🍋 Zona Kekang Dimas

573 88 24
                                    

"Paham kan konsepnya?"

Dimas mengerutkan kening bingung, "U-uh... Sulit sih, Pak."

Pak Alex, sang dosen pembimbing itu, hanya menghela napas.

"Ya dicoba dulu, Dimas. Kamu gak ingat udah 10 kali gonta ganti judul? Ini saya bahkan sampai turun tangan buat ngasi kamu judul. Kalau semuanya kamu nyerah karena gak paham terus kamu mau pakai judul apa?"

Dimas menundukkan kepalanya sungkan.

"Kamu mau lulus gak?"

"Maaf pak, iya mau..."

Pak Alex menghela napasnya kembali.

"Saya yakin kamu pasti bisa sama judul ini. Tema kendali adaptive udah banyak referensinya. Kamu juga kan punya band sejurusan yang membernya pinter semua. Kayak Jaerand sama Wira tu udah sampai bab 3 saya liat progresnya. Atau juga Saka sama Brian yang baru selesai sidang proposal. Masa mereka gak bisa bantu kamu?"

"Iya pak, saya coba."

Pak Alex mengatur kacamatanya lalu menepuk pundak Dimas.

"Dimas, kadang kamu harus keluar dari zona nyaman dan berani menghadapi masalah. Jangan mudah menyerah. Saya tau kamu mampu."

Dimas mengangguk perlahan.

Tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari luar. Seorang gadis muncul setelah mendapat persetujuan dari pak Alex.

"Permisi pak, ini titipan bapak yang tadi." ujar gadis itu lalu menyerahkan kantong plastik ke pak Alex.

"Oh iya, makasih ya."

"Siap, Pak. Kalau gitu saya pamit--"

"Ah sebentar, Nayla judul skripsi kamu tentang coupled tank juga kan?"

"Iya pak."

Pak Alex menjetikkan tangannya kemudian menunjuk Dimas dan Nayla bergantian.

"Dimas kamu bisa diskusi sama Nayla. Plant kalian sama cuma beda pengendali saja. Nayla sudah sampai bab berapa?"

"Eung... Tiga pak."

"Ya gapapa itu. Bisalah ya bantu Dimas?"

Pak Alex seolah meyakinkan gadis itu dengan anggukan mantapnya sementara Nayla dan Dimas hanya saling memandang dengan bingung.

"Ya sudah, kita fix kan ya judul kamu yang ini. Sudah saya acc. Silakan dilanjutkan ke bab 1." tutup pak Alex pada Dimas.


— s k r i p s h i t —


Nayla baru saja selesai menjelaskan suatu materi tapi Dimas tampaknya belum mengerti juga.

"Gak paham ya?" tanya Nayla lagi.

Kali ini Dimas mengatupkan kedua tangan didepan wajahnya sebagai isyarat meminta maaf.

"Maaf ya, jelasin sekali lagi boleh?"

Nayla hanya tersenyum lemah. Pasalnya ini sudah penjelasannya ketujuh kali dengan materi yang sama.

"Apa gue yang ngajarinnya salah ya? Lo sama sekali gak ngerti soalnya..." gumam Nayla.

Membuat Dimas buru-buru mengelaknya, "Enggak, Nay. Gue emang agak lama nangkep sih anaknya. Maaf ya. Ngerepotin lo banget."

"E-eung... Gak kok. Ya udah kita ulangi lagi aja ya--"

Tiba-tiba ponsel Dimas berbunyi. Dengan sungkan lelaki itu pun meminta izin pada Nayla sebelum menerima panggilan tersebut.

Sekilas dapat Nayla dengar Dimas berbicara tentang band-nya. Yang membuat gadis itu tersadar akan sesuatu. Beberapa menit kemudian, Dimas selesai dengan urusannya.

"Sorry ya, bang Saka barusan nih. Ngomongin soal busking." jelas Dimas walau Nayla tidak menanyakannya.

"Oh oke, by the way gue baru tau kalau lo anggota band Enam Hari itu."

"Wah tersinggung nih gue" gurau Dimas, Nayla tertawa.

"Maaf maaf, tapi beneran gue kayaknya gak pernah ngeliat lo disana tiap kali Enam Hari manggung."

"Yaa gue kan drummer. Lebih sering dibelakang ketutupan sama 4 lelaki lainnya."

"Ooh itu menjelaskan sih" simpul Nayla sembari menahan tawanya.

"Tapi lo tau kan istilah pemeran utama itu letaknya dibelakang? Dalam kasus gue juga gitu. Kenapa gue posisinya di belakang? Karena paling ganteng." sahut Dimas over confident.

Nayla masih berusaha menahan tawanya agar tidak menyinggung lelaki itu. Tapi Dimas malah terlebih dulu menyikutnya.

"Udah ketawa aja gosah ditahan gitu."

"HAHA gokil juga ya lo."

Berkat itu suasana menjadi lebih cair diantara mereka berdua.

"Btw lo kenapa masuk teknik? Cewek kan biasanya jarang yang mau ke teknik." tanya Dimas tiba-tiba.

"Ya biar linier aja. Gue kan smk nya elektro jadi kuliah juga elektro dong. Kalau lo nanya kenapa ke teknik sih mungkin jawaban gue karena.. passion?"

Dimas mangut-mangut mendengar penjelasan gadis itu.

"Enak dong, lo udah bisa nemuin passion di umur segini."

"Yup. Lucky me," Nayla mengangguk setuju, "Lo sendiri gimana? Kenapa masuk TE?"

"Karena jebolnya disini."

"Serius? Gak ada alasan lain? Ya pas lo milih jurusan ini kan pasti ada pertimbangannya juga dong?"

Dimas menggeleng pasti. Membuat Nayla mengerutkan keningnya heran.

"Gue beneran cuma asal ngeklik. Trus taunya jebol. Yaa mau gimana lagi. Lanjutlah mumpung lolosnya di negeri juga kan."

"Wow," respon Nayla agak takjub.

Dimas lalu menyapu pandangannya ke plang Fakultas Teknik yang berdiri megah didepan taman kampus itu. Mengamatinya dari sana.

"Padahal gue udah survive sampai sejauh ini tapi sekarang paranoidnya justru muncul lagi," Dimas menggantung ucapannya sejenak, "Ini bukan tempat buat gue."

Nayla terdiam cukup lama sembari memandang lelaki disebelahnya. Sekarang ia tau mengapa Dimas tidak pernah mengerti dengan materi yang disampaikan gadis itu. Karena memang dari awal, lelaki itu sudah kehilangan minatnya.

Bertahan ditempat yang tidak kamu senangi, rasanya seperti berada dalam zona kekang. Dan itu lah yang sedang Dimas alami saat ini.


— s k r i p s h i t —




Nayla Anggraini as Dimas's new friend

Nayla Anggraini as Dimas's new friend

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔️] SKRIPSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang