6. Gantungan Kunci

45 35 17
                                    

Sekecil apapun pemberian dari seseorang yang disuka, bisa menimbulkan efek sedikit gila.

...

Shania membaca tulisan di layar tipis itu.

Sepeda motor lo udah beres, maaf belum bisa nganterin ke rumah lo. Besok pakai aja motor gue ke sekolah.

Pesan itu dikirim oleh nomor tidak dikenal. Namun, sang pengirim bahkan tidak menyapa dulu atau menyebutkan nama. Sebenarnya Shania sudah senyum-senyum sendiri ketika membaca pesan itu. Dirinya sudah bisa menduga siapakah pengirim pesan itu. Dan sekarang Shania seperti mendapat bonus tambahan dengan mengetahui nama panjang Ardiaz.

Shania mengetuk foto profil milik Ardiaz. Memandangnya sebentar, kemudian 'klik', foto itu sudah berhasil masuk dalam koleksi screenshoot galerinya.

Ardiaz Galen Pratama, begitulah Shania menamai kontak Ardi di ponselnya.

"Shania!" Itu suara Mbak Putri dari dapur.

"Bentar!" Sahut Shania. Ia kemudian meletakkan ponselnya di dalam tas ransel miliknya dan bergegas keluar kamar.

"Kok lama banget ganti bajunya? Udah jam enam lebih, Shan." Mbak Putri menyiapkan sarapan dan bekal untuk Shania. Namun, yang Shania bingungkan mengapa hari ini ada dua bekal? Padahal adiknya itu tidak pernah mau membawa bekal ke sekolah dengan alasan sekolahnya dekat dengan rumah, jadi kalau lapar tinggal pulang saja.

"Yang satunya ini kamu kasih ke teman yang udah bantuin kamu," kata Mbak Putri sembari menunjukkan kotak makan itu pada Shania, kemudian memasukkannya ke dalam tas ransel milik Shania.

"Nanti aku bilangnya gimana?" Tanya Shania setelah selesai menelan satu suapan.

"Matursuwun sanget, Mas Ardi...,*" kata Mbak Putri menggoda Shania.

Keluarga ini memang terbiasa dengan Bahasa Jawa, karena pada dasarnya mereka tinggal di Surabaya. Setelah Shania lulus dari sekolah menengah pertama, keluarga ini memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman mereka dan membeli rumah baru di Jakarta.

"Ih, geli banget kalau pake kata 'Mas', lagian kita satu angkatan," Shania bergidik sendiri mendengarkan kata-kata Mbak Putri. Sementara itu Angga dengan seragam lengkapnya berjalan keluar dari kamarnya.

"Angga udah mau berangkat? Pagi-pagi gini? Tumben banget, deh," tanya Shania keheranan melihat adiknya yang sudah rapi padahal tidak seperti biasanya ia seperti ini.

"Iya, dong. Angga 'kan anak rajin," jawab Angga kepedean.

"Angga nggak mau sarapan dulu? Ini ada nasi goreng kesukaan kamu, lho," tanya Mbak Putri. Sementara Angga hanya membalas dengan gelengan kepala.

"Angga biasa mual kalau sarapan katanya," jawab Shania setelah menyelesaikan suapan terakhirnya.

"Nenek! ayo berangkat ke sekolah!" Angga memanggil Nenek di dalam. Suaranya itu sangat cempreng dan keras saat berteriak.

"Lho, Angga bareng sama Kakak aja, kasihan Nenek kalau harus nganter Angga," ujar Shania pada Adiknya itu.

"Nggak masalah, Nenek mau antar cucu paling ganteng ini, sekalian bisa jalan-jalan lihat sekitar," kata Nenek sembari mengelus rambut Angga.

"Oh, gitu, ya udah Shania berangkat dulu, ya! Assalamualaikum." Shania pergi setelah menyalimi Nenek dan Mbak Putri, sementara Angga alih-alih mencium tangan Kakaknya malah mencium pipinya. Sebagai balasannya Shania mencubit gemas pipi Adiknya itu.

ARSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang