Knock knock
Ketukan keras yang berlangsung secara konstan dari beberapa menit yang lalu pada pintu kamar berwarna hitam itu membuat seorang lelaki dibaliknya mengerutkan kening dengan kesal, ini minggu pagi dan tidur nyenyaknya diganggu seperti ini. Disertai dengusan pelan, tangannya bergerak menaikkan selimut tebal berwarna putih itu agar menutupi seluruh tubuh dan wajahnya.
"Jimin, bangun!"
Lelaki bernama Jimin itu tetap bergeming dikasurnya, menghiraukan panggilan sang mama dibalik pintu yang nampaknya mulai tak sabar hingga mengganti ketukan kerasnya dengan teriakan.
"Jim.. ayo sarapan bareng, papa udah nungguin!"
Matanya yang tadi terpejam erat mulai membuka perlahan. Mengerjap beberapa kali sebelum mengangkat sedikit kepalanya melirik pada jam dinding yang menunjukan pukul 7.30 pagi.
'Rutinitas!' batinnya mengerang sebal.
Setelah ingatannya tentang kebiasaan keluarga mereka dipagi hari telah kembali, maka Jimin segera mendudukan dirinya, mengucek matanya sebentar sebelum akhirnya berjalan ringan menuju pintu untuk menghentikan ketukan dan teriakan mengganggu itu.
"Lama banget sih kamu! Kebiasaan disana nih pasti bangun siang terus"
Jimin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, baru beberapa detik ia membuka pintu namun semprotan kesal dari sang mama sudah ia terima. Nyaris 4 tahun mengejar pendidikan memasaknya di Australia dan ditambah dengan ikut pelatihan magang dibeberapa restoran dari yang lokal hingga yang berbintang demi mendapatkan sertifikat dan pengalaman selama 3 tahun memang membuat Jimin melupakan beberapa rutinitas keluarganya. Salah satunya yaitu sarapan bersama yang tidak boleh dilewatkan satu kali pun ketika ia berada dirumah.
Dengan ketertarikannya didunia memasak sejak ia masih Sekolah Dasar, Jimin akhirnya memutuskan untuk memperdalam ketertarikannya itu dengan cara menempuh pendidikan diploma French Cuisine and Patisserie di Le Cordon Bleu, Australia. Pengalamannya juga sudah sangat banyak mengingat ia memulai semuanya dari bawah. Meskipun ayahnya memiliki beberapa restoran dan hotel mewah namun Jimin tidak ingin bergantung pada hal itu. Ia ingin mencari pengalamannya sendiri.
"Mama sok tau banget deh. Aku bangun sebelum jam 8 terus tau ma"
Jawaban bernada manja dari anak lelakinya membuat wanita setengah baya itu menggeleng ringan sebelum akhirnya merengkuh tubuh kokoh itu dengan hangat. Baru tadi malam Jimin pulang dan ia begitu merindukan putra satu-satunya ini. Tangan kekar itu balik merengkuh punggung sang mama dengan erat, menyalurkan kerinduan yang sama besarnya.
Setelah beberapa lama dalam posisi seperti itu, mama Park kemudian mengurai pelukan mereka, menatap penuh haru dan bangga pada Jimin yang melebarkan senyumnya. Tangan cantik yang mulai keriput itu naik secara perlahan mengelus pipi tembam putranya dengan sayang. Ia sedikit tidak percaya, putra kecilnya sekarang sudah menjadi lelaki dewasa berusia 27 tahun.
Ingatannya melayang pada saat terakhir kali mereka sarapan bersama, dimana Jimin masih duduk di sekolah menengah atas. Setelah lulus, Jimin memutuskan untuk langsung terbang ke Australia demi melanjutkan pendidikan dan mimpinya untuk menjadi seorang chef handal yang diakui.
"Mama kangen banget tau!"
"Jimin lebih kangen tau!"
Respon menggemaskan Jimin yang meniru perkataanya membawa tawa renyah dibibir mama Park. Tangannya menarik lengan kekar itu menuruni tangga menuju meja makan dimana terdapat banyak lauk pauk dalam rangka menyambut kepulangan anak lelaki kebanggan keluarga kecil yang harmonis itu. Seorang lelaki paruh baya yang tengah duduk dikursi tengah meja makan nampak belum menyadari kehadiran Jimin, pandangannya fokus menatap tablet ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Menu
Romance#Longstory Seulmin. Dapur akan selalu menjadi tempat dimana seorang Chef menumpahkan passion dan skill yang dimilikinya. Namun apakah kalian percaya jika pada akhirnya dapur ternyata juga bisa menjadi salah satu tempat dimana seseorang menemukan be...