"Bunga mawar itu nggak hanya cantik, dia juga kuat karena durinya. Jadi, wanita juga harus gitu, harus kuat nggak boleh lemah."
...
Shania mengarahkan sepeda motornya menuju tempat bertuliskan 'FIORE' di seberang jalan. Shania berencana akan membeli bunga mawar untuk Ibunya hari ini.
"Mau cari apa, Mbak?"
"Mawar yang biasanya aja," saking seringnya Shania mengunjungi tempat ini, si penjaga dipastikan sudah hafal kemauan Shania.
"Ini, Mbak."
Shania langsung pergi setelah mendapatkan bunga itu. Kembali menyusuri jalanan sore Ibu Kota. Ia berencana untuk cepat-cepat menyelesaikan urusannya, takutnya nanti terlalu sore waktu sampai rumah.
Shania menghirup kembali aroma mawar kesukaan Ibunya itu sebelum dirinya benar-benar mengunjungi Ibunya.
Ibunya benar-benar menyukai bunga mawar. 'Bunga mawar itu nggak hanya cantik, dia juga kuat karena durinya. Jadi, wanita juga harus gitu, harus kuat nggak boleh lemah' begitulah kata-kata yang biasa Ibunya utarakan.
Shania melangkah perlahan melewati jejeran gundukan tanah itu, hingga ia sampai di tempat yang ingin ia tuju.
Shania memasang kain panjang itu di kepalanya sebelum ia melangkah masuk ke tempat suci itu. Ia meletakkan buket bunga mawar, kemudian tangannya bergerak mengelus batu bertuliskan 'Shonia Haidar' itu. Hatinya merapalkan doa-doa tiada henti.
"Selamat ulang tahun, Bu." Kata-kata itu seakan membawakan bom waktu yang menarik mundur Shania ke masa lima tahun yang lalu. Di hari itu, seharusnya bisa menjadi hari yang membahagiakan untuk Ibunya, tetapi kebahagiaan sudah direnggut di hari itu, menit itu, dan detik itu juga.
...
Angga membawa sepotong kue yang sudah ia gigit ujungnya. Sementara Shania sudah siap dengan kain penutup mata di tangannya.
"Celamat ulang tahun, Bu," kata Angga sembari memberikan sepotong kue yang ada di tangannya, jangan lupakan bibirnya yang sudah belepotan dengan krim kue.
Wanita yang tadinya berbaring lemah di tempat tidurnya itu tiba-tiba terkejut sekaligus terharu karena perlakuan anak-anaknya. Di ujung matanya bahkan terlihat benda bening itu akan menetes.
"Terima kasih, Erlangga sayang," kata Wanita itu yang bernama Shonia. Ia mengambil kue yang diberikan putra kecilnya itu kemudian mencicipinya.
"Emm, enak banget, Ibu sayang banget sama Angga, sama Kakak juga," kata Shonia kemudian mencium satu per satu pipi Angga dan Shania.
"Bu, Shania masih punya satu kejutan untuk Ibu, ayo Shania bantu naik kursi roda," ujar Shania, kemudian membantu Ibunya duduk di kursi roda.
"Ibu harus pakai penutup mata dulu, ya," Shania meminta izin pada Ibunya kemudian mengikatkan penutup mata itu pada Ibunya.
Shania dan Angga membawa Ibunya ke ruang tamu yang sudah dihiasi penuh dengan bunga mawar dan lilin-lilin cantik. Di sana sudah ada Nenek, Mbak Putri dan suaminya, Mas Elvan.
"Kejutaaan!!!" Suara semua orang kompak. Shonia benar-benar sangat bahagia melihat semua hal yang disiapkan keluarganya itu.
Di tengah-tengah ruangan itu terdapat kue besar bernuansa merah dan merah muda, warna favorit Shonia.
Shonia tidak sanggup lagi membendung air matanya setelah kain penutup matanya terbuka. Mereka luruh begitu saja tanpa aba-aba.
"Ayah," ucap Angga sembari menunjuk keluar halaman rumah mereka. Satu kata yang sudah berbulan-bulan ini tidak pernah ia ucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHA
Teen Fiction"Arsha? Apaan?" Shania bertanya dengan nada dan tatapan mengintimidasi. Sementara lelaki di depannya itu terus-terusan tersenyum. "Ardiaz, Shania, jadinya Arsha. Bagus nggak?" Shania terdiam mendengar sebuah penuturan mengejutkan tersebut. Lidahnya...