'AOM; 18'

93.2K 11.8K 1.9K
                                    

Sebelum membaca, mau nanya pendapat kalian tentang cover baru?!

Menurut saya, Alaska vibes banget [covernya yang dulu wkwk]

Tolong jangan ditagih-tagih up mulu. Soalnya, semakin ditagih, jadi makin males nulis. Keep santuy yah.



---



BEBERAPA kali kuhembuskan napasku kala bayang-bayang kejadian waktu itu terus terputar di benakku. Alastair dengan kepergiannya saat itu benar-benar membuatku merasa bersalah, ditambah ia yang mengatakan diriku begitu egois.

Egois di matanya.

Aku mengerti mengapa ia mengatakan itu. Ia pasti mengira bahwa aku mendukung Gilang bersama Ayra agar aku bisa mendapatkannya.

Berkali-kali kegaruk leherku walaupun itu tidak gatal sama sekali. Andai saja aku sedang tidak bersama Jessica dan lainnya aku pasti akan menggaruk kepalaku gusar hingga rambut-rambutku ini sudah tidak tertata manusiawi lagi.

Alastair benar-benar membuatku gila.

Belakangan ini saat aku tidak sengaja bertemu dengan dirinya. Aku selalu mencoba memanggil cowok itu atau pun menyapanya saat sengaja kupapaskan diri dengannya. Namun, sayangnya Alastair seakan-akan menulikan telinga.

Catat, aku benar-benar membuang semua rasa gengsiku untuk menyapanya.

Setelah resmi menjual ponselku aku benar-benar tidak pernah merasa menyesal akan tetapi karena masalah ini. Sepertinya jika masih memiliki ponsel aku masih bisa memiliki cela, yah walaupun aku tahu dia akan bersikap mengacuhkan juga.

Keadaan Alastair dan keadaan Ibuku benar-benar menguras hati dan pikiranku. Semalam Ibuku koma hingga sekarang. Jangan tanya mengapa aku tidak menemaninya dan lebih memilih kemari. Jawabannya karena aku mulai tidak kuat di sana, iya tidak kuat melihat bagaimana rapuhnya Ibuku dengan alat-alat penopang hidupnya itu.

Kalau masih memiliki ponsel. Aku yakin seratus ribu persen Gilang akan mencecar habis diriku untuk segera ke rumah sakit.

"Yang bener sat, ke samping-samping lagi, ya iya, yang ikhlas dong ah!" Itu suara Jessica yang sedang menyuruh Dipo dengan seenaknya untuk memijat kepalanya.

Entah keahlian dari mana Dipo mendapatkannya. Namun cowok itu benar-benar pandai dalam hal urut mengurut.

Terdengar Jessica menyerapah setelah Dipo menyentil keras kepalanya. "Lo punya pacar. Ganteng, tajir, kreatif tapi masih aja lo manfaatin gue, nyet!" Kekesalan Dipo tidak membuat cowok itu berhenti melakukan pekerjaannya.

Billy, Mario, Reindra dan Ghea sedang bermain kartu. Sedangkan Cani memilih sibuk dengan ponselnya. Cewek berpipi chubby itu gemar sekali yang namanya shopping. Jadi, kalau kamu melihat dia sedang melihat layar ponsel sembari tersenyum. Itu opsinya hanya 2. Kalau bukan karena Billy yah karena kegemarannya itu.

Omong-omong tentang Cani. Ia belum benar-benar bisa kembali seperti dulu dengan Dipo. Mungkin mereka canggung.

"Udah ah, capek."

"Mata lo capek, lo pasti mau maen kartu, kan?"

"Ya iyalah nyet, lo pikir kepala lo itu seberharga apa sampe mesti gue pijetin muluk?"

"Awas yah lo Dip. Syukur ae lo idup nyet."

"Alhamdulillah yah sist." jawab Dipo yang membuat Jessica menendang bokong cowok itu.

Jikalau biasanya aku akan terkekeh melihat kelakuan absurb mereka. Sekarang, hanya untuk menarik sedikit bibir ke atas pun sangat susah.

Tidak hadirnya Alastair di sini. Mengapa aku merasa itu karena aku?

Alastair Owns MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang