Bagian 26. Om Wijaya Dan Rahasianya 1

39.2K 724 17
                                    

Beberapa waktu kemudian, aku memutuskan pindah kos dari yang lama ke kosan baru, itu atas saran dari Tommy. Kebetulan kosan tempat sekarang dia tinggal ada yang kosong. Aku terkejut ketika melihat kosannya itu termasuk bagus dengan fasilitas kamarnya seperti di hotel ! Tempat tidur yang cukup lebar, lantainya sebagian berkarpet, AC, lemari baju, meja, ada tv layar datar, kamar mandinya ada shower, bathtube, air panas dingin, dan fasilitas loundry serta room servis ! Tentu saja dua itu harus bayar.

Aku bertanya tentang harganya, Tommy bilang sebandinglah dengan bayaran dari hasil pekerjaan tapi masih ada sisa. Ya, tiga kali lipat dari kosan sebelumnya. Tapi Tommy menjamin tempat ini private karena jarang terlihat penghuni lain. Kosan baru ini mirip dengan kosan lama terdiri dari 2 lantai hanya kamarnya tidak banyak hanya 8 kamar. 4 dibawah dan 4 diatasnya. Di depan kamar masing-masing ada kursi dan meja untuk bersantai. Di samping kos ada tempat parkir mobil berupa garasi yang cukup besar.

Mau tidak mau aku memutuskan pindah, selain untuk menghindari om Burhan, aku juga butuh tempat baru dan suasana baru. Banyak yang bertanya kenapa aku pindah tapi ku jawab seperti alasan yang terakhir. Ada beberapa penghuni yang baik dan sudah pindah. Itu alasanku yang lain.

Sudah satu minggu aku kos di kosan baru, ternyata benar-benar nyaman hanya saja sepi, walau satu kosan dengan Tommy tapi jarang bertemu. Saat ini aku lebih banyak menggunakan kendaraan on line. Untuk ke kampus, aku juga masih ke tempat latihan futsal. Sementara profesiku menjadi tukang pijat beneran masih kujalani. Semuanya untuk menutupi pekerjaanku yang sekarang sebenarnya.

---------

Kali ini aku kembali mendapat pelanggan, aku dan mas Anto pergi ke sebuah arena lapangan golf. Menurut mas Anto tempatnya exklusif hanya untuk anggota, selain lapangan golf juga ada lapangan tenis, sauna, bahkan kolam renang.

Kami pun sampai dilobi dan kemudian menaiki mobil kecil untuk membawaku ke arena lapangan golf yang luas karena menurut mas Anto klienku sedang berada disana.

Suasana cukup panas, di tengah arena lapangan golf terlihat sekelompok orang, kami pun bergabung dengan mereka, mas Anto berbisik dan menunjuk kearah lelaki bertampang chinese bertubuh cukup tinggi tapi bertubuh gemuk, memakai topi putih, kaos kuning, celana panjang putih itulah klienku sekarang. Disebelahnya seorang lelaki berkumis gagah sudah beruban. Menurut mas Anto juga, dia adalah seorang pejabat. Aku tidak terlalu mengetahui tentang politik baik yang sebenarnya atau di dunia bisnis.

Kami hanya memperhatikan, sesekali bertepuk tangan ketika bola masuk ke lubang, berteriak, aaahhh ketika gagal. Selama hampir satu jam seperti itu. Sampai akhirnya selesai. Kami beiringinan menggunakan kendaraan tadi menuju tempat istirahat. Yaitu ruangan khusus disana ada beberapa meja dan kursinya seperti direstoran, di pinggir ada meja makan dengan beragam makanan dan minuman disajikan secara prasmanan. Kami semua duduk dan ikut menikmati makanan dan minuman, sementara lelaki itu yang bernama om Wijaya duduk dan mengobrol dengan temannya.

Oh iya, mas Anto juga mengajariku table maner alias tata sopan santun orang kaya di meja makan. Ini penting bahwa aku bukan tukang pijit ++ sembarangan tapi punya etiket dan exklusif hanya melayani pelanggan kalangan atas jadi aku harus mengimbangi yang dilakukan kehidupan mereka.

Tak lama tamunya pamit pergi, sementara mas Anto mendekati dan berbicara dengannya, om Wijaya melirik ke arahku dan mengangguk. Mas Anto mendekatiku dan memintaku untuk mengikuti kemana om Wijaya pergi, aku sebenarnya bingung tapi tetap kulakukan. Aku membawa tasku dan mengikuti dia pergi tanpa diduga ada seorang lelaki tinggi bertubuh kekar dan berambut pendek yang ternyata itu bodyguardnya om Wijaya menghalangiku. Tapi om Wijaya memberi tanda untuk menerimaku.

Ternyata kami sekarang menuju ruang ganti, disana ada banyak locker. Aku ragu untuk masuk apa menunggu disini, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan aku menoleh.

"Ikut saya, nama saya Johan ! Panggil saya mas saja. Saya adalah pengawal pribadinya tuan Wijaya sekaligus asisten pribadinya !" Ujar lelaki yang menghalangi ku tadi.

"Nama saya Dasep ... saya ... "

"Saya tahu !" Dia memintaku untuk mengikutinya.

Kami menuju sebuah locker, mas Johan membuka pintunya di dalam sudah ada handuk dan kimono. Dia menyuruhku mengganti pakaianku dengan handuk, aku terdiam karena bingung.

"Anu mas harus buka semuanya ?" Tanyaku, Mas Johan mengangguk dan secara mengejutkan dia pun membuka pakaiannya, ditubuhnya hanya tinggal menyisakan celana dalam abu-abu, mukaku menjadi memerah, tubuh mas Johan kekar berotot dan sixpack sesuai dengan kulitnya yang coklat Tonjolannya di cdnya terlihat jelas.

Aku pun membuka semuanya termasuk cdku karena hanya bawa satu, aku pikir akan ke hotel seperti waktu dulu. Mas Anto pun tidak memberitahu apapun tentang klienku. Mas Johan menatapku dari atas ke bawah dan tersenyum. Kali ini dia membuka cd nya dan terlihatlah kontolnya yang coklat menggantung.

Aku cepat-cepat memakai handukku dan begitupun dia. Aku diajak untuk mengikutinya. Ternyata di Club House ini disediakan kolam hangat memang tidak alami dan juga kolam air dingin. Om Wijaya berada di salah satu sauna, kami masuk dan kurasakan hawa panas, tubuhku berkeringat. Mas Johan duduk dekat pintu untuk menjaga agar orang lain tidak masuk.

Aku duduk disebelah om Wijaya dia menyandarkan tubuhnya matanya terpejam, aku hanya diam. Tidak mengatakan apapun dan memutuskan menikmati sauna yang baru pertama kali ini kurasakan. Rasanya panas, tubuhku menjadi berkeringat sesekali ku usap peluh yang menetes.

Tak lama dia bangun dan keluar dari situ, aku mengikutinya begitu pun mas Johan, kami menuju kolam renang khusus seperti yang dijelaskan di atas ada dua kolam hangat dan dingin, disitu juga ada tempat duduk tidur untuk bersantai. Om Wijaya duduk disitu dan memberi tanda untuk aku memijit tubuhnya. Disana ada beberapa orang yang berenang, mengobrol dan bersantai.

Aku duduk di sampingnya, dan kupijit kaki, betis dan pahanya. Dia diam dan memejamkan matanya, sepertinya dia menikmati pijatanku. Kemudian dia membuka matanya dan menatapku. Dia bertanya sejak kapan aku bisa memijit, dia sendiri awalnya tidak yakin kalau aku bisa memijit. Tapi aku sudah mulai terbiasa dengan pertanyaan seperti itu dan menjelaskan semuanya.

Menurutnya pijatanku enak, tidak sakit atau kasar. Pijatanku pindah ke tangannya, aku melihat ada beberapa orang memperhatikan kami yang sedang memijit. Sementara mas Johan mengawasi sekelilingnya.

Sesekali aku mengatakan beberapa yang dirasakannya. Dia tersenyum, aku tetap memijat tangan kembali ke paha, betis dan kaki. Om Wijaya menghentikan pijatanku dan masuk ke kolam tetap menggunakan handuk. Mas Johan mengikutinya mau tidak mau aku juga ikut masuk, aku merasakan air hangat meresap ke dalam handuk dan dibaliknya karena tidak mengenakan apapun. Untungnya tidak dalam hanya sepinggang.

Om Wijaya duduk di pinggir kolam, aku duduk di sampingnya kembali. Dia membalik tubuhnya membelakangiku dan meminta memijit bagian belakang. Akupun memijit pundak, punggung dan pinggangnya. Dia agak menunduk, kembali dia menikmati pijatanku. Mas Johan kali ini memperhatikan aku memijat.

Kembali dia bangun dan berenang sebentar dan naik. Dia menuju shower, tapi mas Johan menahanku dia membawaku ke shower yang lain untuk mandi,

Bersambung ....

DASEP SI TUKANG PIJATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang