Ternyata masih ada yang belum kita tahu dari sekitar kita, coba aja lihat lebih jelas.
...
Senin pagi. Sangat identik dengan upacara bendera. Berdasarkan pengalaman Shania selama hampir setahun di kelas MIPA 2, hari senin di kelasnya tidak lengkap tanpa kebisingan-kebisingan seperti...
Topi gue siapa yang bawaaa???!!!
Dasi woy!!! Dasiii
Yang punya dua topi, dua dasi, sewain gratis ke gue guys!
Kalau sudah ada keributan seperti itu tandanya bel penanda upacara sudah berbunyi. Shania yang super santai dan anti keributan baru saja menginjakkan kakinya di keset depan kelas.
"Nah, akhirnya nongol juga, pesenan gue?" Cewek yang sedari tadi teriak-teriak mencari pinjaman topi itu akhirnya menemukan agen peminjamannya.
"Makasih, Shan. Makin love gue." Tanpa berpikir panjang cewek itu langsung berhambur pergi karena takut Pak Nugra keburu datang. Seperti biasa Pak Nugra selalu mengecek kelas-kelas sebelum upacara. Takutnya anak-anak badung penghuni sekolah ada yang ngumpet di kolong meja.
"Nesa! Tungguin." Shania buru-buru meletakkan tas di bangkunya dan segera menyusul langkah Nesa yang mulai menjauh.
Upacara bendera selesai setelah tiga puluh menit. Pagi ini tidak terlalu terik untungnya, jadinya anak-anak PMR tidak perlu kerepotan menangani para siswi yang biasanya pingsan kepanasan.
"Nih topinya, untung banget lo punya dua, kalau nggak, bisa abis gue," Nesa mengembalikan benda itu pada si empunya.
"Sebenarnya gue cuma punya satu, gara-gara si Angga gue jadi beli lagi." Shania menunjukkan raut sebal mengingat kejadian itu.
"Emangnya diapain sama Angga?" Shania menjelaskan kalau topinya di sembunyikan Angga dalam lemari mainannya, masalahnya kemarin Shania baru saja menemukannya setelah terlanjur beli yang baru. Nesa menggeleng-geleng kepalanya heran. "Adik lo jailnya nggak berubah."
"Dia tuh terobsesi pengen jadi anak SMA, makanya dia umpetin topi gue."
"Dasar bocah SD, pengennya langsung gede aja." Nesa terus-terusan tertawa tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya anak sekecil Angga akan mampu menghadapi para senior di masa orientasi dan tugas sekolah yang tidak ada habisnya.
Faktanya memang seperti itu, di dunia ini terkadang orang-orang menginginkan sesuatu hal yang berlawanan dengan kondisinya. Anak kecil ingin cepat-cepat tumbuh dewasa, sementara orang dewasa ingin terbebas dari masalahnya dengan bermimpi menjadi kecil lagi. Penyesalan, rasa sakit, atau ketidakpuasan, mungkin salah satu dari mereka adalah alasan untuk sebuah keinginan aneh itu.
Kejailan-kejailan Angga terus saja mereka bicarakan sepanjang jalan menuju kelas X MIPA 2. Namun, tawa Shania mereda setelah fokusnya teralihkan pada seseorang yang baru saja menuju tangga ke lantai dua.
Ardiaz?
Tiba-tiba saja terbesit di pikiran Shania untuk menanyakan tentang Ardiaz pada Nesa sahabatnya. Nesa cukup mengenal banyak orang di lingkungan sekolah ini, tentunya dia juga cukup terkenal bahkan sangat terkenal seangkatan dan di kalangan senior. Shania si gadis introvert sangat beruntung bisa sebangku dengan Nesa.
"Nes, kamu tau cowok yang itu nggak?" Shania menunjuk punggung Ardiaz, sayangnya banyak yang simpang siur di tangga itu. Sepertinya Nesa akan kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHA
Teen Fiction"Arsha? Apaan?" Shania bertanya dengan nada dan tatapan mengintimidasi. Sementara lelaki di depannya itu terus-terusan tersenyum. "Ardiaz, Shania, jadinya Arsha. Bagus nggak?" Shania terdiam mendengar sebuah penuturan mengejutkan tersebut. Lidahnya...