Bagian 10. Pak Burhan, Om Tentara 3

75.1K 1K 26
                                    


Akupun mulai memijit kembali tubuh kekarnya pak Burhan, dari mulai dadanya tentu saja aku mulai membungkuk tubuhku mau tidak mau kontol kami bersentuhan dan saling menekan sekaligus bergesekan. Desahan dan rintihan tak terelakan dari mulutku, begitu pula pak Burhan yang agak menekan pinggul ke atas.

Membuatku agak kehilangan konsentrasi memijitku dan mulai meremas dada kekar berotot berbulu halusnya, belum lagi tangannya yang mulai meremas paha dan pantatku. Aku mengejang mengerang kenikmatan yang baru kurasakan, kali ini tubuhku bergetar dan terengah-engah nafsu yang tak bisa kukendalikan. Tubuh kami basah oleh keringat.

"Ahhh ... bapak ... nakal ... !" Rintihku. Sementara pak Burhan, hanya tersenyum. Dia menarik pundakku dan kemudian menciumku, aku membalasnya kami pun kembali berpagutan.

Aku melepas ciumannya, nafasku hampir habis akupun jatuh diatas tubuhnya, pak Burhan tidak tinggal diam dia memeluk tubuhku erat sekali yang sedang menindihnya. Pinggulnya digoyang-goyangkan, tak sadar aku menyambutnya dengan menekan tubuhku.

"Sep ... aaaahhhh ... aaasshhh !"

"Pak ... ooohhh ... aahhh !"

Rintihan dan erangan terdengar dari mulut kami berdua, pak Burhan mencium pundak dan leherku, aku mendesis ketika kumisnya menempel dileherku, tapi aku pun membalas dengan mencium pipinya dan lehernya.

Perlahan aku melepaskan pelukannya dengan nafas yang masih memburu aku kembali duduk dan kini belahan pantatku tepat diatas batangnya yang keras itu. Aku mendesah dan mengejang, perlahan ku goyangkan pinggulku sehingga kurasakan batangnya menggesek dan menekan pantatku, terdengar lenguhan dari mulut pak Burhan dan juga diriku.

Aku mulai memijit dada, pinggang dan perutnya, sambil seperti itu. Bawah keatas. Setelah itu aku membungkuk badanku, dengan berani kucium dada kekarnya kiri kanan.

"Aaaaahhhhssshhh .... Sssseeeppp ... cium pentil bapak !" Erangnya tubuhnya menggeliat. Aku menatapnya dan melakukan apa keinginannya. Ku hisap dan kujilati benda runcing coklat  didadanya. Kiri kanan. Membuat pentilnya agak sedikit basah karena ludahku.

Ciumanku kini menuju perut ratanya, di usia 40 an dia pandai menjaga tubuhnya tetap seperti ini, biasanya sudah membulat alias buncit. Aku menggeser tubuhku ke bawah dan sampailah pada benda kerasnya. Ternyata cd nya sudah agak melorot mungkin akibat gesekanku tadi. Sehingga setengah batangnya yang panjang berurat terlihat jelas.

"Sep ... ahhh .. bu..buka ... saja !" Desisnya. Aku mengangguk aku menarik celana dalamnya, sekarang tubuhnya telanjang. Aku menelan ludah, ternyata sesuai dengan yang kubayangkan ketika melihat fotonya di ruang tamu tadi gagah, kekar ... ohh jadi ini tubuh seorang tentara itu.

"Sep ... kamu juga buka !" Ujarnya, aku tersenyum sambil menelan ludah. Kali ini untuk sementara tak ku ikuti perintahnya.

Aku mulai memijit dari kaki, menuju betis, kemudian paha, sementara kontolnya berdiri tegak kadang berbaring sesekali berdiri bagai tugu. Sekarang aku kembali duduk di paha kekarnya, aku sudah kembali mengoles minyak tidak banyak hanya sedikit, licin ditanganku.

Pak Burhan menatap nanar serta dadanya naik turun, aku tersenyum dan perlahan kusentuh ujung kepala penisnya. Terdengar erangan keras dari mulutnya, kemudian kebawah menuju batang kerasnya sambil memijit lembut, tubuh pak Burhan mengejang dan menggeliat, nafasnya memburu. Tangannya meremas kuat pahaku.

Tanganku menuju arah akar kontolnya, harus aku akui pak Burhan sama dengan mang Danu berdarah panas, gampang ngaceng tapi dia jarang berbuat aneh-aneh, sebagai tentara dia bisa menahan nafsunya, entah bagaimana caranya. Tak kurasakan yang aneh.

Aku kembali memijat kontolnya, tiba-tiba pak Burhan bangun dan dalam sekejab membalikan tubuhku hingga aku berbaring di kasur, dan dia langsung menarik celana dalamku tanpa bisa kucegah. Dan detik kemudian aku sudah dalam keadaan telanjang seperti dirinya. Dan kemudian menindihku dengan gairah yang sudah tak tertahankan.

"Aaaahhhh ... ppppaaakk ... !" Erangku di dalam himpitannya. Tubuhnya sedikit berat, tak lama dia melumat bibirku dengan agak sedikit menekan, kontolnya dan punyaku saling menekan dan menghimpit.

Dia memagut diriku, tanganku memeluk tubuhnya, tubuhnya mulai bergerak menggesek tubuhku, terdengar suara dari bibir kami yang bersentuhan. Akhirnya dia melepas ciumannya, nafas kami memburu terdengar jelas, kemudian dia mencium pipi dan leherku, aku mendesah dan menggeliat. Mataku terpejam dan sesekali mendelik merasakan kenikmatan.

Setelah puas dia kembali memangut bibirku, ku balas sementara pinggulnya bergoyang menggesek, menekan. Aku pun melakukan hal yang sama. Kemudian dia membalik tubuhnya, sehingga kami sekarang sambil berhadapan, dia menarik tubuhku untuk merapat, dan ku balas memeluk lehernya.

Kembali mencium dan melepaskan, kemudian mencium leherku, sementara tangannya meremas pantatku sambil menekan, aku hanya bisa mengerang dan merintih. Perlahan ku dorong tubuhnya, sehingga kali ini aku berada diatasnya lagi. Dia memeluk tubuhku erat, kulepas ciumannya dan menatap wajahnya, kusentuh mata, hidung dan pipinya, dan kembali melumat bibirnya. Kami berpagutan. Pinggulku dan pinggulnya saling bergoyang, bergesekan kembali.

Perlahan kulepas dan mulai menciumi wajahnya, leher, dada seperti tadi, kemudian perut dan akhirnya batang kontolnya ternyata sudah basah, termasuk selangkanganku juga. Kusentuh batangnya kuremas, pelan.

"Sep ... kulum ... masukin !" Erangnya. Perlahan aku menunduk, aku melirik padanya, dia mengangguk pelan, kubuka mulutku dan kurasakan benda keras itu dalam mulutku. Hangat sedikit kenyal kurasakan.

Terdengar erangan dsn rintihannya, kontolnya masuk dan kukeluarkan, basah ! Kali ini kujilati batang dan kumasukan serta kuhisap benda, itu sementara tanganku sedikit memijat dengan satu tanganku. Pinggul pak Burhan naik turun. Kulepas dan menuju bijinya dan bermain disitu.

Setelah itu, aku bangun dan duduk di pahanya. Aku mulai memijitnya kurasakan basah karena ulahku tadi. Tak lama pak Burhan bangun dan langsung menyentuh kontolku, aku menjerit kecil dan kami saling mengocok kontol kami, desahan erangan semakin keras ! Aku merasa punyanya akan segera keluar termasuk diriki.

"Aaasssshhhh ... aaahhhh ... pak ... mau ... !" Sebelum dilanjut, pak Burhan melepas tangannya dari kontolku dia menarik tubuhku, aku melakukan hal sama, akhirnya tubuh kami menjadi satu, kami berciuman dan bergesekan, tangannya meremas pantatku, sementara aku memeluk erat. Aku menggoyang pinggulku dengan cepat semetara pak Burhan pun tak kalah.

"Ppppaaakkk ... aaaahhhhh !" Tubuhku mengejang.

"Sssseeeppp ... aassshhhhh !" Begitu pula dengan pak Burhan dia memelukku sangat erat.

Dan ... Cccrrroottt ... cccrrroott !" Cairan putih keluar di iringi erangan dan geramam hebat dari kami berdua. Cairan itu membasahi perut kami berdua. Setelah itu kami berciuman cukup lama. Tubuhku lemas, dan ketika lepas aku jatuh ke pundaknya, sementara pak Burhan memelukku erat nafasnya naik turun, tubuhnya kurasakan nyaman dan hangat. Sesekali dia mencium pundak dan leherku.

Perlahan aku merenggangkan pelukannya sambil tanganku memeluk lehernya kami bertatapan.

"Kamu suka ?" Tanyanya aku mengangguk dia tersenyum begitu juga dengan diriku. Kami kembali berciuman, berpelukan. Entah berapa lama kami seperti itu, sampai kemudian dia mengajakku ke kamar mandi, kami mandi bersama, sesekali berciuman.

Setelah itu aku memakai bajuku dan tak sadar aku melirik jam yang menempel di dingding kanar dan terkejut bukan main ternyata sudah sore ! Padahal tadi aku kesini masih pagi.

"Kenapa Sep !" Tanya pak Burhan yang juga sudah memakai bajunya kembali.

"Sudah sore pak !" Jawabku.

"Memang kenapa ?"

"Anu  ... takut keluarga bapak pada pulang !" Jawabku yang baru kusadari sekarang, aku merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, mereka pada pergi ke kota ke rumah bibinya ! Pulangnya nanti malam !" Ujarnya dan kemudian mendekat dan memelukku aku tertegun.

"Pak ... !"

"Ssttt ... mulai hari ini panggil saya om ya !" Aku menatapnya. Kemudian menciumku.

Tak lama kami keluar dari kamar, pak Burhan mengajakku makan awalnya ku tolak tapi akhirnya mau juga karena aku merasa lapar. Setelah itu aku pulang, pak Burhan menyelipkan sesuatu pada tanganku. Di jalan aku melihat amplop kecil dan uang sebesar 150 ribu ! Itu memang cukup besar dari kudapat dari yang lain, aku juga mendapat pengalaman seks ku yang pertama, tapi dilain pihak aku merasa bersalah telah melenceng dari tugasku sebagai tukang pijat !

Bersambung ...

DASEP SI TUKANG PIJATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang