8. Manusia dan Harga

41 34 5
                                    

Manusia yang tidak bisa menghargai manusia lainnya apalagi jelmaan malaikat seperti wanita dan anak-anak, tidak bisa dikatakan sebagai manusia.

...

Ardiaz sedang berada di jalan menuju rumahnya, tetapi otaknya belum berhenti memikirkan Shania sejak kejadian tadi.

Gadis itu menangis. Air matanya terlihat mewakili goresan luka yang amat dalam. Ardiaz menyesal tidak mengantar gadis itu pulang tadi, sekarang dirinya harus menanggung khawatir seperti ini.

Baru saja menghentikan sepeda motornya di depan gerbang, Ardiaz buru-buru mengambil ponselnya di dalam tas. Jari-jarinya mengetikkan nama Shania di kolom pencarian kontak. Segera ia menekan simbol telepon setelah mendapatkan nomor gadis itu.

Halo?

Terdengar suara seseorang di seberang sana. Entah mengapa Ardiaz merasa begitu lega setelah mendengar suara yang berasal dari gadis itu.

"Halo, Shan, lo udah nyampe rumah?"

Udah, lima menit lalu, ada apa?

"Nggak ada, cuma khawatir aja sama lo,"

Khawatir sama gue? Kenapa?

"Emm, gue kepikiran sama motor lo, sih, takutnya kenapa-napa lagi," ralat, Ardiaz mengkhawatirkan gadis itu sebenarnya. Sayangnya, si Ardi itu pura-pura jaim.

Oh, motor. Sejak di servis waktu itu, udah nggak rusak-rusak lagi, kok.

Shania mungkin berharap Ardiaz lebih mengkhawatirkan dirinya daripada motornya, tetapi maaf, pura-pura jaim masih dalam mode on.

"Baguslah kalau gitu, gue tutup teleponnya dulu, ya?"

Oke, daaah

Ardiaz memutus sambungan telepon. Ia memutuskan untuk menghentikan percakapan mereka karena ia harus buru-buru masuk ke rumah sebelum suasana hatinya hancur ketika melihat wajah Naufal.

Pak Sapta memberikan sapaan setelah membukakan gerbang. Ardiaz memarkirkan sepeda motornya di garasi. Sepeda motor miliknya terlihat sangat tidak cocok berdampingan dengan mobil-mobil mewah yang terparkir di sana, tetapi dengan bangganya Ardiaz mengatakan bahwa motor itu miliknya, hasil keringatnya sendiri.

Dengan berat Ardiaz melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mewah itu.

Rumah itu sekarang memang jauh lebih mewah, tetapi untuk dirinya semua itu tidak memiliki arti apapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rumah itu sekarang memang jauh lebih mewah, tetapi untuk dirinya semua itu tidak memiliki arti apapun. Ardiaz lebih suka desain rumah itu sebelumnya, sebelum Naufal merubahnya. Tentu saja bukan hanya desain yang Naufal rubah, tetapi juga ketentraman di dalam hunian itu, Naufal sudah mengusiknya.

"Assalamualaikum, Ardi pulang," Ardiaz menuju ke tempat biasa Ibunya bersantai.

"Ardi? Kok baru pulang?"

ARSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang