Bella sudah kembali. Itulah perkataan yang selalu terngiang ngiang dalam minda Stefan setelah pertemuan mereka sore tadi.
Ya, sememangnya Bella benar benar sudah kembali. Bukan mimpi, bukan juga halusinasi. Bella, temannya dari kecil dulu sudah kembali ke kampung ini.
Stefan menggeleng dengan keluhan berat. Daripada riak wajah Bella siang tadi, dia sudah tahu kalau Bella sudah benar benar melupakannya. Melupakan kisah yang pernah mereka lalui bersama 15 tahun dulu. Bahkan, Bella langsung tidak mengenalinya walaupun mereka bertentang mata siang tadi. Yang pasti, pandangan asing itu telah melukai hatinya.
Stefan tersenyum hambar. Kepalanya mendongak menatap bulan dan bintang dilangit kepekatan malam. Lagi dan lagi wajah Bella yang muncul di situ. Bukan wajah yang dilihatnya siang tadi, tetapi wajah gadis itu sewaktu 15 tahun yang lalu.
"Kamu ngapain melihat bulan malam ini, Stefan?"
Stefan tersontak kaget saat lamunannya diganggu oleh suara ibunya. Bunyi deruan angin pantai seketika tadi telah membawanya kepada kenangan 15 tahun yang lalu. Dia menghirup udara yang sama, sama seperti 15 tahun yang lalu. Cuma keadaannya yang berbeda.
Stefan langsung menghampiri ibunya yang duduk di hadapan pintu kayu. Dia turut melabuhkan punggungnya disitu. Di atas beranda kecil yang selalu menjadi tempatnya beristirahat setelah capek pulang laut.
"Bunda" panggil Stefan tiba tiba.
"Iya, kenapa nak? Kok sejak kamu pulang dari laut siang tadi, bunda liat kamu berbeda banget sih. Emangnya ada terjadi sesuatu? Gengnya Rio ganggu kamu lagi?" soal Sofia ke anak lelakinya.
Bukannya Sofia tidak tahu gengnya Rio selalu saja menganggu Stefan. Mujur saja Stefan bukan tipel cowok yang gampang melatah saat diusik dan dibuli oleh gengnya Rio.
"Enggak kok bunda... Stefan cuma suka aja lihat bulan malam ini. Bulan itu kelihatan kayak dekat banget, tapi kenyataannya bulan itu sebenarnya jauh. Terlalu jauh banget buat kita capai"
Sofia turut melihat bulan yang dimaksudkan Stefan. Bulan mengambang itu telah menerangkan kegelapan malam di kampung mereka. Sofia tersenyum, menanggapi kata kata anaknya.
"Anak bunda ni kok aneh banget sih malam ini. Tiba tiba aja bermadah malam ini. Kenapa sih nak?"
Serba tidak kena anaknya itu sejak siang tadi. Makan saja sedikit. Selalunya enggak sah kalau enggak menghabisin dua piring nasi kapan dihidangkan dengan percal lele, sayur dan ikan goreng sambal.
"Enggak ada apa apa kok bunda." nafi Stefan.
"Stefan itu satu satunya anak bunda. Bunda tahu kok, pasti ada sesuatu yang menganggu fikiran kamu kan. Cerita dong sama bunda."
Walaupun umur Stefan sudah 27 tahun, ia tidak membataskan Sofia buat memanjakan anak tunggalnya itu.
Stefan berfikir sebentar. Dia memejamkan kedua matanya, muncul wajah itu lagi. Setelah tempoh 15 tahun memisahkan mereka, wajah itu masih teguh dalam hatinya. Malah, dia tidak pernah melupakan wajah itu.
Walaupun wajah itu sudah jauh berbeda, dia masih mampu mengenalinya. Gadis itu masih sama seperti dulu. Wajah itu masih mampu menarik sekeping hati lelakinya sama seperti 15 tahun yang lalu.
"Bunda..."
"Iya, nak"
"Bunda masih ingat nggak sama teman aku yang selalu datang ke rumah kita 15 tahun yang lalu? Yang suka banget main sama Momo dulu." Perlahan lahan Stefan membuka pembicaraan.
Sofia mencuba mengingati siapakah orang yang dimaksudkan oleh Stefan.
" Bunda, anak yang menangis saat Momo cedera gara gara ditabrak oleh gengnya Rio itu. Bunda inget nggak?" Tambah Stefan lagi.
Sofia mengiyakan kata kata Stefan seperti mengingati sesuatu.
"Iya bunda inget. Cucunya omma Nani kan?"
"Iya.. Yang itu."
"Bunda inget.. Cuma, bunda lupa sama namanya."
"Bella. Marbella Darwina." Sambung Stefan lagi.
Dia inget sebaris nama itu. Nama yang nggak akan pernah mampu terluput dari ingatannya.
Sofia terus mengukir senyuman kecil dibibirnya. Sekarang dia tahu punca yang udah menyebabkan anaknya itu berpuitis malam ini. Semuanya kerna Marbella Darwina.
"Emangnya kenapa sama Bella? Yaahh.. Maksudnya bunda, kok kamu jadi teringat sama dia malam ini? Udah lama banget anak bunda ini nggak...."
"Stefan ketemu sama dia siang tadi." Stefan memotong pembicaraan Sofia lantas menundukkan wajahnya.
Terukir segaris senyuman diwajahnya walaupun hambar. Hatinya kecewa saat gadis itu tidak langsung mengenalinya apatahlagi mengingatinya.
"Ohh... Ternyata sudah pulang ya cucunya omma Nina. Lama banget bunda nggak ketemu sama dia. Nanti kalau Stefan..."
"Dia aja udah nhgak kenal sama Stefan, dia udah nggak inget siapa Stefan bunda." Sambung Stefan dengan nada sayu.
Akhirnya dia menoleh ke arah Sofia lalu tersenyum pahit. Seketika pandangannya menoleh ke arah kucing milik Bella yang lagi tidur nyenyak di penjuru dinding. Kerna kucing itu dia mengenali seorang bernama Marbella Darwina.
....
"Waahh.. Enak banget baunya, omma." Bella mengusap perutnya yang lapar setelah mencium bau masakan yang dihidang omma Nina.
Tanpa membuang masa, dia langsung menarik kerusi lalu melabuhkan punggungnya. Hidangan makan malam yang dihidangkan oleh ommanya telah menaikkan selera makannya.
"Kakek mana omma?" tanya Bella.
"Kakek kamu biasalah...waktu waktu begini, musolah lah tempatnya. Kamu udah solat belum?" Tanya omma Nina kepada cucunya.
"Udah kok omma.. Aku udah nggak sabar mau makan ni. Udah laper banget." Bella langsung mencedok nasi ke pinggan kaca berwarna putih itu.
Omma Nina hanya mampu menggelengkan kepalanya saja melihat telatah cucunya, lalu dia pun duduk dihadapan Bella.
"Udah lama banget aku nggak makan masakan omma. Kangen banget deh rasanya." Sambung Bella.
"Siapa suruh kamu nggak pulang ke kampung lagi. Kayaknya udah 15 tahun kan kamu nggak pulang ke kampung ini? Untung aja kamu masih inget jalan pulang ke kampung."
"Yaahh.. Omma sih nggak asik banget main sindir sindiri aku. Biasalah omma, cucu omma ini punya buanyaakk banget kerja di Jakarta itu. Bukannya sengaja sih nggak pulang ke kampung."
"Ya iyalah, kalau omma nggak ke Jakarta itu, kayakanya omma udah nggak inget gimana rupanya cucu omma ini." lagi dan lagi omma Nina menyidir cucunya.
Bella hanya mampu cengir.
"Iyaa..iyaa.. Bella minta maaf. Bella janji deh, setelah ini Bella akan selalu balik ke kampung ini. Tiap minggu Bella balik ya. Bella udah laper banget ni, mendingan kita makan aja sampe kenyang. Ikan ini kelihatan enak buangeett deh omma." Bella menyuapkan nasi dan lauk ke dalam mulutnya.
Matanya dipejam rapat seakan akan dia menikmati hidangan kegemarannya itu.
"Ikan ini Stefan baru aja kasi ke kakek kamu pagi tadi. Masih seger lagi ikannya." Kata omma Nina.
Acara kunyahan Bella terhenti. Dia mendongak memandang ommanya.
"Stefan?" Nama itu seakan akan serasi ditelinganya.
"Iyalah, Stefan. Teman kamu sewaktu kecil dulu." balas omma Nina, bersahaja.
"Teman? Emangnya Bella punya teman namanya Stefan?" Sekali lagi Bella mengerdipkan matanya tanda keliru.
Dia coba mengingati sebaris nama itu. Siapa Stefan?
![](https://img.wattpad.com/cover/210600317-288-k121817.jpg)
YOU ARE READING
SUKA DARI DULU
FanfictionStefan Wijaya hanya seorang nelayan kampung. Marbella Darwina bakal CEO Arena Holding. 15 tahun berlalu. Bella kembali semula ke kampung setelah dikecewakan oleh teman lelakinya. Kepulangannya tanpa disadari ada seseorang yang setia menanti dan eng...