03.MARKONAH

232 15 4
                                        

Tania berjalan sambil terus menatap cowok disampingnya itu,dari tadi pagi muka cowok itu terlihat sangat datar dan cuek,mungkin penyakitnya kumat.

Dikta yang menyadari dirinya ditatap terus terusan oleh Tania langsung menoleh. "Kenapa?"

"Ck,penyakit kamu kumat deh kaya nya Dik"

"Penyakit apa? gua lagi ga mood"

"Ga mood kenapa? kok tumben sih?" Tanya Tania heran,setau dirinya cowok seperti Dikta memang jarang bad mood sihh.

"Ga tau gua,ayo lanjut jalan"

Tania menjentikkan jarinya sekilas sambil tersenyum jahil,ia tau harus bagaimana agar sahabatnya ini kembali ceria lagi.

"Dikta,liat sini deh!" Teriak Tania girang.

Lagi lagi Dikta menoleh kesamping,tetapi ia langsung tersentak ketika Tania merangkul lehernya dengan cepat.

sampai sampai cowok itu sedikit membungkuk agar bisa menyeimbangkan tingginya dengan Tania,dasar cewe pendek.

"Ikut aku yuk!"

"Astaga kemana? bentar lagi bel masuk,Lo ga boleh bolos pelajaran"

"Tapi aku pengen hibur kamu,mukanya murung terus aku takut liatnya" ucap Tania jujur.

"Ga perlu dihibur,gua gapapa"

Tania melepaskan rangkulannya,dan mencengkeram erat kedua bahu Dikta,dan menatapnya lekat lekat.

"Tapi kasi tau dulu alasannya kenapa murung terus? kamu berantem sama temen temen kamu?"

"Engga Taniaaa,gua udah gede masa iya berantem kaya bocah,Lo kali yang suka berantem kaya gitu"

"Ih kenapa jadi aku sih? kan aku nanya!" Gertak Tania kesal,sekarang giliran dia yang bad mood.

"Bawel banget,sana masuk kelas" tangan kanan Dikta terulur kedepan,dan mengacak gemas rambut hitam milik Tania.

"Tapi janji dulu,kamu jangan bolos lagi"

"gua ga bisa janji"

"Dikta! aku kesel ya kamu kaya gini,bolos bolos ga jelas terus kapan pinternya coba?" Ketus Tania.

"Gua ga pengen pinter,bolos itu enak Tan,gua bisa bebas"

"Kalo kaya gitu kamu ga punya tujuan hidup dong?"

"Tujuan hidup gua bukan jadi orang pinter"

Kedua alis Tania mengerut secara bersamaan. "Trus apa?"

"Tujuan gue cuman satu,bisa milikin Lo seutuhnya"

Deg!

Seperti ada benda yang memukul hatinya,Tania langsung tersentak ketika mendengar kata kata cowok itu tepat di hadapannya.

lagi lagi cowok itu berkata hal yang sama seperti dulu,itu mengingatkan Tania pada Dikta yang mencintainya selama bertahun tahun.

Padahal dirinya tau jika Dikta sangat menginginkan dirinya,bukan lagi menjadi seorang sahabat,melainkan menjadi seseorang yang selalu ada untuknya,dan tulus mencintainya.

Dikta Untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang