Hari Kedua di Pantai

1.4K 14 13
                                    

Waktu sudah pagi. Aku mulai merasakan nyawaku terkumpul, namun belum sepenuhnya terkumpul sih. Otakku sudah memberitahukan aku kalau aku harus bangun, namun aku masih merasakan kantuk.

Yang aku rasakan di pantai ini begitu gerah, padahal ini baru pagi-pagi sekali. Tidak seperti di hari biasanya. Masih kantuk tapi tidak mau tidur lagi.

Oh iya, aku ada janji sama Mama semalam. Aku segera mengeceknya, dan takut. Jantung berdetak cepat, padahal baru bangun. Benar saja, aku ngompol lagi. Waduh.

Bagaimana ini ya? Gumamku. Aku takut kalau sekarang Mama marah. Tidak seperti yang kemarin. Dan Mama sudah nggak ada lagi di tenda. Pasti Mama melihat aku ngompol.

Datang lah Mama masuk ke tenda. Aku segera menutupi wajahku dengan kedua cakarku. Pipi mulai memerah. Tapi sekarang aku tidak menangis. Kedua telingaku turun, dan ekorku menutupi celanaku yang basah.

"Hayo? Kan udah sepakat!"

"I..ya deh" dengan suara kecilku.

"Ayo, Sayang! Mandi dulu tuh, ntar ganti baju di sini."

Mama memberikan handukku, dan aku langsung pergi ke WC umum di dekat masjid itu.

WC umumnya banyak banget. Bahkan di pisahkan untuk mandi dan untuk buang air. Untungnya masih dalam satu bangunan. Kayak kelas di sekolah saja, berjejer gitu.

Aku pun masuk ke salah satu WC yang kosong untuk mandi. Awalnya aku mengira airnya akan dingin sekali. Eh, ternyata airnya seger banget. Malah ketagihan pengen terus mandi disini, tapi nggak boleh gitu. Jahat air namanya. Pakaianku belum aku lepas, sudah kebasahan. Ya di lepas sajalah, nanti dicuci biar bersih dan suci.

Jangan lama-lama di WC, entar ya entahlah. Sesudah selesai mandi, aku pun segera kembali ke tenda hanya dengan memakai handuk yang dililitkan. Emangnya nggak dingin tuh? Ya nggak lah. Suasananya cukup gerah. Jadi terasa segar begitu.

Aku masuk ke tendaku. Mama sudah menyiapkan pakaianku. Padahal nggak usah sama Mama, sama aku aja. Tapi ya sudah terlewat. Akhirnya eh, malah aku dipakaikan bajuku sama Mama. Memangnya aku masih balita kebawah?

"Mama! Nggak usah dipakein lah..."

"Nggak apa-apa, Sayang! Kan nggak ada yang melihat."

"Tetep aja Ma, aku malu. Aku tuh dah gede, bukan balita lagi." Keluhku.

Mama malah senyum-senyum dan melanjutkannya. Terpaksa aku dipakein pakaian dari baju, celana, Hingga pakaian dalam pun dipakaikan. Tapi ya bagaimana lagi, aku nggak bisa melawan mamaku.

***

Matahari terbit dari timur. Kalau dari barat wah bahaya banget tuh. Yang ada semua panik hanya karena matahari terbit dari barat.

Air laut mulai pasang. Untungnya kami berada sedikit lebih atas dari permukaan laut. Lautnya disini selalu ada ombak ombak kecil dan sedang terus menerus siang malam.

Aku terdiam di antara permukaan laut, walaupun agak jauh karena takut terbawa ombak. Aku tidak bisa berenang.

Michael menghampiriku, "Tadi bagaimana tidurnya?"

Aku meliriknya, tatapannya seperti terdapat sindiran. Memiliki makna yang sangat dalam, susah untuk dijelaskan menurut kata-kata.

"Ya... Gitu deh, nyenyak."

"Apakah ada basah-basah di celana gitu?"

Dia mulai lagi. Aku kan jadi malu, wajah mulai memerah sedikit. "Tau ah!"

"Hehe, nggak apa-apa kok. Aku terkadang ngompol, walaupun tidak sering juga."

"Benarkah?" Tanyaku.

"Iya! Mamaku memakaikan popok tiap malam sebelum tidur. Kadang ngompol kadang nggak. Dan juga pada saat perjalanan, aku dan mamaku memakai popok lho! Jadi nggak usah nahan-nahan pipis saat di tengah jalan. Langsung lepaskan saja. Enak!"

"Kok nggak bilang-bilang sih?!"

"Ya aku kan malu juga. Kalau sama kamu sih nggak apa-apa."

"Nggak ngajak-ngajak ih! Padahal aku pakai popok aja kemarin, jadi nggak usah nahan pipis yang begitu hebat."

"Haha! Kasihan deh lho!"

"By the way, kenapa kamu pakai popok?"

"Tau lah! Aku tuh kan beser banget. Andaikan kemarin nggak pakai popok, aku bisa beberapa kali ngompol di tengah jalan. Kamu masih untung kemarin hanya satu kali ngompol. Padahal tinggal dikit lagi, eh malah ngompol. Xixixi."

"Diem akh!"

Kami berhenti sejenak memandang pantai yang ramai pengunjung. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.

"Kita berenang yuk!"

"Nggak ah! Aku kan nggak bisa berenang."

"Oh iya ya! Hehe. Aku duluan ya?"

"Oke, hati-hati ya!"

Dia berlari ke laut dan berenang. Dia terlihat sangat ahli dalam berenang, hingga ada ombak pun dia tubruk saja.

Aku hanya bisa melihat di pesisir pantai. Paling hanya bermain pasir dan bermain air di permukaan lautnya.

Aku pengen banget bisa berenang. Tapi ya ini sudah dari kecil. Aku memang sangat membenci olahraga. Kenapa? Karena semua olahraga aku nggak bisa. Cabang-cabangnya maksudku itu. Seperti basket, sepak bola, voli, dan lain-lain. Makanya aku benci banget.

Kami bermain di pantai sendiri-sendiri.

RegressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang