Suara bising yang berasal dari benda tipis milik Jingga, mengisi kesunyian di pagi yang cerah. Dengan rasa malas, pemuda itu mengangkat panggilan dari sang kekasih.
"Keluar sekarang, aku di depan rumah" suara si gadis terdengar sangat tak mengenakkan. Dengan langkah berat menuju pintu utama, sejujurnya Jingga sangat malas untuk berjalan. Tapi, ya sudahlah, bagaimana pun ia juga masih memiliki rasa kasihan.
Perlahan ia membuka pintu, terlihat gadisnya tengah mempoutkan bibir tipisnya.
"Kamu lupa ini hari apa?""Hari sabtu kan, kak Senja" jawab yang lebih muda seadanya.
Senja pun menatap dengan mata menyalang, iris matanya terlihat sangat tajam. Tak berlangsung lama, pemuda di hadapannya terkekeh, lalu membawa gadisnya masuk ke dalam.
"Tunggu sebentar ya" Jingga pergi menuju dapur, hendak menyiapkan sesuatu. Senja tentunya tidak tau.
"Met anniv" di sodorkannya sepaket buku setebal lebih dari 600 halaman. Buku yang di incar dirinya, namun selalu kehabisan.
"Kok kamu bisa dapat?" Senja masih tak percaya, kalau Jingga rela menunggu tepat jam 3 dini hari. Hanya untuk mendapatkan buku best seller ini.
"Buat kakak apa sih yang gak bisa?" Jingga berlaga songong, sembari memainkan alisnya.
"Makasih!!" Senja tersenyum bahagia, senyuman yang jarang ia perlihatkan pada dunia. Mungkin hanyalah Jingga yang dapat melukiskannya.
"Cie... Yang anniversary!! Yang keberapa tuh? Ada kue gak?" suara yang mengejutkan—ah lebih tepatnya menghancurkan suasana romansa, kakak kandung Jinggalah pelakunya.
Karakter mereka sangat bertolak belakang, yang muda lebih kalem, sedangkan yang lebih tua ceria. Kesamaannya itu satu, sama-sama suka marah, terhadap hal apapun, pakai ngegas juga tentunya.
"Kak Senja gak suka kue, mas Dirga. Sukanya gue" gurau Jingga.
"Hih!! Bucin...." balas mas Dirga.
"Mas cari pasangan dong. Gak capek sendirian terus?" tanya Senja di sela tawanya.
"Mas Dirga belum move on dari mbak mantan" sahut Jingga. Lelaki yang di ejek pun hanya melenggos, lantas menjauh dari mereka berdua.
Suara bel rumah menghentikan Dirga yang sedang melaju. Lelaki bersurai hitam legam itu pun lalu membukakan pintu. Betapa terkejutnya ia melihat bidadari yang sedang bertamu.
"Jingganya ada?" suara lembut dari manusia titisan bidadari itu, membuyarkan kekaguman Dirga.
"A—ada kok. Ma—mari masuk" pemuda itu sudah mengumpat dalam hati, ia berharap imagenya tidak jelek di depan calon ibu dari anak-anaknya nanti.
Kedua insan itu pun lantas berjalan masuk. Tapi Dirga bahkan tak kuasa berjalan sejajar dengan gadis cantik. Bagaimana ia ingin jadi pendamping gadis itu di pelaminan kelak?
"Jingga!" yang di panggil lantas menolehkan wajah. Melihat siapa tamu yang berkunjung ke rumah.
"Oh, Nares. Yang lain mana?" baru saja di tanyakan, beberapa teman Jingga sudah masuk ke dalam tanpa permisi.
Nares yang selera humornya di bawah rata-rata, melihat temannya saja sampai mati-matian menahan gelak tawa. Akan malu sekali ia tertawa di depan doi yang selalu di puja. Meski sudah di tahan, tawanya pun pecah tatkala melihat ada ketiga temannya datang membawa rantang, membuat perutnya geli seketika.
"Bwahahahaha, ngapain lu pada bawa rantang? Lu bertiga mau piknik?" tanya Nares sembari tertawa terbahak-bahak, hingga semua yang berada disitu pun ikut tertawa, membuat perut mereka merasa sangat geli. Hancur sudah nama baiknya di depan sang pujaan hati.
Beberapa saat setelahnya...
"Kalian mau minum apa? Biar saya buatin. Gak capek emangnya ketawa mulu?" tawar mas Dirga setelah selesai acara tertawa berjamaah, minus senja karena dia sudah pulang duluan, mereka juga sangat lelah dan haus. Posisi mereka semua sudah duduk melingkar di atas karpet berbulu nan halus.
"Ada es teller yang serebuan itu gak, mas?" Nara pun mengangkat tangan layaknya di dalam kelas. Dia memang pecandu minuman manis, bahkan ia mengonsumsi sehari saja bisa 3 sampai 4 gelas.
"Jangan minum yang manis mulu. Lu udah manis tau!!" goda Langit, yang lantas mendapatkan tatapan sinis dari teman-temannya.
"Gombal hampir ke semua perempuan. Tapi gak pernah jadian. Dasar HUMAN!! What happen?" sahut Deva, membuat mereka juga menatap Langit menunggu jawabnya.
"Gua suka sama satu perempuan. Tapi dia gak peka, bahkan udah bertahun-tahun. Ya udah gua lapiasin ke orang lain" jawab langit enteng.
"Emang cewek yang kamu suka siapa?" tanya Fana, yang membuat teman-temannya ingin menebas kepalanya. Apa dia tidak sadar, kalau gadis yang di bicarakan Langit itu dirinya?
"Udahlah, kita kan kesini mau latihan drama. Bukan membuka acara curhat mamah dede dan aa' " perkataan Bara memang benar, kalau perkara jodoh juga sudah ada yang atur. Kita kan hanya tinggal mengikuti alur.
"Gua nanti berjodoh gak ya sama Jingga?" bisik Nares ke Fana. Lantas di balas kata amin tak bersuara olehnya. Jay yang mendengarnya pun ikut melukiskan sabit di wajahnya.
Good night!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』
Teen Fiction❝𝙺𝚗𝚘𝚠𝚒𝚗𝚐 𝚢𝚘𝚞, 𝚖𝚊𝚢𝚋𝚎 𝚒𝚝 𝚒𝚜 𝚘𝚗𝚎 𝚘𝚏 𝙶𝚘𝚍'𝚜 𝚜𝚌𝚎𝚗𝚊𝚛𝚒𝚘𝚜 𝚝𝚘 𝚖𝚎𝚎𝚝 𝚊 𝚖𝚊𝚝𝚎 𝚒𝚗 𝚊 𝚍𝚒𝚏𝚏𝚎𝚛𝚎𝚗𝚝 𝚠𝚊𝚢.❞ °𝙱𝚊𝚎 𝚓𝚒𝚗𝚢𝚘𝚞𝚗𝚐° °𝙾𝙾𝚕° 𝚜𝚝𝚊𝚛𝚝 : 𝟷𝟸/𝙾𝟷/𝟸𝙾𝟸𝙾 𝚏𝚒𝚗𝚒𝚜𝚑 : 𝙾𝟹/𝙾𝟺/𝟸𝙾𝟸𝙾