🍋 Another Mess

516 87 16
                                    

"Tinggal minta acc pembimbing dua setelah itu kamu bisa langsung sidang."

Brian mengurut keningnya yang berdenyut nyeri. Ucapan Bu Boa terus terngiang di kepalanya. Sepertinya ia tak punya pilihan lain. Kali ini Brian akan menjatuhkan egonya lagi.

Pagi itu Brian mendatangi ruangan pak Faizal. Mengetuk pintunya sekilas lalu langsung masuk tanpa menunggu respon yang didalam. Ghina yang saat itu juga kebetulan sedang bimbingan terlihat cukup terkejut dengan kedatangan Brian, begitupula dengan sang dosen.

"Kamu--"

"Saya minta maaf, Pak. Atas apapun kesalahan yang pernah saya buat, Saya minta maaf." sela Brian to the point. Ia tak ingin mengulur waktu lagi.

"Jadi mohon kerendahan hati bapak untuk memaafkan saya karena saya sangat butuh acc--"

"Oh jadi karena ada maunya baru minta maaf." cibir pak Faizal, "Kalau minta maaf ya minta maaf aja gaperlu pake alasan segala, kamu jadi terdengar menyedihkan."

Brian sontak mengepalkan tangannya. Lelaki itu mengambil napas dalam, mencoba menahan diri.

"Saya minta maaf, Pak." ulangnya.

Dapat Brian dengar langkah kaki Pak Faizal yang kini berjalan mendekatinya. Lelaki paruh baya itu berdiri tepat didepan Brian.

"Mau minta maaf kan? Kalau gitu saya maafkan. Asal," pak Faizal menunjuk kakinya, "Kamu cium kaki saya dulu."

Ghina spontan membelalakkan matanya mendengar itu. Dapat dilihatnya kepalan tangan Brian yang semakin mengeras.

"Ayo cepat, katanya mau minta maaf."

Brian memejamkan mata sembari mengertakkan rahangnya kuat.

"Kenapa? Harga diri kamu terluka ya saya giniin? Saya pikir kamu udah nurunin gengsi buat minta maaf ke saya."

Brian menghela napasnya. Dan dengan perlahan ia mulai berlutut. Membuat Ghina terkesiap.

"B-bri..."

"Wah ternyata beneran udah gak punya harga diri lagi ya, dimana rasa sombong kamu pas ngelawan saya didepan mahasiswa?"

Rasanya Brian mau menulikan telinganya. Ia hanya ingin menyelesaikan ini dengan cepat dan melupakan semuanya.

"Oh bentar bentar, harus saya rekam ini. Biar orang-orang tau kamu gak ada apa-apanya di depan saya."

Pak Faizal lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel.

"Ya, lanjutkan."

Tubuh Brian bergetar hebat. Emosi dan akal sehatnya saling berbenturan.

Pak Faizal tiba-tiba mendorong pelan bahu Brian dengan kakinya, "Heh kok diam saja, sudah dimulai ini video--"

Bugh!

"BRIAN STOP!"

Brian hilang akal. Lelaki itu mendesak sang dosen ke sudut ruangan lalu mencengkram kerah kemeja lawannya. Baru hendak memukul, Ghina terlebih dulu menarik lengan Brian menjauh.

Pak Faizal berteriak tak terima, "KURANG AJAR YA KAMU! SAYA VIDEOIN INI!"

"PERSETAN! TERSERAH LO AJA SIALAN!"

Brian masih berusaha untuk menghajar dosen itu namun Ghina menahannya dengan sekuat tenaga.

"Brii, udah... please..."

Dan Ghina akhirnya berhasil membawa Brian keluar dari ruangan diiringi sumpah serapah dari pembimbing mereka itu.


— s k r i p s h i t —


Ghina hanya bisa memejamkan matanya saat Brian meninju dinding apartemennya sendiri dengan emosi. Darah segar mengalir dari buku jarinya namun ia tak mempedulikannya.

Brian beralih merampas vas kesayangannya di atas meja lalu melempar benda itu ke sudut ruangan hingga menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga. Ghina terisak pelan.

Baginya sosok Brian saat ini sangat mengerikan tapi Ghina tau betapa frustasinya lelaki itu.

Ghina mencoba memberanikan diri mendekati Brian yang sekarang sudah duduk sambil meremas rambutnya. Gadis itu memilih memeluknya saja dan tak mengucapkan apapun.

Isakan Ghina terdengar cukup jelas ditelinga Brian. Akal sehatnya seolah kembali lagi. Dengan perlahan ia menoleh pada Ghina yang sudah sesegukan.

"M-maaf..." lirih Brian.

Ia merasa menyesal harus memperlihatkan sisi kacaunya pada Ghina.

Namun Ghina menggeleng cepat, "Lo gak salah, Bri."

Gadis itu mengurai pelukannya lalu menatap Brian.

"I'm on your side. We can get through of this." lanjutnya lalu tersenyum.

Untuk beberapa saat, pandangan Brian terkunci di manik Ghina. Senyuman gadis itu seolah menghipnotisnya. Dan entah dorongan dari mana, Brian mulai memajukan wajahnya. Mengikis jarak diantara mereka.

Dalam tempo yang singkat, bibir keduanya pun bertautan lembut. Brian beralih menarik pinggang Ghina hingga membuat posisi mereka semakin intim. Tanpa sadar tangannya yang lain ikut bergerak menyingkap rok yang dikenakan gadis itu.

Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi kalau saja deringan ponsel Brian tidak berbunyi kala itu. Dengan sedikit terkejut keduanya membuka mata dan mendapati wajah mereka yang hanya berjarak sesenti.

Begitu sadar, Brian langsung menjauhkan dirinya. Sementara Ghina mengalihkan pandangannya kikuk. Untuk sesaat suasana mendadak menjadi lebih canggung.

Ponsel Brian berbunyi kembali membuatnya tersentak kaget dan segera merogoh ponsel untuk mengangkat panggilan itu.

"Oh, Sak--"

"Kos Dimas, Bri! Dia mau bunuh diri!"

"HAH?!"



— s k r i p s h i t —





[✔️] SKRIPSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang