13.BERENGSEK?

78 8 0
                                    

"Tania buka pintunya, gue mau ngomong sebentar sama lo"

Tangan kekar milik Dikta menggedor gedor pintu kamar Tania,setelah mendengar kabar bahwa gadis itu demam,tanpa memikirkan apapun ia langsung menuju ke kediaman Tania.

Tetapi sayangnya gadis itu tak mau membuka pintu sejak satu jam yang lalu, Dikta tau Tania pasti amat kecewa padanya.

Di sisi lain gadis itu sudah tau, Dikta dan geng motornya menyerang Ravenger.

Dan itu adalah hal yang paling dibenci gadis polos itu.

"Tan,lo denger gue kan? buka pintunya gue mohon, gue minta maaf sama lo"

Tania yang mendengar suara Dikta dari dalam kamar hanya diam, tanpa berniat membukakan pintu untuk cowo itu.

Ia masih merasa kecewa dengan Dikta, dan tentu masih marah.

Bahkan kini matanya menatap pintu yang bergerak karna dorongan dari Dikta,cowo itu berusaha mendobraknya.

Namun lagi lagi,gadis cantik itu memalingkan wajahnya,beralih menatap langit malam lewat kaca jendela.

Bahkan suara derasnya hujan di luar sana, dapat didengar jelas oleh kedua remaja itu.

Seolah olah mewakili perasaan Tania yang membingungkan ini.

"Maaf den, non Tania nya harus makan malam sekarang,daritadi dia belum sempat makan" bi Imah datang menghampiri Dikta yang masih berdiri di depan kamar Tania.

Tangan cowo itu beralih mengambil nampan berisikan makan malam gadis itu,lengkap dengan susu kesukaannya.

"Biar saya aja bi, bibi istirahat aja pasti cape"

"Tapi den-"

"Ngga apa apa, saya pasti bisa bujuk dia"

Bi Imah kemudian mengangguk, lalu pergi meninggalkan tempat itu, sepenuhnya ia percaya pada Dikta.

"Makan dulu ya Tan? Bi Imah bilang lo belum makan sama sekali,minum obat juga ya? biar cepet sembuh"

Tetap tak ada sahutan dari dalam sana, Tania benar benar diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Dikta tentu masih bisa bersabar dengan sikap gadis itu,ia sudah terbiasa.

"Tania-"

"KAMU NGGA USAH PEDULI SAMA AKU,PERGI!" Teriakan Tania membuat Dikta terperanjat, ia kaget setengah mati.

"Engga Tan,gue ngga bakalan pergi sebelum lo bukain pintu" kekeuh Dikta.

Tania menghela nafas kasar, ia sama sekali tak paham dengan jalan pikiran Dikta, cowo itu benar benar keras kepala.

Ia masih marah,apa Dikta tak memahaminya?

"AKU NGGA MAU SAMA KAMU! AKU NGGA MAU KETEMU KAMU!"

"Tapi gue pengen lo Tania,gue pengen ketemu lo,gue..."

"Khawatir sama lo"

Di akhir kalimat, nada suara cowo itu terdengar pelan, dari raut wajahnya Dikta merasa kecewa pada dirinya sendiri.

Ia menyesal meninggalkan Tania sendiri di halte bus sampai berjam-jam,bahkan sampai sakit.

Seharusnya ia menjaga gadis itu, dan selalu ada bersamanya, tetapi kali ini mengapa ia tak terpikirkan sama sekali soal Tania?

Itu membuat dirinya merasa,ia adalah seorang pengecut.

"Tolong dengerin penjelasan gue dulu, setelah itu lo boleh marah ke gue,bahkan lo boleh pukul gue semau lo"

Dikta Untuk TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang