☾O4

94 22 24
                                    

Setelah pulang nonton, Ninuninu squad ngebantuin Nares pindah ke apartement barunya.

Orang tuanya Nares terlalu sibuk kerja, sampai lupa punya anak di Indonesia.

Pas di kabarin rumahnya kebakaran juga ayahnya cuma bilang,
"Yaudah ayah transfer uangnya ya. Ayah ada meeting nih, bye sayang..."

Kalau begitu, kenapa mereka mau punya anak jika akhirnya gak di urusin?

Anak kan titipan, anugerah, ada untuk di jaga. Bukan hanya numpang di kartu keluarga. Ya udahlah, mungkin orang tua Nares terlalu terobsesi sama dunia, harta, tahta.

"Bagus juga nih kalau di jadiin basecamp kita" ucap Jingga, lalu mulai merebahkan diri di samping Bara.

"Mabar kuy" ajak Bara yang langsung di balas anggukan oleh kedua teman sejenisnya. Kecuali Langit, soalnya dia lagi ngebucin sama Fana. Lagi masak maksudnya:)

Kadang tuh suka heran. Cowok kerjaannya ngode mulu, selalu kasih harapan. Tanpa kepastian:)

Lebih tepatnya friendzone.

"Main truth or dare yuk!!!!" suara Deva menggema hingga ke lobby.g

"Hayuk!!" Bara lantas mengambil posisi duduk ternyaman. Dia semangat soalnya hampir kalah main. Dasar human.

Kedelapan manusia itu sudah membentuk lingkaran.

Kedelapan manusia itu sudah membentuk lingkaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti itu lah kira-kira..
Dan ada botol a*ua di atas meja.

Nares yang akan memutar botol pertama kali. Mereka semua manatap fokus, menanti botol itu berhenti. Hingga akhirnya...

"Yeyyyy. Berhenti di Jingga!!! Truth or dare?" Nares heboh sendiri melihat wajah Jingga yang tampak kesal. Baginya pemandangan itu sangat ucul≧∇≦

"Karena gua gentle, gua pilih dare"

"Telfon kak Senja, bilang kalau lu kangen" usul Bara.

"Nah iya tuh" Langit itu menyetujui, lalu semua menggangguk. Kecuali satu orang yang duduk di pojok.

"Halo" sapa Senja dengan suara yang halus nan lembut.

"Apa kabar?" Jingga yang notabenya pacar Senja, sudah gugup dan berkeringat.

"Baik. Kenapa telfon?"

"Aku rindu"

"Tapi lightstick nya Ong" setelah itu sambungan di putus oleh Jingga.

Mereka tertawa dulu sebentar. Lalu botol lanjut di putar.

"Hiyakkk. Langit, truth or dare?" sekarang gantian Nara yang heboh.

"Truth"

"Dare aja.." sahut Deva, lantas Langit mengangguk pasrah.

"Tembak orang yang lu suka, SEKARANG!!!" semua pun mengangguk antusias. Idenya memang selalu bagus, siapa lagi kalau bukan Nares.

"Jangan tembak, nanti mati. Bilang suka aja ya?" balas Langit.

"Sok atuh"

"Fana.." Langit mengalihkan pandangan, ke arah gadis cantik di sebelahnya.

"Kok aku?" Fana bertanya binggung, dan permainan itu di akhiri dengan mereka yang lebih memilih nonton film horror.

Setelah selesai membuat tetangga merasa terganggu, mereka berdelapan pulang ke rumah masing-masing, kecuali yang pacaran, boncengan dong. o(〃^▽^〃)o






























"Ke—kenapa gak bilang..?" suara Nara terdengar samar, karena hujan yang lumayan deras ini. Mereka berdua neduh sebentar, lalu Jay menceritakan hal yang memang Nara harus ketahui.

"Maaf, Ra. Aku gak maks.."

"Kita putus. Gue paling benci sama cowok pengecut kayak lo. Kalau suka bilang, jangan jadiin pelampiasan sahabat doi lu!!"

Harusnya dia sadar, kalau dirinya hanya di permainkan. Harusnya dari awal Nara lebih peka, kalau ia cuma di jadiin pelampiasan.

"Tapi, Ra. Bukan gitu, kan aku bisa aja buka hati buat ka.."

"Dari dulu lu gak pernah berubah ya. Kalem tapi suka mainin hati orang. Bangsat!!"

"Ra, aku mau berubah kok demi kamu" jawab Jay selembut mungkin.

"Anggap aja kita gak pernah ada hubungan lebih"

"Nara.." panggil Jay, namun gadis itu sudah berlari melawan derasnya hujan. Melepas semua rasa yang tertahan.

Hujan selalu punya cara kala seseorang sedih atau bahagia. Sama halnya dengan manusia, selalu punya cara untuk melukiskan tawa ataupun menyayat luka.

Memang hanya hujan teman yang setia, Nara dan hujan sama-sama tau rasanya sakit, sakit karena jatuh. Jatuh ke tempat yang salah.

Harusnya Nara sadar, kalau jatuh cinta itu gak seindah yang di bayangkan. Gak sejalan yang di harapkan. Dan juga gak akan berakhir seperti apa yang di pikirkan.

Saat kakinya mulai lelah melangkah, Nara berhenti di tepi jembatan. Di bawahnya ada sungai yang sama derasnya dengan hujan. Enak nih kalau terjun.

Pernah gak sih. Ngerasa hidup itu gak berfaedah? Banyak banget masalah? Mau nyelesainnya juga susah.

Ini yang Nara rasain saat ini. Orang tua balik ke indonesia hanya buat urus surat cerai. Kakak balik ke rumah karena depresi. Apa dia nanti balik ke rumah karena bunuh diri?

Life is indeed funny.

Nara pun mulai menaiki tembok pembatas. Merasakan hembusan angin dan air hujan yang menyapa halus. Rasa sakit yang ia pendam akan lepas.

World, good bye and thanks.
















Sekalinya fakboi ya tetep fakboi ya:)Makanya cari cowok tuh yang alim, eh orang alim mana mau pacaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekalinya fakboi ya tetep fakboi ya:)
Makanya cari cowok tuh yang alim, eh orang alim mana mau pacaran. Wkwkwkwk😂
Ya udah ta'aruf aja gesss

𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang