☾O6

86 21 15
                                    

"Sudah siap mati?" wanita itu pun mendekat sembari tersenyum miring.

Perlahan ia membuka kain yang menutup wajah si korban.
"Hah???" pisau yang di genggamnya lantas jatuh.

"Lo salah bawa orang!!!" pekiknya pada sang teman.

"Heheh, gua kira dia. Sama-sama ganteng soalnya"

"Bebasin, tapi jangan lupa kasih itu ya" wanita itu keluar dari ruangan yang lumayan gelap ini.

Yang lebih muda beralih melenggangkan kaki ke arah meja. Mata dan tangannya fokus melakukan sesuatu, hingga tanpa sadar korbannya sudah pergi entah kemana.

Pemuda yang sedang berlari mendadak menghentikan lajunya, tatkala melihat dua orang yang sedang bertengkar.

Ia lantas mendekat,
"Maaf, tapi gua kan cuma mau jujur"

"Kenapa harus dia?"

"Kar—"

"Karena dia suka sama kamu?" lawan bicaranya nampak mengangguk, mengiyakan.

"Minta maaf sama dia. Kalau sampai dia self harm lagi. Kamu yang tanggung jawab" lalu terdengar suara mesin menyala, di susul dengan sebuah motor yang melaju kencang.

"Itu bukannya Jay ya?" gumam seorang pemuda, yang masih setia bersembunyi di balik pohon.

















"Assalamualaikum" pintu terbuka, menampakkan Fana yang tengah menenteng dua plastik berwarna merah.

"Waalaikumsalam" jawab ke delapan makhluk hidup di ruangan itu.

"Nih makan" gadis itu meletakkannya di meja. Lalu duduk bersandar pada langit, dan beralih fokus pada ponselnya.

"Dia Jaffar bukan sih?" bisik Fana pada pemuda di sebelahnya.

"Vian"

"Tapi keknya bukan deh. Dulu Jaffar mah buluk"

"Emang sekarang glowing gitu?"

"Gak sih, pas kecil di panggilnya Jaffar karena dia ngefans sama Jaffar nct 127. Tapi itu lagu pas lagu Boom di putar, dia diem aja"

"Bukan berarti. Jaffar yang ada dimple terus gantengnya kayak aku kan?"

"Idiiii"

"Jahat banget. Emang gantengan Jaffar nct apa Jaemin?"

"Jaffarlah"


"Dunia serasa milik berdua~" ejek Jingga lalu di balas tatapan membunuh dari Fana.

"Temennya lagi galau, eh tuh dua orang malah mesra-mesraan, cuih!!!" mereka pun tertawa melihat dua gadis itu saling melempar tatapan.

Namun sedetik kemudian, tawa mereka memudar. Terdengar suara asing yang bersumber dari dalam ternggorokan.

Oh ralat, perut? Atau dari mulut? Apapun itu, yang jelas Nares bersendawa.

"Astagfirullah nak... nak..." sahut Jingga.

'Jingga ilfil dah〒_〒'





















"Cari cowok ini! Jangan sampai salah lagi, atau kantor kita akan di tutup!!!" tegas seorang pria berkisar dua puluh tahun.

"Baik tuan. Oh iya, nona Ara kapan selesai dengan misinya? Saya khawatir kalau ia sampai ketahuan"

"Belum pasti. Karena misinya kali ini lumayan rumit. Kau urus saja anak penipu itu, jangan lupa buat dokumentasi"

"Baik. Saya permisi, tuan" anak buah di hadapannya sedikit membungkuk, lantas pergi dari ruang kerjanya.

Pemuda itu memutar kursinya, menatap mentari yang tengah bersinar di hadapannya. Lalu mengalihkan pandangan pada bingkai foto di meja kerja. Di dalamnya tampak dua anak laki-laki berusia sepuluh tahun, dengan senyuman yang melukis wajah keduanya.

"Kapan kau kembali.."

Pemuda itu lantas mengambil benda tipis di dalam laci, lalu mencari kontak yang ia tuju.

Tak lama waktu berselang, panggilan pun di jawab.

"Dek, ketemu yuk. Sebentar aja..."

"Ngapain? Nyuruh gua pulang? Ingat ya, yang selama ini gua kira rumah itu ternyata neraka. Setiap kita ketemu lu selalu ngajak pulang, padahal lu sendiri tau bang kalau gua paling benci sama bangunan itu"

"Mama, papa kangen kamu dek. Setidaknya berkunjung ya? Nanti jam delapan kita ngumpul makan malam"

Sambungan pun di putus tanpa aba-aba. Lantas pemuda itu kembali menatap keluar jendela. Menyaksikan fajar yang kan pulang ke peraduannya.

Cepat juga waktu berlalu..

Andai ia tahu bahwa ingatan masa lalu tak akan bisa di lupakan. Apalagi ingatan yang menyakitkan. Mungkin setelah ia merasakannya, dia tak akan memaksa adiknya lagi untuk pulang, bahkan memaafkan.

Ketukan pintu menyadarkan pemuda itu dari lamunannya.
"Masuk!"

Pintu terbuka, menampakkan seorang laki-laki yang lebih tua darinya. Pria itu lantas duduk, lalu menyerahkan dokumentasi dan data orang yang telah ia bunuh.

"Kerja bagus, besok akan saya kabari kalau ada misi lagi" setelah tanda tangan di atas materai, pria di hadapannya pamit untuk kembali.

Ketukan pintu kembali terdengar, ternyata itu bawahannya.

"Ada apa lagi?"

"Anak penipu itu ternyata sudah bunuh diri di Jerman. Saya sudah mendapatkan informasi lebih detailnya. Nanti malam akan saya kirimkan"

"Baik, kau pulang saja..
























Senja"























Ada yang udah nebak?Hehe ≧∇≦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang udah nebak?
Hehe ≧∇≦

𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang