simple

225 47 6
                                    

IRENE

"Mungkin bagi banyak orang, aku tidak seharusnya merasa seperti ini. Kehidupanku, semuanya cukup. Tidak logis jika aku mengalami kesepian. Tapi ... beginilah adanya. Juhyun-ah, kuharap kau ... kau tidak menaruh ekspektasi tinggi padaku. Aku sering merasa sepi dan takut, aku bukan selebriti yang punya banyak bakat. Aku cuma bisa bernyanyi. Aku tidak bisa menulis lagu, seperti yang banyak penyanyi lain bisa lakukan. Aku punya banyak kekurangan. Aku sering merasa aku tidak pantas dengan semua cinta yang kudapatkan itu ... pada akhirnya, memang tidak ada kehidupan yang sempurna."

Mereka yang awalnya sering makan di luar, sekarang terbiasa untuk makan di apartemen satu sama lain, secara bergantian. Kadang hanya memesan makanan cepat saji untuk dimakan di apartemen Junmyeon, atau Juhyun memasak di apartemennya sendiri. Selain karena alasan privasi, mereka merasa lebih nyaman dengan perubahan itu.

Juhyun menggeser piringnya sedikit ke samping. Ia menatap Junmyeon lama-lama. "Aku tidak pernah menaruh ekspektasi besar padamu. Aku tidak pernah melihatmu sebagai Suho. Aku melihatmu sebagai seorang Kim Junmyeon—seolah-olah seperti itu entah dari kapan."

Junmyeon menelengkan kepala. "Itu artinya kau maklum bahwa aku serapuh ini?"

"Kenapa tidak? Kau juga manusia."

"Dan kau tidak memandangku aneh?"

"Sama seperti kau yang melihatku sebagai seorang penulis lagu dan bukannya menyuruhku melakukan hal lain karena wajahku—ini tentang apa yang ada di dalam. Aku percaya bahwa di dalam sana, kau masihlah Kim Junmyeon yang punya banyak sisi baik. Banyak cinta untuk para penggemarmu. Rasa terima kasih yang besar. Ada kebahagiaan besar yang menunggu waktu yang tepat untuk muncul."

Junmyeon mengulurkan tangannya di atas meja, memberanikan diri menaruhnya di atas tangan Juhyun. "Maukah kau menunggu?"

"Kenapa tidak coba wujudkan sekarang? Biasanya apa yang membuatmu bahagia?"

Junmyeon membuka mulutnya, untuk kemudian menutupnya lagi. Agak lama Juhyun menunggu. "Biasanya menyanyi ... tapi apa itu bisa membuatku bahagia?"

"Kenapa tidak dengan cara lain?"

"... Piano, mungkin? Aku sudah lama tidak main piano."

Juhyun mengangkat bahu. "Aku tidak punya piano. Tapi mungkin kau bisa mencoba versi digital di tablet?"

Junmyeon mengangguk pelan. "Boleh."

Mereka meninggalkan meja makan begitu saja. Junmyeon mengikuti Juhyun ke sebuah kamar yang diubah menjadi ruang kerja. Juhyun memberikan aplikasi piano digital pada Junmyeon, dan duduk di sampingnya pada meja kerja.

"Lagu yang kubuatkan liriknya ... kau bisa?" Juhyun bertanya pelan.

"Sedikit. Kucoba dulu, ya."

Di luar dugaan Juhyun, Junmyeon bisa melakukannya dengan baik, meski pelan-pelan dan sempat salah pada beberapa bagian. Juhyun bertopang dagu menyimak permainan yang dilakukan dengan penuh kehati-hatian tersebut. Tak lama, ia pun beranjak, mengambil jurnalnya. Ia menulis beberapa ide yang muncul mendadak saat mendengarkan Junmyeon bermain piano digital tersebut.

Hampir di ujung lagu, Junmyeon tiba-tiba berhenti. Dia menatap Juhyun cukup lama sampai Juhyun menyadarinya.

"Aku bermain musik, bernyanyi, dan kau menulis lagu di sampingku." Junmyeon mulai tersenyum, sesuatu yang membuat Juhyun tertegun. "Ini pernah jadi cita-citaku sebelumnya. Impianku, untuk sama-sama berkarya bersamamu. Dan—dan aku berhasil."

Juhyun menyunggingkan senyum. "Cobalah cari alasan untuk berbahagia setiap harinya. Hal kecil saja. Misalnya merapikan tempat tidurmu, meminum air yang segar, mendengarkan musik alam." Juhyun menyisipkan rambutnya ke belakang telinga. "Mungkin dengan itu, kau bisa perlahan-lahan membaik."

"Apalagi ini ... bukan hal kecil."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Bersamamu ... seperti ini, ini adalah hal yang sangat kuharapkan."

"Kalau begitu, kau bahagia?"

Junmyeon mengangguk cepat. "Tentu saja."

secret gardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang