"Kayaknya gue pernah lihat dia, tapi di mana?"
...
Seorang laki-laki menghentikan sepeda motornya di depan pagar bercat hitam. Ia membuka kaca helm-nya kemudian mengambil ponselnya di saku sebelah kanan. Wajahnya serius memperhatikan antara layar ponsel dan rumah di balik pagar. Sekitar pelipisnya dipenuhi titik-titik air, meskipun baru pukul sepuluh pagi di hari Minggu, nampaknya matahari sudah terik sekali.
Setelah ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa alamat ini yang ia cari, segera ia turun dan berjalan mendekati pintu rumah, sembari menggenggam kantong plastik berisi dua kotak makanan di tangannya. Kebetulan pagar itu tidak memiliki pintu yang harus di 'buka-tutup', hanya ornamen untuk menghiasi halaman rumah.
"Permisi," suara tok tok tok terdengar akibat jari-jari tangan yang melakukan aksi-reaksi dengan permukaan pintu. Sebenarnya ada bel yang lebih efektif untuk menandakan adanya tamu, tetapi berdasarkan pengamatan yang dilakukan laki-laki itu, tidak ada satupun bel rumah yang melekat di dinding sekitar pintu. Meskipun dengan mata minus, pengamatannya terhadap benda-benda di sekitarnya masih baik.
"Permisi, pesanan..." untuk yang kedua kalinya, rupanya masih belum ada tanggapan. Sekali lagi ia mencoba mengetuk pintunya, alhasil bocah laki-laki terlihat berusia sekitar 7 tahun membukakan pintu. "Iya, ada apa?"
"Ini, dek, ada pesanan, atas nama Mbak Sephia." Laki-laki itu membaca nama pemesan di layar gawainya.
"Sephia?" Bocah itu memutar otaknya, berpikir. Sementara game online yang sedang ia mainkan sebelumnya, masih berjalan. "Di rumah ini nggak ada yang namanya Shepia. Kalau kakakku namanya Shania." Dia berbicara masih dengan menatap layar ponselnya, tangannya sibuk mengetuk-ngetuk benda pipih itu.
Laki-laki itu mengecek ponselnya kembali, memastikan apakah alamat rumah yang ia tuju sudah benar atau belum. "Kok alamatnya bener, ya?" Laki-laki itu menggaruk-garuk kepalanya, bingung, sebelumnya selama ia mengantar pesanan tidak pernah kejadian seperti ini. Apakah Google Maps sekarang sedang bad mood , hingga dia salah jalur?
Karena mendengar ada perbincangan adiknya dengan seseorang di depan rumah, gadis dengan rambut sebahu melangkahkan kakinya menuju asal desas-desus itu berada. Jangan lupakan spatula penggorengan yang tanpa sadar terbawa.
"Dek, ada siapa? Kok nggak disuruh masuk?" Bocah itu fokus pada layar ponselnya. Melanjutkan permainannya yang hampir kalah tadi karena perhatiannya pecah, "ini, ada yang nganter pesanan."
"Ada apa, Mas?" Tanya gadis itu setelah berhasil melihat siapakah yang datang. "Ini ada pesanan atas nama Mbak Sephia," jawab laki-laki itu, lagi-lagi setelah memastikan nama pemesan yang tertera di layar pipih itu.
"Oh, salah alamat, nih, Mas. Mbak Sephia rumahnya di sebelah," gadis itu, Shania, menunjuk sebuah rumah besar di samping kanan rumahnya.
"Oh, di situ. Terima kasih, Mbak. Maaf, ya, saya sudah mengganggu aktivitasnya. Permisi..." Laki-laki itu merutuki dirinya sendiri karena salah mengantar pesanan. Wajahnya masih dipenuhi kebingungan. "Iya, sama-sama." Shania memberikan seulas senyum setelah kata terakhirnya. Diam-diam Shania masih memandangi punggung seseorang yang beranjak pergi itu.
"Kayaknya gue pernah lihat dia, tapi di mana?" hati Shania bertanya-tanya, sementara otaknya berusaha mengkoneksikan semua memori visual yang pernah terekam.
Laki-laki itu menuju sepeda motornya yang terparkir, ia memutar kunci dan menyalakan mesinnya, tetapi sebelum ia benar-benar hanya menyisakan jejak di rumah itu, suara melengking khas perempuan menghentikannya. "Iya, mbak?" Sahutnya menanggapi.
"Mau kasih tahu aja, rumahnya ada anjingnya, galak, tuh denger 'kan suaranya?" Kata Shania sedikit berbisik. Bukan maksud apa-apa, tidak ada salahnya untuk mengetahui situasi medan 'kan? Siapa tahu saja ada yang takut dengan anjing atau semacamnya.
Untuk kali ini sepertinya info Shania sangat tepat sasaran. Baru saja mendengar kata 'anjing' laki-laki itu sudah bergidik ngeri, apalagi sudah mendengar gonggongannya seperti ini. Pasalnya mulai dari hewan yang dianggap sangat imut oleh orang-orang di sekitarnya saja, dia harus menggunakan sedikit tenaga untuk berlari.
Dengan lapang dada ia harus menerima bahwa sosok 'anjing galak' itu benar-benar menunggunya, ya, dirinya harus bersiap. Ia menganggukkan kepala tanda mengerti pada Shania, meskipun sedikit berat, pesanan ini harus benar-benar sampai.
Sekarang di tempat ini, ia harus meneguk salivanya berulang kali karena terus-terusan mendengar suara anjing menggonggong. Kakinya sudah mengirim sinyal padanya untuk lari saja karena berfirasat yang membukakan pintu gerbang bukan pemilik rumah melainkan anjing is pemilik rumah. Bel itu sudah dua kali ia bunyikan, beruntungnya saat bel ketiga sang pemilik rumah menunjukkan diri.
Seorang perempuan membuka gerbang. Celana robek di bagian lutut, kaos longgar bergambar tengkorak di bagian depannya, tato dari pergelangan tangan hingga siku, rambut pirang dan lipstick hitam, membuat penampilan perempuan ini terkesan menyeramkan bagi yang pertama kali melihat. "Lo siapa? Udah lebih dari setahun gue nggak nerima orang asing ke rumah ini." Sembari bertanya, perempuan itu menyilangkan tangannya di depan dada. Jangan lupakan ekspresinya yang seakan menginterogasi.
"Ini...pesanan atas nama Mbak Sephia. Sesuai aplikasi, Mbak." Jawabnya sedikit bergetar, ia pikir bukan hanya anjing yang mengerikan di rumah ini, tetapi pemilik rumahnya juga. Untung saja anjingnya terikat dengan benar di halaman, kalau sampai anjing itu dibiarkan berkeliaran, sudah pasti akan ada yang berlari.
"Udah ada alamatnya 'kan di ponsel lo? Duitnya juga udah ditransefer, kenapa lo datang ke sini? Buruan pergi, gue lagi sibuk." Seketika gerbang itu tertutup lagi. Ternyata alamatnya sudah benar? Tidak disangka, meskipun orangnya cukup menyeramkan, kebaikan melekat di baliknya. Ternyata benar, tidak selamanya penampilan mencerminkan pribadi.
Laki-laki itu yang tidak mendapat kesempatan membela diri langsung saja pergi. Ia kembali menuju rumah Shania, pemilik alamat yang tertera di daftar pemesanan. Ia bergegas turun dari motornya, sesegera mungkin ia harus menyerahkan makanan ini pada pemiliknya, salah satu faktornya adalah untuk tetap menjaga kualitas makanan yang ia antarkan.
"Permisi..." kali ini ia tak perlu mengetuk pintu rumah, suaranya sudah terdengar hingga dalam ruangan karena pintu depan memang terbuka. Shania muncul dengan mengernyitkan dahi, tampak sedikit kebingunan dengan kedatangan seseorang itu lagi.
"Kenapa? Salah rumah lagi?" Tanya Shania langsung pada poin pentingnya. Seseorang di hadapannya itu malah menyodorkan dua kantong kresek putih dengan logo bertuliskan 'Ayam Baper' kepada Shania. "Ternyata alamatnya sudah sesuai, jadi makanan ini untuk, Mbak."
"Mbak Shepia ngasih ini buat saya?" Pertanyaan Shania dibalas anggukan. "Kalau begitu saya permisi, selamat menikmati." Laki-laki itu melangkah menjauh, menuju sepeda motornya yang terparkir di halaman rumah Shania. Namun, sebelum manusia itu benar-benar pergi dari hadapan Shania, ia menyadari satu hal. Seulas senyum mengembang di wajahnya.
"Ardiaz."
...
Hai readers, thank you udah mampir, next chapter secepatnya ya...
Warm regards
Y.R.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHA
Teen Fiction"Arsha? Apaan?" Shania bertanya dengan nada dan tatapan mengintimidasi. Sementara lelaki di depannya itu terus-terusan tersenyum. "Ardiaz, Shania, jadinya Arsha. Bagus nggak?" Shania terdiam mendengar sebuah penuturan mengejutkan tersebut. Lidahnya...