11. Pertemuan: Awal dari Pertempuran

46 27 15
                                    

Dendam yang lalu bisa saja membangkitkan dendam-dendam yang baru. Jika tidak bisa melupakan dendam, setidaknya coba ingat, hatimu butuh ruang yang tenang.

...

"Tadi awalnya kamu ada di mana?" Tanya Ardiaz pada anak kecil yang ia gandeng tangannya itu.

"Tadi aku main mancing-mancingan di sana," tunjuk Angga. Ardiaz kemudian mengikuti kemana arah jari Angga mengarah.

Ardiaz mengantar Angga ke tempat awal sebelum anak itu tersesat. Namun, setelah sampai di sana Shania tidak terlihat. Angga pikir, Shania pasti sedang mencari Angga dan sangat khawatir.

Ardiaz mengeluarkan ponselnya berniat menelepon Shania. Namun, nahas sekali karena baterai ponselnya sudah terkuras habis sampai-sampai tidak mau menyala. Ardiaz menyesal karena lupa mengecek baterai ponselnya sebelum pergi tadi. Sekarang saat dibutuhkan, benda pipih itu malah sangat tidak membantu.

"Kak Ardi, itu Kakak Shania ada di sana, Kakaaaaak!!!" Angga menarik-narik baju Ardiaz untuk mendapatkan atensinya, selanjutnya ia berusaha sekencang mungkin memanggil kakaknya. Ya, suara cempreng khas Angga mampu membuat banyak orang mengalihkan pandangan pada dirinya.

Sementara seseorang yang merasa terpanggil itu langsung saja berlari mendekati Angga. "Angga! Kamu nggak kenapa-napa 'kan? Maafin Kakak nggak bisa jagain Angga, ya?"

Shania dengan otomatis langsung mendekap adiknya itu. Ia mengecek kepala, tangan, dan kaki adiknya, takutnya ada yang lecet di sana.

"Angga nggak papa kok, soalnya ada Kak Ardi," jelas Angga yang membuat Shania mengernyit, siapa yang Angga sebut? Ardi?

Shania langsung melihat ke belakang Angga. Di sana, seseorang dengan setelan kaos hitam dan celana jin tengah berdiri menatap dirinya. Wajahnya menampilkan senyuman ketika manik mata mereka membuat satu titik temu. Shania benar-benar merasa lega dan entahlah, ia merasa bahagia sekali melihat Ardiaz berada di depannya.

"Ardi? Makasih banget udah nolongin Angga, kalau nggak ada lo gue nggak tau apa yang bakal terjadi,"

"Lo ngomong apa, sih? Ini semua udah direncanain kali sama Yang Mahakuasa," jawab Ardiaz santai, semoga dengan sikapnya yang santai mampu menularkan perasaan santai dan tenang juga pada Shania.

Sekarang Shania sudah mampu tersenyum setelah mendengar jawaban Ardiaz. Entah mengapa, kejadian-kejadian yang seperti ini selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya teori bahwa mereka diciptakan untuk saling membantu dalam keadaan apapun adalah hal yang tepat.

"Kak Ardi, ini jaketnya, makasih udah pinjamin ke Angga, sekarang udah nggak dingin," Angga menyerahkan jaket yang dipinjamkan Ardiaz padanya tadi. Shania yang melihat Angga menyerahkan jaket itu pada Ardiaz baru tersadar kalau sedari tadi adiknya itu memakai jaket. Karena terlalu khawatir, fokus Shania hanya pada Angga saja.

"Angga! Kamu kemana aja tadi? Ada yang luka nggak? Kakak tuh khawatir banget pas tau kamu nggak ada di deket Kakak tadi, lain kali kamu jangan ngulangin lagi, ya?" Reyhan tiba-tiba datang dan langsung memeluk Angga.

Sementara Shania masih menampilkan raut muka kesal ketika Reyhan datang. Ia pikir Reyhan akan menyesali perbuatannya dan meminta maaf atas keteledorannya. Ternyata Reyhan bersikap seolah ini bukan kesalahannya, Waw.

"Angga nggak papa, soalnya ada Kak Ardi yang nolongin," ujar Angga sembari menunjuk Ardiaz.

Ardiaz sedari tadi memerhatikan Reyhan, ia berusaha melihat wajahnya meskipun cahaya di sini tidak cukup menerangi. Ardiaz sedikit mengernyit, ia seperti pernah melihat Reyhan sebelumnya, setelah ia lebih memperjelas pandangannya...tetap saja ia belum bisa menebak seseorang itu siapa. Ya, tentu saja, ia tidak memakai kacamata minusnya saat ini.

ARSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang