Desperation

1.4K 16 10
                                    

Kami berangkat menuju ke pantai. Menurutku perjalanan ini sangat jauh. Sebelum sampai ke pantai, kami harus melewati kota yang sangat macet. Dan ke kota pun lumayan jauh dari kampung ku.

Jam tanganku menunjukkan pukul 9 lebih 23 menit. Dengan angka digital berwarna putih yang berasal dari layar berpixel tinggi, ditambah dengan tanggal dan suhu cuaca. Wallpaper nya bergambar aku sedang selfie dengan gaya sissy ku. Lucu memang, tapi aku menyukainya.

Beberapa sawah-sawah dan hutan yang telah kami lewati, akhirnya dekat juga menuju ke kota. Di sana terlihat banyak sekali kendaraan, sepertinya sedang macet.

Kami telah masuk ke jalan kota. Dan memang kami terjebak macet. Ditambah lagi dengan cuaca yang sangat gersang, hingga aku telah terus menerus meminum air agar haus ku hilang.

Aku menghabiskan setengah botol minuman teh yang aku bawa. Sedikit lebih lega rasanya setelah meminum air ini.

Mama masih fokus ke depan. Sementara Michael dan Mamanya tidur pulas. Nyenyak sekali mereka tidur.

***

Tak lama kemudian, PAK (panggilan alam kecil) pun datang. Waduh, di tengah kemacetan pengen pipis. Bagaimana ini. "Mama! Aku mau pipis."

"Apa? Kamu mau pipis?" kata mama kaget dan melirik ke arahku.

"Iya, Ma! Masih lama nggak?" Aku mulai sedikit panik karena keinginan buang air kecilku sedikit bertambah.

"Hmm... Mungkin beberapa menit lagi sampai di tempat peristirahatan. Di sana ada toilet. Tahan sebentar lagi aja ya, Sayang!"

"Baiklah!" kataku pasrah.

Mama kembali fokus ke depan.

Lima menit kemudian kebelet ku semakin tak tertahankan. Aku takut ngompol di sini, apalagi ini celana kesayanganku. Aku nggak mau sampai kena air kencingku di celana ini.

Aku berusaha menahannya dengan segala cara agar kebelet ku sedikit berkurang. Kakiku di silangkan dengan sekuat tenaga, cakar ku ikut menahannya.

"Mama! Masih lama nggak?" keluhku.

"Bentar lagi, Sayang! Tahan aja dulu."

Aku benar-benar panik. Keringat dinginku sudah mulai keluar. Tubuhku sudah tidak bisa diam lagi. Aku duduk dengan meloncat-loncat seperti menaiki kendaraan dan melewati polisi tidur dengan kecepatan yang agak cepat.

Tubuhku gemetaran begitu kencang. Rasanya sudah mau keluar. Perutku sudah sangat sakit. Tapi aku berusaha terus untuk menahannya.

Tiba-tiba ada motor yang menyelip mobilku. Aku sontak terkejut, dan ngompol sedikit. Ah, sial! Untung masih tertahankan. Celanaku basah dikit deh.

Sudah sepuluh menit aku lalui, semakin tak tertahankan. Dan juga belum sampai ke peristirahatan, masih jauh malah. Aku sangat panik. Keringat dinginku banyak sekali, tubuhku bergetar sangat cepat.

Ayolah! Aku pasti bisa. Jangan sampai ngompol di sini!

"Kamu masih bisa di tahan kan, Nak?" tanya mama.

Aku sampai memejamkan mataku dengan sangat kuat, "masih, M..ma!"

Beberapa menit kemudian, aku ngompol. Benar-benar mengompol. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi, padahal aku masih menahannya.

Ah! Jangan!

Air kencingku terus keluar dengan derasnya. Aku sudah menahannya sekuat tenaga. Tapi, bendunganku sudah rusak.

Aku terus ngompol dengan banyak sekali, hingga membanjiri kursi dan mengalir ke bawahnya.

Mama terkejut, "Kamu ngompol?!"

Aku menangis. Malu banget. Sampai-sampai aku lemas pengen pingsan.

Kenapa sih malah bocor. Celana kesayanganku kan jadi basah. Dan juga aku malu banget.

"Udah, udah. Nanti mama yang bersihin."

Aku nggak dengerin apa yang mama katakan. Bukannya aku sombong, tapi aku sangat malu dan terus menangis.

Sial! Sial! Sial!

***

Entah berapa menit, kami sampai di peristirahatan. Aku sudah hampir pingsan karena malu banget.

Mama memarkirkannya di sana, dan menggendongku ke kamar mandi untuk menggantikan celanaku yang basah.

Tangisanku mulai berhenti. Ini pengalamanku yang sangat memalukan. Aku sangat berharap nggak ada yang banyak tahu tentang kejadian ini.

Kalau saja ada alat penghapus ingatan, aku mau menghapus ingatan kejadian ini. Kejadian ini sangat memalukan. Apalagi aku kan laki-laki. Kalau sampai ketahuan sekelas, bisa cepat menyebar dan teringat terus sampai dewasa kejadian ini.

Aku sangat menyesal karena sebelum berangkat, aku nggak pipis dulu. Dan saat diperjalanan, aku meminum teh. Andaikan aku masih bayi, pasti nggak akan memalukan seperti ini. Aku pun tidak akan ingat.

Aku sangat berharap, tidak ada yang memberitahukan kejadian ini ke yang lain.

Tapi ya sudahlah, yang lalu tetaplah berlalu. Ini hanya kecelakaan, aku bener bener desperate tadi. Bukan faktor disengaja.

RegressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang