Beberapa saat sudah berlalu dan keheningan masih setia memenuhi ruangan itu. Tatapan mereka masih terjalin, namun nampaknya Jimin tidak berniat sedikitpun untuk memulai sebuah percakapan lebih dulu. Toh yang memiliki perlu dengannya itu Seulgi, kan?
Gadis itu pun ditempatnya hanya diam mematung. Dibawah matanya, dapat ia lihat bibir tebal Jimin yang berkali-kali mengepulkan asap rokoknya ke udara. Tatapan mereka masih terjalin. Dan dibanding merasa takut, sorot Jimin kali ini justru malah membuat Seulgi khawatir tanpa sebab.
Seulgi menelan ludahnya dengan susah payah. Ia akan semakin terlihat bodoh jika hanya terus berdiri disana dan saling berbalas tatapan dengan Jimin. Maka dengan seluruh sisa keberanian yang masih ada, Seulgi berdehem pelan sebelum mulai berbicara.
"Chef.. uhm.. lukanya u-udah diobatin?"
Keringat dingin mulai memenuhi dahi Seulgi saat keheningan kembali mengambil alih suasana hangat yang berusaha ia bangun. Matanya melirik pada kotak obat kecil yang terletak disamping tubuh Jimin. Masih rapi, tampak belum tersentuh sama sekali.
Setelah beberapa saat tenggelam dalam rasa canggung dan gugup yang membuatnya sulit untuk bernapas, Seulgi akhirnya memutuskan untuk pergi saja. Mungkin benar apa yang Taehyung katakan tadi. Jimin sedang tidak ingin diganggu.
"Engg.. yaudah chef, s-saya pulang dulu. Hm itu.. lukanya nanti obatin ya supaya-"
Ucapan Seulgi sontak saja terpotong saat tanpa aba-aba Jimin bangkit dari duduknya dan dengan langkah pelan menghampiri sebuah meja kecil yang berada diujung ruangan. Rokok ditangan kanannya yang masih tersisa setengah lalu ia matikan pada asbak yang terdapat dimeja itu.
Pahanya yang terbalut jeans ia remat dengan gugup. Apalagi saat Jimin yang tengah bertelanjang dada mulai berbalik dan berjalan mendekatinya. Seulgi rasanya mau langsung meninggal saja.
"Kenapa kamu masih disini?"
Seulgi mendongakkan kepalanya saat suara serak nan datar itu merasuk rungunya dengan lirih. Tanpa sadar menatap nanar kedua netra bening milik Jimin yang masih begitu dingin.
Seulgi tidak pernah tahu bahwa ia ternyata tidak pernah siap menghadapi respon Jimin yang seperti ini.
"Ini.. sebentar lagi saya pulang kok. Tapi lukanya-"
BRAKK!!!
Jimin meninju dengan kuat dinding yang berada tepat disamping kepala Seulgi. Membuat gadis itu berjengit kaget dan menutup matanya takut.
"Gak usah sok peduli"
Jimin berseru dengan tajam membuat Seulgi seketika tertegun dan menggeleng lemah. "Ch-chef.. maaf-"
Suaranya mendadak tercekat disebabkan oleh air matanya yang mulai menetes. Kepalanya tertunduk dengan mata yang kembali menutup saat rasa takut dan sedih mulai mendominasi hatinya.
Jimin yang melihat reaksi gadis itu seketika tersadar dan segera mengusak rambut hitamnya dengan gusar. Ia sadar bahwa perlakuan bodohnya tadi pasti sudah membuat Seulgi ketakutan.
"Seul.."
Seulgi masih bertahan dengan tangisnya membuat Jimin menghela napasnya dengan kasar. Ingatannya tentang kejadian tadi pagi telah membuat emosinya sedikit susah dikendalikan. Dan berakhir dengan melampiaskannya pada gadis itu.
Melihat Seulgi yang semakin terisak, Jimin dengan tidak sabar mulai menangkup kedua pipi basah milik gadis itu dan sedikit mengangkatnya agar bisa ia lihat dengan jelas.
"Seulgi?"
Mata gadis itu masih terpejam. Seulgi belum siap jika harus membuka matanya dan menemukan tatapan tajam Jimin seperti tadi. Sudah cukup hampir sebulan ini Jimin terkesan menghindarinya, Seulgi tidak mau kejadian tadi pagi membuat Jimin semakin menjauh lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Menu
Romance#Longstory Seulmin. Dapur akan selalu menjadi tempat dimana seorang Chef menumpahkan passion dan skill yang dimilikinya. Namun apakah kalian percaya jika pada akhirnya dapur ternyata juga bisa menjadi salah satu tempat dimana seseorang menemukan be...