IRENE
Juhyun juga bingung kenapa dia bisa dengan mudah bilang ya.
Junmyeon seolah-olah datang begitu saja di hidupnya, sebagai calon rekan kerja yang tiba-tiba bisa menyibak sesuatu yang ia kira tak akan terbuka tanpa ia membukakannya untuk orang lain.
Junmyeon sering mentraktirnya makan atau mengiriminya makanan ke studio, tetapi tidak keberatan juga jika Juhyun yang membayarkan. Katanya, urusan makan bisa jadi tanggung jawab bersama. Pernah dia baru pulang dari luar negeri pada jam makan malam, keluar dari bandara dia langsung mengontak Juhyun dan bertanya apakah ia lapar. Juhyun, yang baru selesai rapat dengan sebuah agensi, dengan alamiah bilang tentu saja. Pria itu datang dengan membawa koper-kopernya dan mengajak makan di restoran yang sama.
Juhyun terkesan? Tentu saja. Ia mulai memasang radar dan berpikir tentang banyak hal, tetapi masih berjaga-jaga. Junmyeon adalah seorang selebriti, dan memiliki banyak kontak. Bisa saja dia melakukan hal seperti ini untuk banyak orang. Juhyun tak mengetahui banyak hal tentang teman-temannya, selain yang sering diceritakan Junmyeon sendiri: manajernya, saudaranya, dan seorang sobat kental yang sering menghabiskan waktu luang bersamanya bernama Jongdae.
Juhyun merasa ia berada di batas yang normal.
Sampai pada suatu pertemuan, setelah Junmyeon pulang pemotretan, dan mereka makan di tempat yang biasanya, dengan menu yang sudah dihafal sang pelayan.
"Tidak makan-makan dengan para staf?" Juhyun bertanya. "Biasanya seperti itu, kan? Semacam perayaan setelah proyek selesai?"
Junmyeon menggeleng. "Kau bisa tanya Jongdae, aku lebih suka makan dengannya setiap kali selesai jadwal. Aku tidak menolak semuanya ... hanya saja aku lebih sering menghabiskan waktuku sendiri dengan orang-orang spesial. Kadang-kadang, Juhyun-sshi, capek jadi orang yang jadi pusat perhatian. Kau tidak minta dilayani, tetapi orang-orang memperlakukanmu seolah kau adalah pusat dunia. Aku lebih suka interaksi yang santai, saat aku bisa mengobrol dengan tenang."
Juhyun mencerna kalimat tersebut pelan-pelan. Kemudian, penyadaran itu membuat kepalanya terasa melayang-layang. Ia pun menutupnya dengan candaan ringan tanpa tertawa, "Berarti aku merebutmu dari Jongdae, dong."
Junmyeon tertawa. "Dia sedang sibuk dengan tesisnya. Anak itu pintar sekali. Lagipula, dia juga maklum kalau aku sering-sering mengajakmu."
"Kenapa aku, Junmyeon-sshi?"
"Karena aku ingin mengenalmu lebih dekat," terang Junmyeon dengan tenang, seolah-olah telah merencanakan semuanya.
Juhyun terdiam sesaat. "Tidak ada yang lain?"
"Tidak ada."
Juhyun terus mengunyah makanannya. Dengan santai Junmyeon mengalihkan pembicaraan pada lagunya yang sudah masuk tahap penyuntingan. Juhyun mulai mengerti posisinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
secret garden
FanfictionJunmyeon, dengan nama panggung Suho, terlihat telah menggapai semua harapan-harapan masa mudanya: karir solois yang mapan, kemampuan bermusik yang mumpuni dan sangat dinikmatinya. Namun ia masih punya mimpi: seorang penulis lagu yang berada di luar...