senang 'kan?"

"Apa kau bekerja disini?" tanyanya.

Ovle's House. Rumah pelacuran yang begitu terkenal di tempat ini. Tersenyum wanita ini menggeret lengannya dengan halus, "aku akan mengajakmu melihatnya."

🌟🌟🌟

Hening hanya redupnya lilin yang terlihat, andai saja lilin itu bisa berbicara, mungkin kesunyian ini akan pecah. Melihat keluar jendela, dagunya yang di topang, dan kelopak matanya yang berkedip, membius siapapun yang melihat.

Tidak terkecuali wanita yang tengah mengaduk teh pada sebuah cangkir, asap panas mengepul dari sana. "Kenapa kau tidak minum alkohol?"

Pandangan ini menoleh seolah baru menyadari hanya ada mereka berdua di ruangan ini. "Dalarisa melarangku."

"Siapa Dalarisa, kekasihmu?" Mendekat tepat didepannya, wanita ini duduk.

"Bukan," bantahnya, "dia Ratuku."

"Kau begitu menjunjung tinggi dirinya. Tidak kah kau merasa bersalah ada di tempat ini?"

Kepalanya sedikit miring memperjelas pandangannya sebelum terkekeh kecil. "Apa kau sedang berusaha mengusir pelangganmu? Kau yang menawariku."

Wanita ini langsung memperlebar senyumnya, ini pekerjaannya, seharusnya ia tidak kaget dengan para pelanggan yang datang kemari. Kebanyakan pria yang sudah menikah atau memiliki kekasih. "Tapi kau terlihat berbeda."

"Berbeda bagaimana?"

"Penampilan dan cara bicaramu sangat tidak cocok ditempat ini."

"Lalu, aku harus berada dimana?" Posisinya berubah tiduran dengan bantal lembut yang ditindih lengan bawahnya.

"Hm..." aroma teh menguar sembari wanita ini berfikir. Uap-uap panas meninggalkan hawa hangat. "Pangeran yang begitu dijaga oleh orang-orang disekelilingnya. Begitu berharga dan tidak ternilai."

Tertawa ia menerima cangkir teh yang disodorkan padanya. "Jangan memandang tinggi diriku. Justru wanita seperti dirimulah yang pantas disebut permata."

"Tidak, tidak," wanita ini menggeleng sembari menanggalkan pakaiannya. "Kau pasti tahu noda apa yang sudah terlukis ditubuhku."

Begitu terkejutnya wanita ini ketika Ales langsung mendekat dan menggenggam erat tangan yang mendadak kaku. Wajah mereka begitu berdekatan, mengeluarkan hawa panas saat berbicara. "Pasti itu lukisan yang indah. Gambar-gambar yang kau buat dari keringat dan kerja kerasmu."

Seolah mengerti, wanita ini tersenyum dan langsung merangkul leher si pria dengan kedua lengannya. "Kau salah, aku menikmatinya."

Tangan itu bergerak untuk menyibak rambut yang luruh menutupi wajah disana. "Kau cantik."

Memory X AlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang