🍋 Beban Jaerand

670 96 7
                                    

Helaan napas lega Jaerand langsung mengudara selepas melihat pemandangan didepannya.

Sang ibu tersenyum kecil menyambut kedatangan putra semata wayangnya itu. Kemudian tangannya terulur seolah memanggil Jaerand untuk mendekat.

"Kaget ya kamu?" kekeh ibunya, "Mama gak apa-apa. Cuma kecapekan aja. You knew it, aged diseases."

Jaerand menghembuskan napasnya, "Kalau tau gitu kan jangan capek-capek, Ma. Di rumah juga ada bibi. Jaga kesehatan dong."

Ibunya hanya mengangguk dan membiarkan anak tunggalnya berbicara lebih lama.

"Dad isn't with us now and I only have you on my side. So please, don't push yourself. Think about me."

"Okay Jaerand. Mom is sorry. Okay? Don't cry, omg."

"I'm not cry."

Jaerand segera mengusap wajahnya. Tidak terbiasa menunjukkan sisi lemahnya didepan sang ibu. Tapi ia tak menolak pelukan hangat wanita itu yang kini tengah merengkuh tubuhnya.

Mereka mengurai pelukan itu beberapa saat kemudian.

"Bi, tolong dong awasi mama. Jangan biarin dia kerja yang berlebihan. Banyakin ibadah aja." ucap Jaerand ke salah seorang wanita yang berdiri tak jauh darinya.

"Ibu mah gak banyak kerja kok mas Jae. Cuma banyak pikiran aja kalo kata dokter."

Jaerand langsung memandang ibunya penuh selidik, "Mikirin apa, Ma?"

Yang direspon dengan deheman saja oleh ibunya.

"Ma."

"Uh.. Gapapa."

"Don't lie. What's that?"

Ibunya masih terlihat ragu untuk menjelaskan.

"Bi, ada apa sih?" kali ini Jaerand beralih ke asisten rumah tangga-nya. Sang bibi terpercayanya.

Namun respon wanita itu juga sama dengan ibunya. Diam.

Jaerand gregetan.

"Mom!"

"Mama tuh pusing mikirin kamu kapan nikahnya, Jae!" balas ibunya spontan.

Suasana mendadak hening.

"Serius, Ma?" ulang Jaerand berharap salah dengar.

"Ya kamu kan anak mama satu-satunya. Setelah papa meninggal mama jadi sering mikir kalo mungkin umur mama juga gak lama lagi. Mama cuma takut gak bisa liat cucu mama karena kamu belum merit juga sampe sekarang."

Jaerand mengusak rambutnya asal, "Mom, I'm just trying to finish my thesis and now you tell me to married asap? My godness."

"You can finish it after married. There were allowing tho." balas ibunya.

"That's crazy-"

"I don't know when I'll die, Jae. I just wanna meet my grandchild before I died."

"Who's say you will die?!"

"Everyones will die!"

"Ya but not like you have an authority to definite when you'll die. Cuz only god knows that."

"You got my point, Jaerand." ujar ibunya tegas, "Lagian kamu juga udah punya pacar kan. Mama malah udah nanya ke Wendy, siap gak buat nikah, and she said yes."

"What?!" Jaerand langsung membelalakan matanya, "You asked her what?"

— s k r i p s h i t —


"How's mom?"

Jaerand menghembuskan napaskan kasar. Kemudian menggenggam jemari gadis yang baru tiba itu dalam diam. Dan memintanya untuk duduk disamping lelaki itu.

"She's fine."

"Thanks god." ucap Wendy lega.

Jaerand tersenyum sembari memandang gadis itu dengan tatapan yang sukar dijelaskan. Wendy dengan blazer abu-abu dan rok hitam selututnya. Melihat make up yang masih utuh terpahat diwajah cantik itu, menyadarkan Jaerand bahwa Wendy pastilah langsung melesat dari kantor menuju rumah sakit setelah mendapat kabar tentang ibunya.

"Have you eaten?" tanya Jaerand. Wendy mengangguk.

Jaerand lalu memberikan sekantong plastik berisi roti dan air mineral yang tadi sempat dibelinya selagi menunggu Wendy tiba.

"You obviously looks starving, Babe." kekeh pria itu.

Wendy ikut tergelak lalu melahap makanannya dengan senang.

"Know what? I was in the middle of meeting when I got your messages. After that I immedietely close that forum and running fast from my office to this place. I just don't give a shit about my meeting to be here as soon as possible. And I'm almost have an accident too! Omg that so freaking mess!" cerita Wendy dengan mulut penuh makanan.

Jaerand hanya memandangnya sambil tersenyum tipis.

"So are you going back to work after this?"

Wendy tiba-tiba menghentikan kunyahannya lalu memandang Jaerand sedih, "I'm sorry..."

"No, don't feel sorry. It's okay. Thanks to you cuz you still coming even you busy as hell."

"Forgive my job." gurau Wendy lalu sama-sama tertawa dengan Jaerand.

"Wen,"

"Hm?"

"Did mom asked you something?"

Kening Wendy berkerut seolah berpikir, namun ujungnya gadis itu hanya mengangkat bahu sebagai isyarat tidak tau.

"She asked you, right? Something like marriage or whatever. Don't hide it from me."

"Oh thats!" Wendy menepuk keningnya seakan baru ingat, "Right. She asked me if i'm ready to married with you. And I say yes."

"Sorry..." lirih Jaerand lalu menjatuhkan kepalanya ke bahu Wendy, "Can't make sure now. I need a time."

Jeda yang cukup panjang sampai Jaerand merasa usapan lembut Wendy menyentuh punggungnya. Memberi rasa nyaman yang paling disukanya dalam 7 tahun jalinan kasih mereka.

"It's okay. I can wait for you." gumaman Wendy terdengar tulus.

Tapi kali ini tarikan napas Jaerand terasa lebih berat dari biasanya.


— s k r i p s h i t —


Wendy Aprilia as Jaerand's gf

Wendy Aprilia as Jaerand's gf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔️] SKRIPSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang