work

214 47 6
                                    

IRENE

Juhyun mengangguk-angguk mendengarkan sampel lagu yang disodorkan padanya. "Bagus. Aku suka yang ini."

Rekannya mengangguk-angguk. "Aku juga. Kandidat terkuat tampaknya lagu yang ini."

Juhyun berputar di bangkunya sambil memutar-mutar pulpennya. "Kau pernah bekerja sama dengan Kim Junmyeon—maksudku Suho-sshi?"

"Pernah, di sebuah single. Aku penulis tunggal untuk lagunya saat itu. Saat aku mendengarkan suaranya ... wow. Aku sangat terkesan. Cocok sekali. Aku tidak menyesal. Aku mengikuti lagu-lagunya setelah itu, dan kuharap aku bisa membuat lirik untuknya lagi."

"Aku mendengarkan beberapa lagunya ... dan kurasa kau memang benar." Juhyun berhenti sebentar.

"Ada B-side yang bagus sekali darinya. Coba dengarkan Perfect Night dari album keduanya. Ditulis oleh beberapa penulis lirik internasional dengan citarasa lagu yang berbeda. Genrenya juga agak jazzy, tidak biasa. Tapi dia tetap bisa menguasainya."

"Sebentar." Juhyun kemudian mencari lagu tersebut di situs khusus musik. Ia mendengarkannya beberapa detik, dan langsung mengangguk-angguk. "Ini bagus. Kenapa mereka menjadikannya B-side?"

"Karena pasar kurang menggandrungi genre itu. Genre itu hanya untuk kalangan tertentu, kau mengerti kan?"

Juhyun mengangguk pelan. "Perempuan suka yang penuh beat, pop, dan sedikit ... hm, ekspos."

Rekannya tertawa kecil. "Sebagai wanita, kau mengerti."

"Tapi aku tidak suka." Juhyun mengangkat bahu. "Suara di atas segalanya."

Juhyun meneruskan mendengarkan lagu itu di studio, sementara itu rekannya sibuk dengan sebuah komposisi di komputernya. Tak lama kemudian, seseorang masuk ke studio.

"Hello. Maaf mengganggu." Dia mengangguk dan membungkuk sekilas. "Ada yang harus kuambil di komputer itu."

Juhyun berputar di bangkunya. Ia kira orang itu adalah seorang staf, ternyata Kim Junmyeon. Mata mereka sempat berserobok, dan Junmyeon tersenyum sekali lagi sambil menuju komputer di samping rekannya.

"Aku meninggalkan sampel-sampel lagu yang kubuat di sini."

"Kau merekamnya sendiri?"

Junmyeon tampaknya terkejut, dan langsung menoleh kepada Juhyun. Dia sempat terpana beberapa saat sebelum sadar bahwa dia belum menjawabnya. "Oh, iya, benar. Salah seorang temanku adalah komposer. Dia sering memberiku demo pendek dengan potongan-potongan lirik. Katanya, itu sisa. Aku mencoba merekamnya saat aku sedang luang, atau selesai latihan tapi jadwal sedang kosong."

Mata Juhyun berkedip lambat. "Oh."

Junmyeon masih tersenyum saat mengalihkan perhatian kembali pada komputernya. Dia mentransfer data ke ponselnya, kemudian berdiri lagi. "Sudah. Maaf mengganggu. Silakan lanjutkan pekerjaan kalian." Sebelum menuju pintu keluar, dia sempat menyapa, "Irene Bae-sshi."

Juhyun mengangguk untuk terakhir kali.

Setelah Junmyeon pergi, ia bertanya pada rekannya. "Dia memang begitu, ya?"

"Begitu bagaimana maksudmu?"

"Kukira banyak artis besar sudah terkena star syndrome."

"Oh—dia memang sopan. Begitu yang kudengar. Dia memperlakukan para staf dengan baik, tidak memandang berbeda."

"Dan dia juga suka latihan di waktu luang seperti itu?"

"Tampaknya. Kau jadi tidak heran kan kenapa karirnya bagus dan media jarang menyentuhnya dengan skandal yang aneh-aneh? Itu karena dia memang tidak punya."

Juhyun mengangkat alisnya. "Syukurlah. Berarti dia tidak akan cerewet. Aku pernah bekerja sama dengan seorang artis, sering sekali protes soal lirik yang tidak disukainya dan bilang tidak cocok dengan gayanya."

Rekannya tertawa kecil. "Ini akan jadi kerja sama yang mengesankan. Suho-sshi tidak berubah sejak dia jadi rookie sampai sekarang."

secret gardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang