Jam di atas nakas di samping tempat tidurnya sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, namun matanya tak juga kunjung terpejam. Kepalanya sudah terasa sangat pening karena terlalu lama menangis. Wallpaper pada layar ponselnya menampilkan wajah seorang laki-laki dengan senyum teduh yang ia anggap paling menawan. Senyum yang kini menorehkan luka di hatinya, membuat dadanya serasa terhimpit, meninggalkan rasa sesak."Jangan rindu padaku," kata pria itu. "Kamu tahu benar bahwa aku harus melakukan ini semua," lanjutnya dengan penuh penyesalan.
"Apa kamu akan bahagia? Apa dengan pergi dariku kamu akan bahagia?" tuntutnya.
"Wooseok-ah... Jangan lakukan ini padaku... Jangan membuatnya semakin sulit," pintanya.
"Lalu bagaimana dengan aku?"
"Wooseok-ah..."
Ia tertawa hambar. Dari awal ia sadar bahwa bahagia pria itu bukan bersamanya. Pria itu tersenyum, memandangnya penuh cinta, tapi seringkali jiwanya hampa.
Patah hati terbesar yang ia rasakan, bukan karena ia tidak dicintai. Tapi karena ia mengetahui bahwa pria yang mencintainya dan ia cintai sepenuh hati, tetap tidak merasa benar-benar bahagia. Karena bagi pria itu, keluarganya tetap lebih penting. Dan patah hati terberat yang harus ia alami, adalah saat ia menyadari bahwa melepaskan adalah satu-satunya jalan.
Bahagianya akan ia cari sendiri. Meski tanpa lelaki itu. Meski tanpa obrolan ringan sebelum tidur ditemani secangkir teh dan coklat hangat dalam genggaman. Meski tanpa pelukan erat di pagi hari. Meski tanpa kecupan ringan di peraduan. Meski tanpa canda dan polah manja. Juga meski tanpa rengkuhan di kala jatuh dan berteman sepi.
Bahagianya akan ia cari sendiri. Mungkin bukan sekarang. Atau esok. Atau lusa. Mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Tapi bahagianya pasti ia cari. Pasti.
***
Annyeonghaseyo!
Apa kabar Seunseok shippers aku tersayang? It's hard isn't it?
Myself? I'm getting better. Still struggling, but better.
Saat ini kita masih berjuang. Semuanya pasti memang nggak akan sama lagi. Tapi buat aku, sekarang yang paling penting adalah kebahagiaan mereka semua. Each one of them. Bahkan ketika bagi salah satu atau beberapa orang member, tetap bersama X1 adalah sesuatu yang berat, maka aku akan dukung mereka untuk pergi. Dan tugas kita untuk let go. Aku cuma ingin mereka bahagia. Kalau ada yang membuat kalian kecewa, kalian boleh aja berpaling, tapi aku mohon jangan menghujat. Kita nggak mau ada kejadian seperti waktu Wooseok hiatus akibat depresi kan?Kenapa aku nulis chapter tambahan di atas? Bukan, itu bukan bagian dari kehidupan Mamas dan Yayang, kok. Mamas dan Yayang akan selalu hidup bersama-sama penuh cinta dalam dunia yang aku buat untuk mereka. Aku cuma butuh mengeluarkan isi hati, pikiran, dan sesak yang aku rasain. Aku kurang tidur, mata aku sembab, kepala aku pusing, dan aku rasa banyak One It yang ngerasain hal yang sama. Orang-orang di luar sana boleh ngatain kita lebay, tapi apa yang kita rasain benar adanya.
But as I say, I'm getting better. I have my own personal life. I'm a mom with two kids to take care of. Jadi buat kalian, get a grip, focus on your life, dukung setiap project untuk mereka semampu kalian. Aku pun bantu RT hestek, ikut donasi buat LED truck, kirim email ke agensi. Apapun, semampu kalian. Istirahat yang cukup, stay healthy.
Semoga semua usaha dan doa kita berbuah manis ya, guys.
Karena X1 dan Seuncat aku punya keluarga baru yang aku sayang. Don't forget to shower them with love.Gomapgo, saranghae.
-shininglynx-
KAMU SEDANG MEMBACA
About SeunSeok (Completed)
FanfictionThe Sweet Life of Mamas Seungwoo dan Yayang Wooseok