Flashback on
"Nara, aku mau jujur sesuatu sama kamu" di depan toko tertutup, mereka berteduh.
"Jujur apa?" Nara yang mendegar lantas berganti menatap Jay.
"Sebenarnya... aku pacaran sama kamu cuma sebagai pelampiasan. Aku sukanya sama Nares. Tapi kamu juga tau kan? Kalau Nares suka Jingga"
"Ke-kenapa gak bilang..?" suara Nara terdengar samar, karena hujan yang lumayan deras ini.
"Maaf, Ra. Aku gak maks.."
"Kita putus. Gue paling benci sama cowok pengecut kayak lo. Kalau suka bilang, jangan jadiin pelampiasan sahabat doi lu!!"
"Tapi, Ra. Bukan gitu, kan aku bisa aja buka hati buat ka.."
"Dari dulu lu gak pernah berubah ya. Kalem tapi suka mainin hati orang. Bangsat!!"
"Ra, aku mau berubah kok demi kamu" jawab Jay selembut mungkin.
"Bullshit. Anggap aja kita gak pernah ada hubungan lebih"
"Nara.." panggil Jay, namun gadis itu sudah berlari melawan derasnya hujan. Melepas semua rasa yang tertahan.
Saat kakinya mulai lelah melangkah, Nara berhenti di tepi jembatan. Di bawahnya ada sungai yang sama derasnya dengan hujan. Enak nih kalau terjun.
Pernah gak sih. Ngerasa hidup itu gak berfaedah? Banyak banget masalah? Mau nyelesainnya juga susah.
Ini yang Nara rasain saat ini. Orang tua balik ke indonesia hanya buat urus surat cerai. Kakak balik ke rumah karena depresi. Apa dia nanti balik ke rumah karena bunuh diri?
Life is indeed funny.
Nara pun mulai menaiki tembok pembatas. Merasakan hembusan angin dan air hujan yang menyapa halus. Rasa sakit yang ia pendam akan lepas.
World, good bye and thanks.
"Heh!! Jangan!!!!" tiba-tiba aja ada seorang pemuda yang mendorong Nara menjauh dari jembatan.
"Apaan sih lo? Minggir!!" Nara memberontak dan terus saja berteriak.
"Lo lupa sama janji kita?" setelah itu Nara beralih mengamati. Mengigat apakah ia punya teman sebuluk ini?
/padahal itu shining, shimmering, splendid loh gaiss:)
"Jangan-jangan lo lupa gua siapa?"
Nara mundur beberapa langkah, siapa tau manusia di depannya ini sebenarnya makhluk astral.
Atau jangan-jangan dia abang-abang pedo, eh mana ada.
"Lo siapa dah? Soken banget" Nara menatap sinis lelaki itu. Soalnya penampilannya kek gitu.
Dia tuh udah punya pemikiran kalau semua cowok sama aja, bangs***.
Tak lama pemuda di hadapannya mengulurkan tangan,
"Melviano Pradipa Altares. Panggil aja Vian""Katanya udah saling kenal, kok ngajak kenalan ulang? Lo bohong?" Nara tak kunjung balas menjabat tangan, hingga lelaki itu menarik kembali tangannya.
"Otak lo gak bisa positif thingking apa? Kita kenalan ulang, karena lo lupa"
"Coba mana buktinya kala.." ucapan Nara terputus, tatkala dirinya mendadak pusing, lalu pandangannya mengabur, dan gelap.
Nampak seorang gadis yang tengah terlelap di atas ranjang rumah sakit. Ruangan itu sangat hening tak bersuara. Hanya terdengar helaan nafas, juga isakan seseorang saja.
"Jay mana?" pekik Nares, membuat Jingga, dan Langit terkejut karena suara makhluk satu itu.
"Hpnya mati" sahut Deva, yang baru tiba bersama Bara.
"Argghhh. Dimana sih tuh orang?"
"Bukannya gua sok tau. Tapi temen cowok lo itu, siapa? Jay kan? Nah tadi gua liat dia di bonceng sama cewek. Keadaanya juga gak jauh beda sama Nara"
"Mereka lagi berantem ya?" tanya Jingga hati-hati, ada maung soalnya. Lalu dibalas tatapan sengit oleh Nara.
"Fana mana? Gua kira dia sama lo" bisik Bara pada Langit.
"Gak tau. Hpnya mati"
Sementara itu di lain tempat, terdengar suara benda tajam bergesekan dengan peruncing pisau. Seseorang tersenyum puas melihat ‘temannya’ itu nampak indah dan berkilau.
"ᏠᏗᏁᎶᏗᏁ, ᎦᏗᏁ" suara seorang pemuda yang tengah duduk terikat di atas kursi kayu. Suaranya tak terdengar jelas, karena mulutnya di sumpal oleh kain, ditambah hampir seluruh wajahnya yang di tutupi oleh sesuatu.
"Buka" terdengar derap langkah kaki, beriring dengan suara wanita tersebut.
Yang lebih muda pun membuka kain yang menghalang mulut korbannya. Setelah itu ia mempersilakan temannya untuk menghukum si pemuda.
"Sayang~ Kenapa lo masih brengsek sih?" ia mulai mengelus leher jenjang si pemuda. Sesekali ia juga mencubit pipi tirusnya.
"Lepasin gua!!" pekik korban tersebut sembari meronta-ronta.
"Enak aja. Bagi saya tuh, hati harus di bayar dengan hati juga. Enaknya pakai pisau daging, kapak atau cutter?" wanita itu berjalan menuju sebuah meja. Diatasnya ada berbagai macam alat untuk membunuh manusia.
Wanita itu berpikir sejenak, lantas mengambil pisau buah. Lalu mengambil pisau lain untuk mengasah.
"Sudah siap mati?" ia pun mendekat sambil tersenyum miring.
You got me feeling like a psycho psycho
😈
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』
Teen Fiction❝𝙺𝚗𝚘𝚠𝚒𝚗𝚐 𝚢𝚘𝚞, 𝚖𝚊𝚢𝚋𝚎 𝚒𝚝 𝚒𝚜 𝚘𝚗𝚎 𝚘𝚏 𝙶𝚘𝚍'𝚜 𝚜𝚌𝚎𝚗𝚊𝚛𝚒𝚘𝚜 𝚝𝚘 𝚖𝚎𝚎𝚝 𝚊 𝚖𝚊𝚝𝚎 𝚒𝚗 𝚊 𝚍𝚒𝚏𝚏𝚎𝚛𝚎𝚗𝚝 𝚠𝚊𝚢.❞ °𝙱𝚊𝚎 𝚓𝚒𝚗𝚢𝚘𝚞𝚗𝚐° °𝙾𝙾𝚕° 𝚜𝚝𝚊𝚛𝚝 : 𝟷𝟸/𝙾𝟷/𝟸𝙾𝟸𝙾 𝚏𝚒𝚗𝚒𝚜𝚑 : 𝙾𝟹/𝙾𝟺/𝟸𝙾𝟸𝙾